Seputar Gagasan Menghapus Putusan Serta Merta
Fokus

Seputar Gagasan Menghapus Putusan Serta Merta

Ketua MA Bagir Manan meminta para hakim untuk tidak gegabah membuat putusan serta merta karena putusan serta merta lebih banyak membawa masalah daripada manfaat.

Oleh:
CRQ/M-3
Bacaan 2 Menit
Seputar Gagasan Menghapus Putusan Serta Merta
Hukumonline

 

Pasal 18 ayat (1) HIR dan 191 ayat (1) RBG menjelaskan  syarat-syarat yang harus dipenuhi hakim dapat menjatuhkan putusan serta merta, adalah gugatan didasarkan atas suatu alas hak yang berbentuk akta otentik, gugatan didasarkan atas akta di bawah tangan yang diakui, dan putusan serta merta yang didasarkan pada putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

 

Adapun Pasal 54-57 Rv pengaturannya lebih luas. Pasal 54 mengatur syarat-syarat pengabulan dan pemberian jaminan atas pelaksanaan putusan tersebut. Pasal 55 mengatur kebolehan pelaksanaan putusan yang dijalankan lebih dahulu tanpa jaminan tertentu. Sedangkan Pasal 56 Rv memberi hak mengajukan putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu pada tingkat banding.

 

Sementara itu, dalam SEMA No. 3 Tahun 2000 ada tiga poin penting yang diatur. Pertama, para hakim harus betul-betul dan sungguh-sungguh dalam mempertimbangkan dan memperhatikan serta mentaati syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum mengabulkan putusan serta merta. Kedua, tentang keadaan-keadaan tertentu dapat dijatuhkannya putusan serta merta. Selain keadaan yang sudah diatur Pasal 18 ayat (1) dan 191 ayat (1) RBG, keadaan tertentu yang dimaksud adalah gugatan tentang hutang-piutang yang jumlahnya sudah pasti dan tidak dibantah. Juga gugatan tentang sewa-menyewa tanah, rumah, gedung dan lain-lain, dimana hubungan sewa-menyewa sudah habis, atau penyewa terbukti melalaikan kewajibannya sebagai Penyewa yang beritikad baik. Demikian pula  dikabulkannya gugatan provisi serta pokok sengketa mengenai bezitsrecht.

 

Ketiga, tentang adanya pemberian jaminan yang nilainya sama dengan nilai barang/obyek eksekusi, sehingga tidak menimbulkan kerugian pada pihak lain, apabila ternyata dikemudian hari dijatuhkan putusan yang membatalkan putusan Pengadilan Tingkat Pertama.

 

Adapun poin penting SEMA No. 4 Tahun 2001, selain penegasan kembali mengenai jaminan dalam SEMA terdahulu. SEMA ini menyatakan bahwa tidak boleh ada putusan serta merta tanpa adanya jaminan yang sama nilainya dengan nilai barang.

 

Advokat Amir Syamsudin ketika dihubungi hukumonline berpendapat bahwa hakim tak bisa sepenuhnya dilarang untuk mengeluarkan putusan serta merta. Tergantung pada hakim. Kalau hakim memutuskan putusan serta merta sebagaimana mestinya, tentunya itu tidak bisa dihalangi, karena hukum acara memperkenankan adanya putusan serta merta, ujarnya. Dia mencontohkan perwalian seorang anak yang harus segera dilakukan, karena anak itu berada di bawah kekuasaan ibu atau ayah yang secara moral tidak bisa dipertanggungjawabkan.

 

Amir menilai bahwa putusan serta merta tidak bisa dihapus, kerana putusan serta merta itu merupakan lembaga yang sudah baku dalam hukum acara. Putusan serta merta itu perlu asal digunakan dengan patut dan layak, tambahnya. Amir merasa tidak tepat jika lembaga putusan serta merta dihapuskan.

 

Amir menganggap bahwa pernyataan Bagir Manan ini bertujuan untuk membatasi para hakim yang berkualitas buruk agar tidak menjatuhkan putusan serta merta secara sembrono. Namun, kualitas hakim yang buruk tidak dapat dijadikan alasan untuk menghapuskan lembaga putusan serta merta ini.

 

Permohonan putusan serta merta lazimnya diajukan oleh penggugat melalui pengacaranya, jelas Amir, dimaksudkan agar menghentikan untuk sementara suatu keadaan yang lebih merugikan kalau diteruskan.  Misalnya sengketa tanah antara pemilik modal dengan ahli waris yang secara ekonomi lemah. Si pemodal mengajukan permohonan ke pengadilan agar tanah dikosongkan. Atas kasus ini hakim lantas menjatuhkan putusan serta. Putusan serta merta seperti ini yang tidak boleh, imbuhnya.

 

Alasannya, jika sudah dikosongkan kemudian dibangun sebuah bangunan, sedangkan putusan akhir berbeda, maka akan sulit untuk memulihkan kepada keadaan semula.

 

Sementara itu, pengacara lain Sholeh Amin saat dimintai pendapat mengenai putusan serta merta, mengatakan bahwa pada dasarnya putusan serta merta dapat dijatuhkan dengan dua syarat. Pertama dilakukan dengan cermat dan kehati-hatian yang tinggi dari hakim. Kedua terhadap kasus yang tidak membutuhkan perdebatan terhadap konstruksi kasusnya. Misalnya, jika ada seseorang yang jelas-jelas tidak membayar hutang, sedangkan berdasarkan kontrak dia wajib untuk membayar, lantas Pengadilan Negeri memutuskan orang tersebut wajib membayar, maka Pengadilan Tinggi dan MA akan memutuskan hal serupa terhadap kewajiban untuk membayar hutang. Tidak mungkin akan ada putusan yang lain, imbuhnya.

 

Lebih lanjut Amin mengatakan bahwa dia tidak sependapat kalau putusan serta merta dihilangkan. Menurutnya putusan serta merta dapat dijatuhkan oleh hakim asal memenuhi 2 syarat di atas.

 

Ketika ditanya apakah Amin pernah mengajukan permohonan kepada hakim agar menjatuhkan putusan serta merta, dia menjawab Ya. Alasan utama Amin mengajukan permohonan tersebut karena Tergugat telah nyata harus melaksanakan kewajibannya.

 

Pertimbangan lain bagi Amin dalam mengajukan permohonan serta merta karena peradilan perdata di Indonesia lama, padahal Penggugat ingin putusan dilaksanakan cepat. Dia mengandaikan jika ada orang menempati rumah sewa tapi dia belum membayar atas harga sewa rumah tersebut selama 3 tahun misalnya, atau jika ada seseorang tidak membayar angsuran mobil selama 1 tahun misalnya, sedangkan orang tersebut sudah mengakui di pengadilan bahwa dia belum membayar harga sewa atau angsuran mobil. Dalam hal seperti itu, Amin akan mengajukan permohonan kepada hakim agar menjatuhkan putusan serta merta. Sebab tidak mungkin bagi Penggugat untuk menunggu putusan dari Pengadilan Tinggi atau MA, yang putusannya bisa 4 sampai 5 tahun. keburu mobilnya hancur, selorohnya.

 

Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Andi Samson Ngaro saat dihubungi hukumonline terkait dengan pernyataan Bagir Manan di atas mengatakan pernyataan itu dilatarbelakangi oleh banyaknya putusan serta merta yang tidak bisa dilaksanakan, karena jaminan yang diberikan oleh Pemohon eksekusi nilainya tidak setara/sesuai dengan nilai obyek eksekusi.

 

Andi yang juga hadir dalam acara pelantikan hakim tinggi tersebut menjelaskan, sebelum Bagir melontarkan pernyataan itu, Bagir menjelaskan betapa banyak putusan yang tidak bisa dilaksanakan, bahkan bermasalah.

 

Andi sendiri saat menjadi hakim di Balikpapan pernah menjatuhkan putusan serta merta. Saat itu kasus yang ia tangani adalah kasus kredit macet antara Bank BUMN sebagai Penggugat dengan Debitur yang melakukan wanprestasi. Alasan Andi memutuskan kasus tersebut dengan putusan serta merta karena ada perjanjian yang sudah diakui oleh Debitur, jumlah kredit yang harus dibayar dan keadaan wanprestai itu sudah diakui oleh Debitur. Juga sudah ada putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa Penggugat berhak atas obyek sengketa. Adapun eksepsional/urgensi putusan serta merta atas kasus tersebut karena adanya keuangan Negara yang harus dikembalikan untuk kemanfaatan masyarakat.

 

Mengenai kemungkinan lembaga putusan serta merta dihapus, secara pribadi Andi mengatakan tidak setuju jika putusan serta merta dihapus, sebab putusan serta merta masih diperlukan sebagai solusi untuk memulihkan hak secara cepat, tepat dan berkeadilan. Namun hakim dalam memutuskan serta merta harus cermat dalam melihat syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang, memperhatikan SEMA yang berkaitan dengan putusan serta merta dan sifat eksepsionalnya.

 

Advokat senior Adnan Buyung pun menyatakan ketidaksetujuannya terhadap gagasan Bagir. Jika ada yang salah dengan putusan serta merta yang harus diperbaiki adalah pelaksanaannya, bukan hukumnya sendiri.

 

Bagir Manan mengungkapkan permintaan itu pada acara pelantikan lima kepala pengadilan tinggi di Gedung MA, Jl Merdeka Utara, Jakarta, Selasa (26/3). Menurutnya putusan ini sering menimbulkan masalah karena bisa jadi putusan bandingnya berkebalikan dengan putusan tingkat pertama. Ini justeru jadi bumerang bagi pengadilan karena nantinya pengadilan yang disalahkan, imbuhnya.

 

Menurut Bagir, permintaan ini sudah sering diajukan ke pengadilan. Bahkan aturan mengenai putusan serta merta sudah beberapa kali dikeluarkan dalam bentuk Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA). Juga disinggung dalam Buku Kedua dari buku pdoman MA. Sekarang diputuskan saja bahwa untuk sementara waktu hakim jangan dulu  mengeluarkan putusan serta merta, tandas Bagir.

 

Putusan serta merta sebenarnya terjemahan dari bahasa uitvoerbaar bij voorraad yang definisinya adalah putusan yang dapat dilaksanakan serta merta. Artinya,  putusan yang dijatuhkan dapat langsung dilaksanakan eksekusinya, meskipun putusan tersebut belum memperoleh kekuatan hukum tetap.

 

Pada dasarnya putusan serta merta tidak dapat dilaksanakan kecuali dalam keadaan exceptional. Dasar hukum atas larangan tersebut adalah Pasal 180 ayat (1) HIR, Pasal 191 ayat (1) RBG, Rv Pasal 54–57, dan SEMA  No. 3 tahun 2000 tentang Putusan Serta Merta (Uitvoerbaar bij voorraad) dan Provisionil, serta SEMA No. 4 tahun 2001 tentang Permasalahan Putusan Serta Merta dan Provisionil.

Halaman Selanjutnya:
Tags: