Saham BFI Tidak Dapat Dieksekusi
Utama

Saham BFI Tidak Dapat Dieksekusi

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menetapkan saham BFI tidak bisa dieksekusi. Penetapan bertentangan dengan putusan PK Mahkamah Agung yang menyatakan saham itu harus dikembalikan ke Aryaputra Teguharta.

Oleh:
Sut
Bacaan 2 Menit
Saham BFI Tidak Dapat Dieksekusi
Hukumonline

 

Sekedar mengingatkan, MA telah memutus dua perkara yang bertentangan meski objeknya sama, yakni sengketa gadai saham BFI. Dalam perkara gugatan Ongko Multicorpora (OM) terhadap BFI yang diputus 19 Juli 2007, hakim PK yang dipimpin German Hoediarto menolak permohonan PK OM. Hakim menyatakan eksekusi saham OM oleh BFI kepada para krediturnya sah. Selain itu, hakim juga menilai bahwa gadai tetap melekat pada piutangnya.

 

Sedangkan perkara PK dalam perkara APT melawan BFI yang diputus pada 20 Februari 2007, MA mengabulkan sebagian gugatan APT. Majelis hakim PK yang diketuai Abdul Kadir Mappong menilai perjanjian gadai saham antara APT dan BFI gugur. Untuk itu, hakim memerintahkan BFI serta direksinya mengembalikan saham pada APT.

 

Hakim beralasannya, jual beli saham tersebut tidak sah dan perjanjiannya telah lewat. Selain itu, tindakan BFI yang menjual saham BFI di bawah tangan untuk melunasi utang mereka juga dinilai salah oleh hakim. Namun demikian, saham yang telah dialihkan kepada kreditur lainnya seperti JP Morgan, Royal Bank of Scotland, serta Ernst & Young, menurut hakim, tidak perlu dikembalikan.

 

Perkara ini sendiri berawal dari penjualan saham OM dan APT pada BFI. Kedua perusahaan itu menggugat BFI pada 2003 dan 2004. Gugatan dilayangkan karena BFI dinilai melakukan perbuatan hukum dengan menjual saham. Dalam petitumnya, kedua perusahaan yang pernah terafiliasi dengan BFI itu meminta pengadilan menggugurkan perjanjian gadai, dan penjualan saham oleh BFI.

 

Objeknya masih Ada

Terbitnya penetapan ketua PN Jakarta Pusat ini membuat berang kuasa hukum APT, Lucas. Menurut advokat yang mengaku belum mendapatkan salinan penetapan itu, pihaknya segera mengajukan protes terhadap penetapan itu ke MA. Eksekusi itu tidak bisa dilaksanakan kalau objeknya sudah tidak ada. Sedangkan objek eksekusinya masih ada, tegas dia.

 

Menurut pendiri sekaligus pemilik Lucas & Partners itu, saham BFI masih tercatat di bursa. Hanya saja, karena saham itu sudah tersebar di publik, maka sulit untuk mengetahui siapa saja pemegang sahamnya saat ini. Yang jelas, kata dia, saham milik APT itu terakhir dipegang oleh direksi BFI sendiri. Tergugat harusnya yang mengembalikan. Kalau tergugat tidak bisa mengembalikan, maka direksi dan komisarisnya bisa dijadikan tersangka karena penggelapan, tuturnya.

 

Kabarnya, kata Lucas, direksi APT kembali melaporkan direksi dan komisaris BFI ke Mabes Polri dengan alasan penggelapan. Sebetulnya, laporan penggelapan ini sudah pernah dilayangkan pihak APT dan OM pada 2003. Namun, dalam perjalanannya polisi mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Direksi BFI sendiri belum mengetahui kalau pihaknya kembali dilaporkan ke polisi. Penggelapan dimana? Jelas-jelas mereka (APT dan OM, red) tahu sahamnya telah dijual. Itupun atas persetujuan mereka juga, kata Henry.

 

Lucas mengatakan, PK MA jelas memutuskan supaya BFI mengembalikan saham kepada kliennya. Namun, BFI sendiri hingga saat ini juga tidak mau menyerahkan sahamnya kepada APT. Kalau sudah diputus tapi tidak dikembalikan, itu kan namanya maling, cetusnya.

 

Penetapan itu, kata dia, jelas melanggar hukum, karena tidak ada kekuatan hukumnya.  Saya akan tuntut yang mengeluarkan penetapan. Enak aja suatu putusan MA dianulir dengan suatu penetapan yang mengatakan tidak bisa dilaksanakan. Copot saja orang yang mengeluarkan penetapan itu, gerutunya.

 

Lucas juga mempertanyakan alasan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) yang tidak mau menindaklanjuti perkara perdata ini. Ia malah menuding ada oknum Bapepam-LK yang sengaja ingin melindungi BFI.

 

Buktinya, kata Lucas, surat permohonan agar direksi BFI tidak melakukan aksi korporasi yang selama ini dipintanya tidak pernah dijawab Bapepam-LK. Telah terjadi pembiaran oleh pejabat-pejabat Bapepam-LK. Kalau laporan polisi berjalan, saya duga ada yang terlibat di Bapepam-LK, ujarnya. Untuk itu, dia memohon kepada Menteri Keuangan (Menkeu) untuk memeriksa ketua Bapepam-LK beserta jajarannya.

 

Sebenarnya, PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) pernah beberapa kali melakukan penghentian sementara perdagangan (suspend) saham BFI di bursa. Suspend ini terkait dengan kisruh gadai saham yang terjadi di perusahaan pembiayaan itu. Terakhir BEJ mensuspend saham BFI tanggal 20 September 2007, setelah keluarnya dua putusan PK MA tadi. Hanya saja, suspend kembali dicabut BEJ satu hari setelah pernyataan suspend tersebut. Pencabutan itu dilakukan karena pihak BFI dan kuasa hukumnya telah melakukan paparan publik kepada BEJ pada 21 September.

 

Sepenuhnya Kewenangan PN

Terhadap penetapan PN Jakarta Pusat, Wakil Ketua MA Bidang Yudisial, Mariana Sutadi menyerahkan sepenuhnya kepada PN yang bersangkutan. Pasalnya, kata dia, di dalam HIR jelas disebutkan bahwa eksekusi yang telah bekuatan hukum tetap dilakukan oleh panitera di bawah pimpinan ketua PN. Jadi, MA tidak terlibat lagi setelah penetapan itu, ujar Mariana kepada Hukumonline usai menjadi pembicara dalam seminar Undang-Undang Perseoran Terbatas, di Hotel Nikko, Jakarta, Rabu (28/11).

 

Mariana juga sempat mengomentari tentang majelis hakim yang memeriksa perkara itu dari awal hingga PK. Menurut dia, karena objeknya sama, seharusnya dari awal para pihak yang bersengketa meminta kepada PN atau MA agar perkara itu ditangani oleh satu orang majelis yang sama. Dua perkara itu sebetulnya tidak boleh diperiksa oleh hakim yang sama. Itu ada prosedurnya, jelas hakim senior ini.

Pupus sudah harapan direksi dan komisaris PT Aryaputra Teguharta (APT). Upaya mereka untuk merebut kembali sahamnya di PT BFI Finance Indonesia, Tbk (BFI) kadas di akhir cerita.

 

Kepastian ini diperoleh setelah Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan eksekusi saham terhadap putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) No. 240/PK/Pdt/2006 (Perkara antara BFI melawan APT) tidak dapat dilaksanakan alias non eksekutable. Pernyataan itu tertuang dalam penetapan No. 079/2007 EKS tertanggal 10 Oktober 2007. Tidak dapat dieksekusinya saham APT di BFI dikarenakan saham-saham tersebut sudah tidak lagi dikuasai oleh BFI.

 

Menurut Kuasa hukum BFI Anthony LP Hutapea, saham-saham milik APT itu sudah dialihkan kepada pihak ketiga, yakni para kreditur BFI. Pengalihan itu dilaksanakan setelah Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang dimohonkan oleh BFI. Berdasarkan perjanjian perdamaian yang dibuat BFI bersama kreditur yang disahkan pada 19 Desember 2000 oleh Pengadilan Niaga, BFI mengalihkan saham milik APT dan OM kepada Law Debenture Trust (LDT).

 

LDT bertindak sebagai trustee (wali amanat) dan bertugas menyebarkan saham BFI kepada para krediturnya lewat berbagai perjanjian pada Februari 2001. Setelah eksekusi selesai BFI mengeluarkan surat lunas kepada OM. Waktu itu ada dugaan saham yang diedarkan oleh LDT juga dijual kepada direksi BFI.

 

Direktur BFI Cornellius Henry Kho menyambut positif penetapan itu. Penetapan itu cukup fair, sebab kita memang di pihak yang benar. Sekarang bagaimana mau dieksekusi? Sahamnya sendiri sudah dialihkan kepada pihak lain atas persetujuan mereka (APT, red) juga, ujar Henry kepada Hukumonline, Rabu (28/11).

Tags: