Kasus BKSDA Bukti Lemahnya Mental Aparat
Berita

Kasus BKSDA Bukti Lemahnya Mental Aparat

Terungkapnya kasus penjualan kura-kura yang melibatkan aparat BKSDA semakin menandakan kelemahan dan kebobrokan moral pihak pemerintah terhadap upaya penegakan hukum di bidang konservasi sumber daya alam.

M-1
Bacaan 2 Menit
Kasus BKSDA Bukti Lemahnya Mental Aparat
Hukumonline

Ditambahkan oleh Rosek, ini menunjukkan kelemahan dan kebobrokan moral pemerintah terhadap upaya penegakan hukum di bidang konservasi SDA. Ia curiga adanya keterlibatan aparat dalam berbagai kasus penjualan satwa langka. Indikasi sederhananya menurut Rosek, di beberapa kota besar di Indonesia perdagangan satwa terjadi secara terbuka, namun hal itu terus saja berlangsung.

 

Ada pertanyaan besar mengapa ini terjadi. Apakah mereka tidak tahu ataukah tahu tapi mendiamkannya?, tutur Rosek. Menurut Rosek, seharusnya pihak Inspektorat Jenderal PHKA melakukan audit tuntas terhadap semua BKSDA yang ada di Indonesia.

 

Rosek menyesalkan penegakan hukum di bidang konservasi SDA baru berjalan di Jakarta dan itu pun masih dalam proses di pengadilan. Sejauh pengamatan Rosek, sampai saat ini belum ada sanksi pidana terhadap aparat yang terlibat dalam penjualan ataupun pembelian satwa lindung. Selama ini sebatas sanksi administratif internal, tidak ada sebuah proses hukum. Ini yang menyebabkan tidak ada efek jera. Kalau ada kasus pidananya, harusnya diproses secara hukum, ujar Rosek.

 

Menurut Rosek penegakan hukum bidang konservasi SDA saat ini masih bersifat sektoral. Contohnya, Dinas Perikanan mengklaim bahwa penanganan penyu laut menjadi wewenang mereka karena penyu ada di laut, sementara Departemen Kehutanan mengklaim itu kewenangan mereka karena penyu dilindungi, tandas Rosek. Menurut Rosek, tanggung jawab sebenarnya berada di Departemen Kehutanan, dalam hal ini Direktorat Jenderal PHKA.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam Departemen Kehutanan mendata ada 221 jenis satwa langka yang masuk dalam daftar satwa yang dilindungi, termasuk burung cendrawasih, kakatua kecil jambul kuning, dan nuri kepala hitam itu. Begitu juga dengan kura-kura jenis moncong babi asal Papua, harimau, dan buaya muara.

Satwa-satwa tersebut juga masuk dalam Apendiks 1 perjanjian Convention on International Trade in Endangered Species, (CITES) sebuah perjanjian mengenai pencegahan perdagangan satwa dan tumbuhan yang terancam punah secara internasional.

 

Ke depan, Rosek berharap kasus ini menjadi pelajaran dan refleksi bagi semua pihak bahwa kasus perdagangan ilegal satwa liar masih marak dan perlu perhatian serius dan menyeluruh dari pemerintah Indonesia. Perdagangan satwa itu sudah menjadi kasus nasional, tandas Rosek.

 

Alih-alih melindungi Sumber Daya Alam (SDA) sebagaimana tugas yang menjadi tanggung jawabnya,  Munifal Hamid, Kepala Seksi Konservasi Wilayah I dan Edi Sensudi, Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta pada Sekretariat Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), malah terlibat dalam penjualan satwa lindung. Keduanya kini tengah menjadi terdakwa dan menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Kasus tersebut bermula dari tindakan Muniful dan Edi yang menggerebek toko hewan Widya di Kelapa Gading, Jakarta Timur. Dalam menjalankan operasi, mereka dilengkapi dengan surat penggerebegan dan penyitaan resmi dari BKSDA Jakarta. Toko hewan itu digerebek karena menjual kura-kura langka.

Berdalih sebagai operasi perlindungan satwa langka, operasi itu ternyata akal-akalan petugas yang ingin memeras pemilik toko. Setelah operasi itu, petugas memang membawa barang sitaan ke Kantor BKSDA. Akan tetapi hewan itu ternyata dijual kembali kepada seorang pembeli.

Kasus yang melibatkan aparat BKSDA tersebut menurut Direktur Profauna Internasional Rosek Nursahid sangat memalukan. Menurutnya, terungkapnya kasus tersebut sebagai bagian kecil dari sebagai fenomena gunung es yang belum terungkap. Saya yakin bahwa kasus korupsi dan perdagangan satwa terjadi di banyak tempat, ujar Rosek.

Halaman Selanjutnya:
Tags: