Mantan Direktur Gugat Pewaralaba Papa Ron's Pizza
Berita

Mantan Direktur Gugat Pewaralaba Papa Ron's Pizza

Berawal dari pemutusan hubungan kerja, seorang mantan direktur menggugat bekas tempat ia bekerja. Masalahnya, bisakah mantan direktur menggugat ke PHI?

Oleh:
IHW
Bacaan 2 Menit
Mantan Direktur Gugat Pewaralaba Papa Ron's Pizza
Hukumonline

 

Bibit perselisihan antara Hidayat dengan EI mulai muncul pada 2007. Bonus keuntungan yang dijanjikan, tak kunjung dibagikan. Puncaknya, pada Mei 2007, Hidayat dianjurkan untuk mengambil cuti selama satu minggu. Pak Hidayat mengambil cuti itu. Tapi sekembalinya dari cuti, tahu-tahu ia dipecat perusahaan tanpa alasan yang jelas. Ia hanya diberi kompensasi sebesar Rp6 juta.

 

Hidayat tak tinggal diam. Berulang kali ia mengundang perusahaan untuk berunding. Namun tetap tak digubris. Di tingkat mediasi, Sudinakertrans Jakarta Selatan mengeluarkan anjuran yang menyatakan agar perusahaan membayar kompensasi yang terdiri dari dua kali uang pesangon, dua kali uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. Totalnya mencapai Rp384,4 juta.

 

Lantaran perusahaan tak merespon anjuran mediator tersebut, Hidayat kemudian memilih melanjutkan perselisihan ke PHI. Di dalam gugatan, kami menuntut kompensasi sesuai dengan anjuran mediator.

 

Direktur adalah pekerja?

Sayang, sampai berita ini diturunkan, hukumonline tidak berhasil menghubungi kuasa hukum EI. Namun di dalam berkas jawabannya, EI berkilah bahwa Hidayat salah menempuh upaya hukum jika mengajukan gugatan ke PHI.

 

Menunjuk ketentuan pasal 94 ayat (1) jo pasal 105 ayat (1) sampai ayat (5) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT), kuasa hukum EI dari Kantor Hukum Benny Pratikno, menyatakan bahwa status Hidayat bukanlah pekerja sesuai UU Ketenagakerjaan.

 

Pasal 94 ayat (1) UU PT menyebutkan bahwa anggota direksi diangkat melalui RUPS. Sementara pasal 105 UU PT mengatur mengenai mekanisme pemberhentian direksi oleh mekanisme RUPS pula.

 

Anjaz terang membantah dalil kuasa hukum EI. Menurutnya, karena pengangkatan Hidayat sebagai direktur operasional dilakukan secara lisan oleh direktur utama, maka status Hidayat sama saja dengan pekerja. Jadi dia juga berhak atas kompensasi PHK berupa pesangon dan sebagainya.

 

Pendapat Anjaz diamini oleh Kemalsjah Siregar. Praktisi Hukum Ketenagakerjaan ini menandaskan perlunya dibedakan perlakuan antara direksi yang diangkat melalui RUPS dengan direksi yang diangkat oleh direktur.

 

Jika seseorang beroleh jabatan sebagai direksi lewat mandat RUPS, lanjut Kemalsjah, maka ia wajib tunduk pada ketentuan UU PT. Jadi kalau ada sengketa seputar pengangkatan maupun pemberhentian direksi, upaya hukumnya ke Pengadilan Negeri.

 

Lain halnya kalau jabatan direksi diperoleh karena sikap 'murah hati' seorang direktur utama. Apapun alasannya, entah karena prestasi kerja, promosi atau apapun. Sepanjang seorang direktur itu diangkat oleh direktur utama, maka dia adalah pekerja, karena unsur upah, perintah kerja dan pekerjaan telah terpenuhi, jelasnya. Artinya, sambung Kemalsjah, jika kemudian hari ada sengketa, PHI berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini. 

 

Untuk mengetahui apakah seorang direksi itu diangkat melalui RUPS atau bukan, kata Kemalsjah, bukan perkara sulit. Lihat saja AD/ART, perubahan AD/ART-nya atau akta berita acara RUPS. Kalau nama si direksi tidak ada, berarti dia diangkat oleh direktur utama. Artinya, dia adalah pekerja, tegasnya.

 

Berdasarkan catatan hukumonline, perkara dimana seorang mantan direktur menggugat bekas perusahaannya, bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya, Bui Khoi Hung Gilbert, warga negara Perancis menggugat PT Tirta Investama -produsen Aqua- dan Danone Asia Pte Ltd, di PHI Jakarta. Gilbert adalah mantan direktur keamanan di Tirta Investama. Saat itu, hakim memutuskan perkara ini dalam putusan sela. Hakim merasa tidak berwenang menangani perkara ini. Alasannya para pihak sudah menentukan pilihan hukumnya sendiri seperti tertuang di dalam perjanjian kerja.

Sebagian orang mungkin belum pernah mendengar nama PT Eatertainment International Tbk. Tapi jika mendengar Papa Ron's Pizza, bisa jadi nama itu cukup familiar bagi masyarakat pecinta kuliner. PT Setiamandiri Mitratama Tbk, adalah perusahaan yang me-launching Papa Ron's di Jakarta pada 2000 lalu. Belakangan, perusahaan itu berubah nama menjadi Eatertainment International (EI).

 

Menerapkan sistem waralaba (franchise), Papa Ron's kini sudah memiliki 44 gerai yang tersebar di beberapa kota besar di Indonesia. Di tengah usahanya yang sedang naik daun' itu, EI malah tersandung masalah hukum di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta.

 

Adalah Hidayat Hasan yang menggugat EI ke pengadilan yang terletak di bilangan Pancoran, Jakarta Selatan itu. Tidak seperti perkara lainnya, perkara Hidayat ini terbilang 'spesial'. Pasalnya, Hidayat bukan pekerja 'biasa'. Ia adalah mantan direktur operasional di EI.

 

Anjaz Hilman, kuasa hukum Hidayat kepada hukumonline menuturkan, Hidayat bergabung dengan EI sejak 2004. Saat itu ia dipercaya menjabat sebagai manajer operasional EI. Atas prestasi kerjanya, Hidayat kemudian dipromosikan sebagai direktur operasional pada 2006. Prestasi pak Hidayat sebagai manajer operasional adalah mampu menambah jumlah gerai yang awalnya hanya enam menjadi empat puluh empat, ujar Anjaz via telepon, Kamis (31/7).

 

Pengangkatan Hidayat sebagai direktur operasional, lanjut Anjaz, dilakukan secara lisan oleh direktur utama EI. Beliau (Hidayat, red) tidak diangkat melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), jelasnya. Sebagai Direktur, Anjaz diganjar gaji sebesar Rp15,5 juta tiap bulan serta fasilitas lainnya. Selain itu, perusahaan juga menjanjikan bonus pembagian keuntungan.

Tags: