Setumpuk PR Pimpinan KPK Jilid II
Oleh: Firdaus Arifin *)

Setumpuk PR Pimpinan KPK Jilid II

Praktek tebang pilih harus segera dihentikan. Tindakan tegas terhadap koruptor tanpa pandang bulu mutlak diperlukan.

Bacaan 2 Menit
Setumpuk PR Pimpinan KPK Jilid II
Hukumonline

 

Kedua, segera menyelesaikan sejumlah tunggakan kasus korupsi dan kasus-kasus berindikasi korupsi yang melibatkan sejumlah pejabat tinggi di negeri ini, seperti, kasus aliran dana nonbudgeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), kasus aliran dana Bank Indonesia (BI) ke sejumlah aparat penegak hukum dan kalangan DPR, kasus pengadaan alat pemadam kebakaran di sejumlah daerah dan kasus korupsi yang dilakukan oleh militer. Hal ini dikarenakan dalam waktu dekat, korupsi di tubuh militer akan menjadi kompetensi peradilan umum, untuk itu KPK bisa berperan aktif mengambil alih kasus korupsi yang terjadi di tubuh militer. Selain itu, pimpinan KPK Jilid II perlu segera menindak-lanjuti hasil temuan terbaru dari Tim Penertiban Rekening Pemerintah (TPRP) Departemen Keuangan (Depkeu) mengenai adanya sejumlah rekening liar di lembaga departemen dengan nilai total mencapai Rp1,097 triliun dan USD 100.000 yang dirilis pada awal desember lalu (17/12).

 

Ketiga, segera menindaklanjuti dan menyelesaikan berbagai laporan/pengaduan masyarakat mengenai perkara korupsi yang proses penanganannya mengalami penundaan. Perlu diketahui, berdasarkan data yang dirilis oleh KPK pada awal desember lalu, sampai dengan akhir tahun 2007 ini, total laporan masyarakat yang masuk kepada KPK tercatat menginjak angka sebanyak 16.521 laporan. Namun, ternyata tidak semua dari laporan tersebut, berhasil secara tuntas ditindak-lanjuti oleh pimpinan KPK Jilid I. Alasannya, sebagian laporan tidak berindikasi korupsi atau tidak disertai dengan bukti-bukti materiil yang cukup. KPK Jilid I hanya mampu menindak-lanjuti laporan yang berindikasikan korupsi sebanyak 241 perkara atau 1,46% dari total laporan masyarakat yang masuk. Oleh karenanya, pimpinan KPK Jilid II nantinya diharapkan dapat meningkatkan kinerja KPK dalam menindak-lanjuti laporan masyarakat atas perkara korupsi dan dapat bertindak secara lebih pro aktif dalam melakukan penyelidikan guna mengungkap kasus korupsi. Dengan kata lain, sikap pasif KPK yang baru bertindak setelah adanya laporan dari masyarakat sudah harus ditinggalkan mulai detik ini oleh Pimpinan KPK Jilid II.

 

Keempat, mengoptimalkan kembali tugas koordinasi dan supervisi KPK dengan aparat penegak hukum lainnya (kejaksaan dan kepolisian) di daerah. Seperti kita ketahui, salah satu tugas KPK, menurut ketentuan Pasal 6 huruf b Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, adalah melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan korupsi. Berkaitan dengan pelaksanaan tugas supervisi tersebut, KPK dapat mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh Kepolisian atau kejaksaan.

 

Namun, selama ini, di bawah kepemimpinan KPK Jilid I kewenangan tersebut tidak dapat berjalan secara maksimal. Tidak maksimalnya pelaksanaan supervisi KPK untuk penanganan pemberantasan tindak pidana korupsi itu terjadi karena keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM). Semua SDM KPK berada di pusat atau Jakarta, sehingga cukup menghambat kerja-kerja supervisi KPK untuk pemberantasan tindak pidana korupsi di daerah. Selain itu, wilayah Indonesia yang begitu luas juga membuat pelaksanaan supervisi KPK terhadap penanganan tindak pidana korupsi di daerah dipastikan bakal mengalami hambatan-hambatan struktural dan teknis. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan optimalisasi tugas supervisi KPK, pimpinan KPK Jilid II perlu secara tegas menggunakan kewenangannya untuk mengambil alih kasus-kasus korupsi yang ditangani secara berlarut-larut oleh Kejaksaan dan Kepolisian.

 

Kelima, segera merealisasikan pembentukan perwakilan KPK di setiap daerah. Perlunya pembentukan perwakilan KPK daerah ini secara yuridis memiliki pijakkan hukum yang cukup kuat, sebagaimana diamanatkan Pasal 19 ayat (2) UU No. 30/2002 tentang KPK. Dalam Pasal 19 ayat (2) ditegaskan, KPK dapat membentuk perwakilan di daerah ibukota provinsi." Dengan dasar hukum ini, Pemerintah Daerah bisa membentuk KPK daerah. Pembentukan KPK di daerah oleh pimpinan KPK jilid II merupakan suatu keperluan yang sangat mendesak (urgent), karena KPK di Jakarta saja terbukti belum cukup memadai dalam menangani berbagai laporan dugaan tindak pidana korupsi di daerah-daerah. Dengan melihat fakta tersebut, hadirnya lembaga pemberantasan korupsi yang independen di daerah adalah sebuah keniscayaan. Terbentuknya perwakilan KPK daerah diharapkan dapat menghilangkan atau setidaknya meminimalisasi masalah lambatnya penanganan tindak pidana korupsi oleh berbagai institusi penegak hukum di daerah. Serta diyakini dapat memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam mempercepat proses pemberantasan korupsi di tingkat daerah.

 

Keenam, menggalang keikutsertaan masyarakat (public participation) dalam pemberantasan korupsi. Sadar atau tidak, membebaskan bangsa yang korup dari korupsi adalah pekerjaan yang super berat. Mustahil pimpinan KPK Jilid II dapat berjalan sendiri dalam memberantas korupsi. Karena itu, butuh peran serta publik dan dukungan dari masyarakat. Dengan begitu akan timbul upaya masif segenap rakyat indonesia dalam melawan kanker korupsi. Selain itu, berkaitan dengan partisipasi masyarakat, pimpinan KPK Jilid II juga perlu memperkuat kelompok masyarakat atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di daerah dalam rangka mendukung upaya pemberantasan korupsi di daerah serta mendorong dan membuka ruang bagi publik untuk melakukan monitoring dan evaluasi kinerja pimpinan KPK Jilid II.

 

Kita berharap, dalam waktu dekat ini, setumpuk PR pemberantasan korupsi di atas dapat secepatnya diselesaikan secara tuntas oleh pimpinan KPK Jilid II. Karena kita tidak ingin bangsa ini terus menerus dicap sebagai bangsa terkorup di muka bumi. Selamat bekerja.

 

----

*) Penulis adalah analis tata negara dan mahasiswa Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung.

Setelah sempat menimbulkan polemik dan kontroversi di kalangan publik, akhirnya lima orang pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil proses fit and proper test yang dilakukan oleh Komisi III DPR pada awal Desember lalu (5/12), secara resmi dilantik menjadi pimpinan KPK periode 2007-2011 atau KPK Jilid II oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Jakarta, pada Selasa sore lalu (18/12). Kelima orang pimpinan KPK Jilid II tersebut, yaitu Antasari Azhar (ketua), Chandra M Hamzah, Bibit Samad Rianto, Haryono dan Mochammad Jasin. Kelimanya disahkan sebagai pimpinan KPK Jilid II melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 117/P/2007. Selain itu, dengan Keppres yang sama, Presiden Yudhoyono juga memberhentikan dengan hormat para pimpinan KPK periode sebelumnya (2003-2007) atau KPK Jilid I yaitu, Taufiequrrahman Ruki, Amien Sunaryadi, Tumpak Hatorangan Panggabean, Sjahruddin Rasul, dan Erry Riyana Hardjapamekas.

 

Begitulah, rangkaian proses panjang seleksi calon pimpinan KPK Jilid II yang telah menyita perhatian dari publik di Tanah Air selama beberapa bulan terakhir, akhirnya tuntas sudah. Saat ini, lokomotif pemberantasan korupsi (KPK) secara resmi telah berganti pimpinan dan tongkat estafet pemberantasan korupsi pun telah beralih kepada pimpinan KPK Jilid II. Terkait dengan komposisi pimpinan KPK Jilid II saat ini yang dinilai oleh sejumlah kalangan sangat buruk dan mengecewakan, menurut penulis, sebaiknya hal itu tidak usah terlalu dipersoalkan lagi. Puas tidak puas, suka tidak suka, kita harus menerimanya dengan sikap legowo karena ini adalah konsekuensi dari sistem demokrasi yang kita anut.

 

Begitu kita memilih demokrasi, kita tak bisa menghindar dari keharusan untuk membiarkan orang memilih secara bebas, terlepas dari soal kita suka atau tak suka atas pilihan orang yang berhak memilih itu. Untuk itu, sikap terbaik kita saat ini ialah memberikan kesempatan kepada pimpinan KPK Jilid II untuk menjalankan sebaik-sebaiknya tugas mulia jihad melawan koruptor. Dan kalau ternyata dalam praktek, nantinya pimpinan KPK Jilid II tidak bisa bekerja sesuai dengan harapan orang banyak, maka tidak ada jalan lain, kita akan menuntut ramai-ramai dibubarkannya badan yang tidak ada gunanya ini.

 

Kini, setelah dilantik, selain membuktikan komitmennya dalam mengikis praktik korupsi yang sudah teramat kronis di negeri ini, agenda utama pimpinan KPK Jilid II selanjutnya adalah menyelesaikan setumpuk PR pemberantasan korupsi yang belum sempat diselesaikan secara tuntas oleh pimpinan KPK Jilid I. Setumpuk PR yang mesti segera diselesaikan oleh pimpinan KPK jilid II.

 

Pertama, memulihkan dan mengembalikan kepercayaaan publik (public trust) terhadap institusi KPK. Seperti kita ketahui, saat ini, citra KPK di hadapan publik relatif masih buruk. Kepercayaan publik terhadap KPK semakin hari semakin menurun. Penyebabnya tak lain karena maraknya praktik tebang pilih atau memburu koruptor berdasarkan pesanan yang dilakukan oleh KPK dalam perang melawan korupsi selama ini. Bahkan tak hanya itu, saat ini di kalangan publik juga sudah muncul dan berkembang anggapan kalau KPK tak lebih dari sekedar alat penguasa yang digunakan untuk menjerat lawan-lawan politik pemerintah. Hal ini bisa dimaklumi karena publik secara nyata melihat beberapa figur yang dijaring oleh KPK selama ini banyak yang berasal dari kekuatan politik yang berseberangan dengan pemerintah. Oleh karena itu, pimpinan KPK Jilid II harus segera menghentikan praktek tebang pilih dalam pemberantasan korupsi. Caranya dengan melakukan tindakan tegas terhadap setiap koruptor, tanpa pandang bulu.

Tags: