Menyusuri Kota Pengadilan Internasional
Fokus

Menyusuri Kota Pengadilan Internasional

Den Haag, menjadi 'rumah' dari tiga pengadilan internasional. International Court of Justice (ICJ), International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia (ICTY) dan nantinya International Criminal Court (ICC), menetap di kota tersebut.

Nay
Bacaan 2 Menit
Menyusuri Kota Pengadilan Internasional
Hukumonline
 
Dari luar, Gedung International Court of Justice (ICJ) lebih menyerupai sebuah istana atau kastil dalam dongeng Hans Christian Andersen ketimbang gedung pengadilan. Bangunan yang bernama Vredespalais atau Peace Palace tersebut didirikan pada 1913. Gedung tersebut dibangun dengan donasi dari Andrew Carnegie, philantropis dari Amerika Serikat  dan mulai dibangun sejak 1903.

Di depan gerbang masuk, monumen kecil yang berisi api perdamaian (peace flame) sebagai simbol perdamaian dunia menyambut pengunjung yang datang. Monumen kecil tersebut, dikelilingi batu-batu kecil dari berbagai negara berikut nama negaranya, termasuk Indonesia.

Di dalam gedung, suasana kastil tidak berkurang, malah semakin terasa. Interior  dalam gedung dipenuhi oleh benda-benda seni sumbangan dari berbagai negara. Sumbangan tersebut menjadi simbol kontribusi mereka pada perdamaian dunia. Langit-langit gedung  dilukis dengan berbagai lukisan. Begitupula kaca-kaca di setiap ruangan. 

Puas menikmati interior pengadilan yang apik, hukumonline melangkahkan kaki ke ruang sidang kecil atau Small Hall of Justice. Memang ruang sidang ini relatif kecil jika dibandingkan ruangan lain di gedung ICJ. Ruangan ini digunakan untuk persidangan kasus-kasus arbitrase.  Rupanya, sebelum ICJ berdiri, Pengadilan Arbitrase Permanen telah terlebih dahulu bertempat di Peace Palace.

Pengadilan Arbitrase Permanen atau Permanent Court of Arbitration (PCA) berdiri pada 1900. Ia lahir sebagai hasil jerih payah Konferensi Perdamaian Den Haag pada 1889 dan 1907. Pengadilan ini merupakan institusi global pertama untuk menyelesaikan sengketa antar negara melalui mekanisme arbitrase.

Sampai saat ini, PCA masih aktif menyelesaikan  sengketa. Mereka menyediakan jasa  arbitrase, konsiliasi dan juga pencarian fakta dalam penyelesaian sengketa. Tadinya, PCA hanya menyelesaikan sengketa antar negara, sengketa antara organisasi internasional dan sengketa antara negara dengan organisasi internasional. Tapi kini perananya lebih luas. Bahkan institusi swasta (privat) dapat pula menjadi pihak. Itu sebabnya, PCA juga sering digunakan untuk menyelesaikan sengketa bisnis internasional.

Kasus yang saat ini sedang ditangani PCA, antara lain, sengketa investasi antara Telekom Malaysia Bhd dengan Pemerintah Republik Ghana. Kemudian, sengketa antara Kerajaan Belgia dengan Kerajaan Belanda menyangkut Iron Rhine railway line, yaitu jalur kereta  yang melintasi kedua negara.

Dalam penyelesaian sengketa di PCA, para pihak dapat memilih arbitrer yang mereka inginkan. Begitupula bahasa yang digunakan. Satu hal yang menarik, kalau sebelumnya proses arbitrase di PCA selalu tertutup untuk publik, kini  diserahkan pada keinginan kedua pihak. Artinya, bisa saja kasus yang disidangkan di PCA mendapat liputan luas dari berbagai media.

Dari Small Hall of Justice, hukumonline melewati perpustakaan. Meski ukurannya tidak terlalu besar, perpustakaan di ICJ tergolong yang terlengkap di dunia untuk koleksi hukum internasionalnya. Perpustakaan ini terbuka untuk umum, namun pengunjung perlu mendaftarkan diri sebelumnya.

Jika ruang sidang untuk arbitrase disebut dengan Small Hall of Justice, ruang sidang untuk perkara-perkara ICJ disebut dengan nama The Great Hall of Justice. Kemungkinan nama itu diambil dari ukuran ruang sidang tersebut yang memang besar berikut interiornya yang klasik.

Ruang tersebut dihiasi dengan ornamen kaca besar dan lukisan bergaya renaissance. Di depan, terletak meja panjang dengan limabelas kursi. Meja dan kursi itulah tempat duduk majelis hakim ICJ. Lima belas hakim ICJ dipilih untuk masa sembilan tahun melalui Sidang Umum dan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).

Satu negara hanya boleh diwakili oleh satu orang hakim. Pemilihan dilakukan setiap tiga tahun sekali untuk memilih sepertiga anggota majelis. Para hakim ICJ tidak mewakili negaranya, karena kedudukan mereka sebagai ahli hukum independen.

 

Hakim ICJ dipilih oleh Sidang Umum dan Dewan Kemanan PBB karena ICJ merupakan  organ PBB. ICJ mulai bekerja sejak 1946 ketika menggantikan Permanent Court of International Justice yang mulai beroperasi di Peace Palace sejak 1922.

 

Jika ada sebuah negara berperkara di ICJ, sementara tidak ada diantara majelis hakim yang merupakan warga negara dari negara tersebut, maka negara itu  dapat menunjuk seseorang untuk bertindak sebagai hakim ad hoc dalam perkara tersebut.

 

Pengadilan dipimpin oleh seorang presiden dan wakil presiden. Presiden sat ini adalah Shi Jiuyong dari Cina. Wakil Presiden adalah Raymond Ranjeva dari Madagaskar. Anggota terdiri dari Gilbert Guilaumme (Perancis), Abdul G. Koroma (Sierra Leone), Vladlen S. Verechchetin (Rusia), Rossalyn Higgins (United Kingdom), Gonzallo Para-Aranguren (Venezuela), Pieter H Koijmans (Belanda), Francisco Rezek (Brazil), Awn Shawkat Al-Khasawneh (Jordania), Thomas Buergenthal (Amerika Serikat), Nabil Elaraby (Mesir), Hisashi Owada (Jepang), Brunno Sima (Jerman) dan Peter Tomka (Slovakia).

 

Sayang, sejauh ini belum ada hakim ICJ dari Indonesia. Padahal, persyaratan menjadi hakim ICJ hanyalah memenuhi persyaratan yang dibutuhkan untuk menjadi hakim pengadilan tertinggi di negaranya, atau seorang ahli hukum yang dikenal memiliki kompetensi dalam bidang hukum internasional.

 

Dalam pengambilan keputusan, satu orang hakim mempunyai satu suara. Pengambilan keputusan dilakukan dengan voting dan dimungkinkan bagi hakim untuk membuat pendapat yang berbeda  (dissenting opinion). Saat ini, tercatat ada 21 kasus yang masih dalam pemeriksaan ICJ.

  

Di ruang Great Hall of Justice inilah disidangkan kasus Sipadan dan Ligitan—sengketa kepemilikan pulau antara Indonesia dan Malaysia--beberapa waktu lalu. Sayangnya, saat hukumonline berkunjung tidak ada persidangan yang sedang berlangsung. Publik dapat menonton persidangan ICJ dengan membuat janji terlebih dahulu melalui email.

 

Selain memeriksa dan memutus sengketa antar negara, ICJ juga dapat memberikan nasehat hukum terhadap pertanyaan hukum yang diajukan oleh organisasi internasional, terutama PBB.

 

Yang terbaru adalah nasehat hukum yang diberikan oleh ICJ pada 9 Juli lalu untuk menjawab pertanyaan dari Sidang Umum PBB mengenai konsekuensi hukum pembangunan tembok oleh Israel di wilayah Palestina yang diduduki Israel. 

 

Dari Great Hall of Justice hukumonline beranjak naik ke atas, melewati tangga kokoh yang terbuat dari marmer, beberapa patung dan hiasan guci antik. Selain guci sumbangan dari Ratu Belanda, di persimpangan awal tangga, terdapat patung dewi keadilan bergaya modern. Dewi keadilan dari Amerika Serikat ini tidak menggunakan penutup mata dan tidak membawa timbangan dan pedang keadilan seperti lazimnya.

 

Di lantai atas terdapat ruangan Japanese Room. Ruang ini dinamakan demikian karena seluruh dinding ruangan dihiasi oleh lukisan tenunan Jepang yang indah. Dibutuhkan 48 ribu orang untuk menenun dengan tangan lukisan tersebut. Ruang tersebut digunakan oleh board of administration ICJ untuk pertemuan membahas masalah administrasi dan finansial. Terdapat 26 lebih negara anggota board of administration dan setiap kursi di ruangan tersebut bersulamkan lambang negara masing-masing anggota.

 

ICTY

Dari gedung ICJ kami menuju ke International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia (ICTY). Bangunan ICTY terletak di Churchillplein dan dapat ditempuh dengan berjalan kaki selama kurang lebih limabelas menit dari gedung ICJ.

 

ICTY adalah tribunal yang dibentuk oleh Dewan Keamanan PBB melalui resolusi 827 pada Mei 1995. Tribunal ini dimaksudkan untuk mengadili kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di wilayah bekas Yugoslavia sejak 1991. Ada sekitar 78 perkara yang telah dan tengah diperiksa oleh ICTY.

 

Berbeda dengan ICJ, gedung ICTY terlihat seperti  gedung perkantoran biasa. Namun, untuk dapat masuk ke dalam gedung harus melewati pemeriksaan yang cukup ketat. Selain harus melewati gerbang detektor logam dan mencatatkan identitas, pengunjung dilarang keras membawa alat perekam atau kamera.

 

Sayang sekali, ketika hukumonline tiba, sidang sesi kedua baru saja dimulai. Karena sidang telah dimulai, pengunjung dilarang memasuki ruang sidang. Namun, tersedia monitor TV yang menayangkan jalannya persidangan.

 

Saat itu tengah berlangsung persidangan atas tiga terdakwa, yaitu Mile Mrksic, Momcilo Krajisnik dan Naser Oric. Mrksic merupakan kolonel di Federal Yugoslav People Army yang dianggap bertanggungjawab terhadap penyerangan di Rumah Sakit Vukovar. Setelah memimpin penyerangan tersebut, Mrksic dipromosikan menjadi jenderal. Saat ini, kasus tersebut masih dalam tahap pra persidangan.

 

Sementara Krajisnik adalah presiden dari The Assembly of Serbian People in Bosnia and Herzegovina sejak Oktober 1991 sampai November 1995. Krajisnik dianggap ikut bertanggungjawab terhadap pembantaian yang terjadi di Bosnia dan Herzegovina.

 

Sedang Oric adalah komandan Forces of the Army of Bosnia and Herzrgovina (ABiH) di daerah Srebrenica di timur Bosnia Herzegovina. Sama dengan Mrksic, kasus Oric juga masih dalam tahap pra persidangan.

 

Terdapat 16 hakim permanen dan sembilan hakim ad litem di ICTY. Saat ini presiden ICTY adalah Theodor Meron dari Amerika Serikat dan wakilnya adalah Fausto Pocar dari Itali. Anggota majelis hakim berasal dari berbagai negara, seperti Cina, Korea Selatan, Malta, Jamaika, Zambia,Turki, Mesir, Ukraina, Argentina, Belanda, Jerman dan lain-lain. Namun, sama seperti di ICJ, belum tercatat adanya orang Indonesia menjadi hakim di ICTY.

 

Kantor penuntut umum beroperasi secara independen dari ICTY, organisasi internasional maupun negara manapun. Penuntut umum terdiri dari polisi yang berpengalaman, ahli kriminal, analis, pengacara dan jaksa.

 

Sebenarnya, ada satu lagi pengadilan yang juga terletak di Den Haag, yaitu International Criminal Court. Pengadilan ini terbentuk melalui statuta Roma tentang International Criminal Court. Namun, meski statuta Roma telah berkekuatan hukum sejak 1 Juli 2002, saat ini pengoperasian ICC masih dalam tahap persiapan.

 

Nantinya, ICC juga akan bertempat di kota yang terletak antara Amsterdam dan Rotterdam ini. Untuk sementara ICC akan bertempat di de Arc, sedikit di luar kota Den Haag. Direncanakan pada 2007 atau 2009, ICC akan menempati tempat permanen di Alexanderkazerne, daerah bekas pangkalan militer angkatan bersenjata Belanda.

 

Den Haag memang unik. Meski secara resmi ibu kota Belanda terletak di Amsterdam,  tapi pusat pemerintahan dan kerajaan tedapat di kota ini. Lihat saja tempat tinggal Perdana Menteri dan Ratu Belanda, gedung parlemen Belanda, berikut kedutaan besar dari berbagai negara, semuanya ada di kota yang berpenduduk lebih kurang 445 ribu jiwa ini. Oleh sebab itu, Den Haag selain tuan rumah beberapa pangadilan internasional, sering disebut sebagai ibukota politis Belanda. 

Awal Oktober lalu, hukumonline berkesempatan mengunjungi Den Haag, salah satu kota terpenting di Belanda dan dunia. Kunjungan ini tidak disia-siakan untuk menyusuri dan menjelajahi tiga pengadilan internasional--ICJ, ICTY, dan ICC.
Tags: