Hukuman Cambuk Tidak Melanggar HAM
Berita

Hukuman Cambuk Tidak Melanggar HAM

Pelaksanaan hukuman cambuk tidak dimaksudkan untuk mengakibatkan luka atau cacat fisik terhadap si terhukum. Suatu tindakan bisa dianggap melanggar HAM apabila hukuman itu dilaksanakan terhadap orang yang tidak bersalah.

CR-3
Bacaan 2 Menit
Hukuman Cambuk Tidak Melanggar HAM
Hukumonline

 

Berdasarkan penelusuran hukumonline, hingga akhir September 2005, tidak kurang dari 35 terhukum yang sudah merasakan hukuman cambuk.

 

Tabel

Eksekusi Hukuman Cambuk di Provinsi NAD per September 2005

 

Tanggal Eksekusi

Jumlah Terhukum

Lokasi

Pelanggaran

24/6

19

Bireun

Qanun No. 13/2003 tentang Perjudian (Maisir)

19/8

3

Takengon

Qanun No. 13/2003 tentang Perjudian (Maisir)

9/9

9

Bireun

Qanun No. 13/2003 tentang Perjudian (Maisir)

30/9

4

Pidie

Qanun No. 13/2003 tentang Perjudian (Maisir)

Sumber: Diolah dari berbagai sumber

 

Menanggapi tudingan ini, Amin memandang perlu diberi batasan tegas apa yang dimaksud dengan pelanggaran HAM. Menurut Amin, suatu tindakan dapat dipandang sebagai pelanggaran HAM apabila tindakan tersebut ditujukan kepada orang yang tidak bersalah.

 

Penerapan hukuman cambuk merupakan ganjaran bagi orang-orang yang terbukti bersalah dan sudah ada aturan mainnya. Jadi, bukan pelanggaran HAM, ujar Amin.

 

Amin menambahkan eksekusi hukuman cambuk juga tidak dilakukan secara keras, karena penerapan hukum cambuk dalam Islam tidak dimaksudkan untuk membuat si terhukum luka atau cacat secara fisik. Efek yang diharapkan, lanjutnya, justru lebih pada rasa malu sehingga membuat si terhukum menjadi jera.

 

Pasal 4 Peraturan Gubernur (Pergub) No. 10/2005 tentang Petunjuk Teknis dan Tata Cara Pelaksanaan Hukuman Cambuk menjelaskan hukuman cambuk dilaksanakan di tempat terbuka agar dapat disaksikan oleh orang banyak dengan dihadiri oleh jaksa dan dokter. Selanjutnya, pada ayat (3) pasal yang sama dijelaskan, jarak pencambuk dengan terhukum yakni 0,75-1 meter dengan wilayah pencambuk di punggung atau sekitar bahu sampai pinggul.

 

Bahkan, dalam hal hukuman potong tangan, selesai eksekusi si terhukum harus diberi perawatan agar lukanya tidak menjadi parah, kata Amin, seraya mencontohkan penerapan hukuman cambuk atau potong tangan di sejumlah negara lain yang juga menerapkan syariat Islam, seperti Malaysia dan Singapura.

                                                                  

Amin melanjutkan, penerapan hukuman cambuk juga dimaksudkan agar derita yang dirasakan si terhukum tidak dibawa untuk jangka waktu yang lama atau bahkan seumur hidup. Sebagai ilustrasi, Amin mencontohkan orang yang dipenjara selama 20 tahun, tentunya akan menderita selama 20 tahun, sementara orang yang dihukum cambuk akan merasakan penderitaan hanya pada saat eksekusi dilakukan.

 

Efektif

Walaupun masih terbilang dini untuk melakukan penilaian, Amin memandang penerapan hukuman cambuk di Provinsi NAD cukup efektif. Saya dengar dari Pjs. Gubernur Azwar Abubakar, penerapan hukuman cambuk cukup efektif karena setelah pelaksanaan hukuman cambuk, kejahatan di NAD relatif berkurang. Ini suatu hal yang positif, jelasnya.

 

Amin juga mengatakan penerapan syariat Islam di Provinsi NAD, termasuk hukuman cambuk, harus segera dievaluasi. Pemerintah daerah setempat, menurutnya, harus jeli dalam melakukan evaluasi sehingga hal-hal yang bersifat negatif dapat diperbaiki agar penerapan syariat Islam dapat berjalan lebih efektif.

 

Bahkan, menurut Amin, mungkin lingkup Mahkamah Syari'ah dapat dikembangkan pada bidang yang lain di luar Qanun yang sudah ada. Sejauh ini, sudah ada tiga Qanun yang mendasari yurisdiksi Mahkamah Syari'ah dalam lingkup hukum pidana, yakni Qanun No. 11/2003 tentang Minuman Keras (khamr), Qanun No. 13/2003 tentang Perjudian (maisir), dan Qanun No. 14/2003 tentang Perbuatan Mesum (khalwat).

 

Amin menjelaskan, dalam hukum Islam dikenal dua jenis tindak pidana, yakni Khudud dan Takhzir. Khudud yaitu jenis tindak pidana yang berikut ancaman hukumannya sudah ditentukan oleh syariat; takhzir yaitu jenis tindak pidana yang berikut ancaman hukumannya ditentukan oleh pemerintah atau pihak yang berwenang lainnya. Suatu tindak pidana yang tidak masuk dalam kategori khudud bisa saja dikembangkan menjadi tindak pidana takhzir, tambahnya.

Demikian penegasan ahli hukum syari'ah dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Amin Summah, ketika diminta komentarnya mengenai kritikan sejumlah kalangan terhadap penerapan hukuman cambuk di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

 

Pelaksanaan hukuman cambuk di Negeri Serambi Mekkah untuk sebagian kalangan merupakan langkah maju dalam rangka konkretisasi penerapan syariat Islam yang telah lama diperjuangkan oleh masyarakat Aceh. Namun, untuk sebagian kalangan lainnya, pelaksanaan hukuman cambuk justru dipandang kontraproduktif dengan upaya penegakkan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia.

 

Lembaga Studi dan Advokasi HAM (Elsam) sebagai salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang memiliki perhatian khusus terhadap kondisi penegakkan HAM di negeri ini, menentang keras penerapan hukuman cambuk tersebut. Elsam menilai penerapan hukuman cambuk merupakan langkah mundur dari penegakan HAM di Indonesia. 

 

Elsam memandang, hukuman cambuk merupakan hukuman yang masuk kategori tindakan yang kejam, tidak manusiawi, dan perbuatan yang merendahkan martabat manusia yang selama ini dilarang dan diatur dalam berbagai legislasi nasional maupun konvensi internasional yang berkaitan dengan HAM.

Tags: