Lebih lanjut Nurhadi juga menjelaskan sesuai Pasal 6 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), orang yang paling mengetahui baik buruknya prajurit adalah atasan yang berwenang menghukum (ankum) dan perwira penyerah perkara. Jadi, layak atau tidaknya seorang prajurit dihukum tergantung komandannya, tambah Nurhadi.
Oleh pengadilan tingkat banding, kesebelas terdakwa dianggap telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perampasan kemerdekaan terhadap 9 orang aktivis pro demokrasi 1997/1998. Perbuatan itu dilakukan baik secara bersama atau sendiri-sendiri oleh para terdakwa, dengan cara membawa pergi korban dari tempat kediaman atau tempat tinggalnya sementara, dengan maksud menempatkan korban dalam keadaan sengsara secara melawan hukum.
Haris Azhar, Kepala Divisi Pemantauan Impunitas dan Reformasi Institusi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyayangkan isi putusan Mahmilti.
Pengadilan militer tingkat banding telah memberikan putusan yang bersifat impunitas, artinya dia mengurangi upaya penghukuman yang layak terhadap pelaku pelanggaran HAM berat berupa pengurangan sanksi dari pemecatan menjadi penambahan masa hukuman saja, keluh Haris.
Menurut Haris, hal ini juga menujukan adanya kesalahan besar dalam sistem informasi pengadilan. Pengadilan militer itu mengadili secara quasi terbuka. Dibilang terbuka, tetapi tidak pernah memberi informasi kepada korban dan masyarakat, cetusnya.
Lebih lanjut Haris mengungkapkan, adanya putusan ini semakin mengukuhkan upaya untuk mendorong hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM untuk ditindaklanjuti menjadi sebuah penyidikan, penuntutan dan pengadilan. Sebab selama ini, penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM selalu ditolak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Kejaksaan Agung.
Sebab, selain telah gagal menghukum, pengadilan juga tidak dapat memberikan keterangan mengenai keberadaan korban yang masih hilang. Hal ini juga untuk mencegah berulangnya penghilangan orang. Selain itu, lebih jauh lagi, hal ini semakin menunjukan titik terang bahwa reformasi terhadap pengadilan militer yang tertutup dan otokratif perlu segera dilakukan, ungkap Haris.
Teka teki proses hukum para terdakwa anggota Tim Mawar Kopassus yang terlibat penculikan aktivis terjawab sudah. Mahkamah Agung (MA) membuka informasi yang diminta oleh keluarga korban dan KontraS. MA sengaja mengeluarkan pernyataan resmi untuk menjawab teka-teki yang beberapa hari terakhir berkembang.
Kepala Humas MA Nurhadi mengatakan proses hukum perkara tersebut telah selesai dan berkekuatan hukum tetap pada tahun 2000. Selain itu, para terdakwa yang umumnya perwira militer itu sudah menjalani hukuman sesuai vonis pengadilan. Putusan (pengadilan tingkat banding) Mahkamah Militer Agung pada 24 Oktober 2000 telah menerima permohonan banding yang diajukan oleh seluruh terdakwa dan memperbaiki putusan (tingkat pertama) Mahkamah Militer Tinggi II Jakarta sekedar mengenai pidananya, jelas Nurhadi.
Terdakwa | Putusan Mahkamah Militer Tinggi II Jakarta no. PUT.25-16/K-AD/MMT-II/IV/1999 | Putusan Mahkamah Militer Agung tanggal 24 Oktober 2000 |
� Mayor Infanteri (Inf). Bambang Kristiono | Pidana penjara 22 bulan/dipecat | Pidana penjara 22 bulan/dipecat |
� Kapten Infanteri (Inf). Fausani Syahrial Multhazar, jabatan kini Komandan Komando Distrik Militer (Kodim) 0719 Jepara | Pidana penjara 20 bulan/dipecat | Pidana penjara 3 tahun |
� Kapten Inf. Nugroho Sulistyo � Kapten Inf. Yulius Stefanus � Kapten Inf. Untung Budi Harto, jabatan kini Komandan Kodim 1504 Ambon | Masing-masing pidana penjara 20 bulan/dipecat | Masing-masing pidana penjara 2 tahun 10 bulan |
� Kapten Inf. Dadang Hendra Yuda, jabatan kini Komandan Kodim 0801 Pacitan � Kapten Inf. Djaka Budi Utama, jabatan kini Komandan Yon Infanteri 115 Macan Leuser | Masing-masing pidana penjara 16 bulan
| |
� Kapten Inf. Fauka Noor Farid � Serka Sunaryo � Serka Sigit Sugianto � Sertu Sukadi
| Masing-masing 1 tahun penjara
|
Dalam pertimbangannya, majelis hakim tingkat banding yang diketuai oleh Brigjen Imron Anwari, menganggap bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa Bambang Kristiono, selaku Komandan Yon 42 Grup 4 Komando Pasukan Khusus (Kopasus) tidak pantas dilakukan. Sebab, yang bersangkutan adalah komandan dan merupakan panutan bagi terdakwa lainnya, yang notabene adalah bawahannya. Sehingga terdakwa sepantasnya tidak melakukan hal-hal yang melanggar hukum.
Penculikan itu dilakukan atas inisiatif dia (Bambang Kristiono) sendiri untuk mengkoordinir penangkapan melalui grupnya yang ia beri nama Tim Mawar. Bambang adalah komandan, harus diartikan bahwa dirinya yang bertanggung jawab penuh terhadap anak buahnya dan seharusnya dia menjadi panutan bagi yang lain, beber Nurhadi.