Memungut Royalti Lagu, Hak Siapa?
Berita

Memungut Royalti Lagu, Hak Siapa?

Penentuan siapa yang boleh memungut royalti harus diperjelas dalam revisi UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Oleh:
CRZ
Bacaan 2 Menit
Memungut Royalti Lagu, Hak Siapa?
Hukumonline

 

Namun, menurut Licensing Manager YKCI Heru C. Triotomo bahwa eksistensi YKCI telah diakui sebagai suatu lembaga collecting society sejak awal berdirinya dan hingga kini telah memiliki anggota lokal yang mencapai lebih dari 2300 orang. Ini masih ditambah lagi dengan keanggotaan YKCI Confederation of Societies of Authors and Composers, sehingga keanggotaan YKCI dari luar mencapai dua juta orang, ujar Heru.  

 

Dalam sistem keanggotaan, dijelaskan Heru, YKCI menggunakan sistem personal sukarela dan bukan diwakilkan dalam bentuk perkumpulan. Sehingga hubungan hukum yang terjadi adalah bersifat keperdataan. Selain itu, menurutnya selama menjadi anggota dan telah memberikan kuasa kepada YKCI untuk menarik royalti, pencipta lagu tidak bisa berhubungan dengan lembaga sejenis untuk menarik royaltinya. Ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya pemungutan royalti ganda ke satu tempat oleh dua lembaga collecting society atas suatu ciptaan yang sama, ujarnya.

 

YKCI bekerja atas dasar pemberian kuasa dalam bentuk perjanjian dari pencipta lagu yang menjadi anggota YKCI dimana pemberian kuasa tersebut dimaksudkan untuk menarik royalti dari pengguna. Sehingga sudah pasti YKCI tidak akan memungut royalti dari pencipta lagu yang bukan merupakan anggota YKCI, tukas Heru.

 

Berdasarkan catatan hukumonline, pengakuan Pemerintah terhadap YKCI sebagai collecting society secara tak langsung tergambar dari Perjanjian Kerjasama Antara Direktorat Hak Cipta, Paten dan Merek Ditjen HKI dengan YKCI pada 23 September 1998. Kala itu, YKCI diwakili oleh Rinto Harahap, sedangkan Ditjen HKI diwakili S. Kayatmo. YKCI merupakan badan administrasi kolektif untuk mengurus performing rights suatu karya cipta lagu yang didirikan berdasarkan Akta Notaris No. 42 tertanggal 12 Juni 1990.

 

Pengamat HKI Insan Budi Maulana berpendapat bahwa sebenarnya tidak ada kewajiban dalam undang-undang yang mengharuskan para pencipta lagu bergabung ke YKCI. Namun, dalam pandangan Pakar HKI tersebut sebaiknya untuk mempermudah dalam memungut royalti disarankan kepada para pencipta lagu tidak melakukannya secara sendiri tetapi bergabung dengan lembaga collecting society seperti YKCI. Ini dimaksudkan untuk mengefisienkan waktu dan tenaga dari pencipta lagu juga, ujarnya.

 

Saat ditanyakan apakah perlu dibentuk suatu lembaga collecting society selain YKCI di Indonesia, baik Heru maupun Insan berpendapat bahwa sebaiknya perlu ada lembaga lain sejenis YKCI dalam memungut royalti. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan sistem pasar dan persaingan yang sehat, ujar Heru lagi.

 

Insan memberikan contoh di Amerika setidaknya ada tiga lembaga yang melakukan tindakan collecting management, namun perlu diperhatikan efektif atau tidaknya lembaga collecting society selain YKCI. Bisa terjadi seorang pencipta lagu terdaftar dilebih dari satu keanggotaan collection society, sehingga perlu dipertimbangkan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam memungut royalti, tegas konsultan hukum senior tersebut.

 

Terkait dengan pungutan royalti, ASIRI sudah pernah melayangkan somasi kepada YKCI. Wakil Ketua Asosiasi itu, Arnel Effendi mengklaim pihaknya yang paling berwenang memungut royalti atas hak cipta lagu. Sebaliknya, YKCI mempertanyakan dalil hukum yang dipakai untuk melegitimasi klaim ASIRI.

 

Untuk menangani konflik kewenangan memungut royalti ini, Dirjen HKI Abdul Bari Azed memberikan pandangan yang moderat dengan cara melakukan pembenahan terhadap lembaga collecting society melalui perubahan regulasi yang mengatur secara lebih khusus keberadaan lembaga tersebut.

 

Abdul Bari juga mengatakan bahwa peran KCI tetap dapat dipertahankan sepanjang lembaga collecting society belum terbentuk.  Sehingga sah-sah saja YKCI melakukan pungutan royalti. Hanya saja kewenangan KCI tersebut dan besar penghitungan royaltinya harus tertuang jelas kepada kesepakatan perdata antara pencipta (yang diwakili oleh YKCI) dengan pengguna sesuai dengan pasal 45 ayat 4 UU Hak Cipta, tambah Abdul Bari Azed.

 

Ambiguitas mengenai lembaga mana yang berhak menjadi collecting society yang diakui secara de facto dan de jure di Indonesia terus menjadi perdebatan. Tidak hanya di kalangan umum bahkan kini bahkan telah sampai ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

 

Awal Desember lalu, DPR mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum yang dihadiri antara lain Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI), Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) dan Bareskrim Mabes Polri. Dalam RDPU tersebut ASIRI dan YKCI saling mengklaim sebagai pihak yang paling berhak memungut royalti atas karya cipta lagu.

 

Menurut Konsultan HKI Belinda Rosalina, salah satu sebab terjadinya masalah dalam pemungutan royalti seperti yang terjadi saat ini adalah karena tumpang tindih antara lembaga yang memungut royalti suatu lagi. Kondisi ini menimbulkan efek berantai sehingga yang paling diugikan pada akhirnya adalah user karena harus membayar royalti lebih dari satu kali untuk satu karya cipta lagu, ujar partner dari Amroos & Partners Law Firm itu.

 

Selain itu, tandas Belinda, lembaga collecting society belum tegas diatur dalam UU No. 14 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Kondisi ini menimbulkan banyak penafsiran mengenai siapa yang berhak memungut royalti, tegasnya.

 

Selama ini, yang banyak dikenal masyarakat adalah YKCI. Tetapi Yayasan ini belum sepenuhnya bisa menjalankan fungsi sebagai collecting society. Masih ada perdebatan mengenai keabsahan wewenang YKCI memungut royalti. Dalam bukunya Perjanjian Lisensi Hak Cipta Musik Dalam Pembuatan Rekaman (2005), Rooseno Harjowodigdo juga mengakui izin memungut royalti menjadi hambatan bagi YKCI dalam menjalankan tugas. Kalau izin itu secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang, dan dengan melibatkan aparat pemerintah, papar Rooseno, pengelolaan performing rights akan lebih gampang.

Tags: