Selamat Jalan Profesor Sudargo
Berita

Selamat Jalan Profesor Sudargo

Dalam usia 80 tahun, Prof. Gouw Giok Siong alias Sudargo Gautama wafat di Australia. Ia menjadi profesor termuda di bidang ilmu hukum hingga kini. Dalam karya-karyanya, ia selalu memikirkan kebutuhan sarjana hukum Indonesia di masa mendatang.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Selamat Jalan Profesor Sudargo
Hukumonline

 

Setelah lulus dari Universitas Indonesia, Sudargo melanjutkan berturut-turut memperoleh gelar Meester in de Rechten, Ph.D bidang hukum dan ilmu sosial, lalu profesor dalam bidang HPI. Ia mengajar di almamaternya. Karena itu pula Fakultas Hukum UI sudah mengucapkan belasungkawa dan dukacita yang sedalam-dalamnya.

 

Keilmuan almarhum sangat mendunia. Almarhum menjadi salah satu dari sedikit mahaguru ilmu hukum yang kiprahnya mendunia. Selain mengajar di dalam negeri, almarhum pernah tercatat sebagai profesor tamu di University of Amsterdam, Sydney Law School, dan National University Singapura. Berbagai organisasi internasional juga diikuti almarhum, seperti International Law Association London, The American Society of International Law, dan International Bar Association.

 

Karena itu pula, kepergian almarhum menjadi duka dan kehilangan bagi insan hukum di Indonesia. Selain menjadi akademisi, semasa hidupnya almarhum juga menjadi praktisi dan membuka kantor Prof. Mr. DR. S. Gautama (Gouw Giok Siong) & Associates Law Office.

 

Mewariskan kekayaan karya tulis

Warisan terbesar almarhum bagi dunia hukum adalah buku-bukunya yang menjadi referensi wajib. Almarhum terbilang sebagai penulis yang sangat produktif. Lebih dari 124 buku lahir dari tangannya dan entah berapa jumlah artikel. Karyanya diterbitkan lintas negara hingga ke Jepang, Jerman, Belanda, Belgia, Amerika Serikat, dan Australia. Misalnya, buku Indonesia dan Konvensi-Konvensi Hukum Perdata Internasional yang pertama kali dicetak pada 1978.

 

Salah satu karya almarhum yang monumental adalah belasan jilid Himpunan Jurisprudensi yang Penting untuk Praktek Sehari-Hari (Landmark Decisions) Berikut Komentar. Buku ini berisi putusan-putusan Mahkamah Agung terpilih, lalu diberikan komentar oleh almarhum. Sebagian besar putusan itu memang menyangkut HPI, ilmu yang sangat didalami almarhum.

 

Ratusan karya tulis itu bukan untuk kepentingan almarhum sendirian. Ratusan karya tersebut malah menunjukkan kecintaan almarhum pada Indonesia dan sarjana hukum generasi sesudahnya. Seperti beberapa kali disebut, almarhum menuangkan buah pikirannya ke dalam tulisan, sebagai warisan penting bagi perubahan hukum di negara kita.

 

Kesungguhan almarhum menuliskan buku-buku referensi hukum tampaknya terdorong oleh ucapan hakim agung Prof. R. Sardjono. Seperti disebutkan almarhum dalam salah satu bukunya, Prof. R. Sardjono menantang para praktisi hukum untuk meninjau dan menganalisis putusan-putusan Mahkamah Agung. Merespon tantangan itulah almarhum mengulas putusan-putusan MA dalam belasan buku Landmark Decisions.

 

Almarhum seperti sudah menyadari bahwa buku-bukunya menjadi warisan terbesar bagi dunia hukum di Indonesia. Himpunan ini merupakan sumbangsih yang baik dan berguna untuk diwariskan kepada generasi yang lebih muda dalam mengembangkan hukum di negara kita, begitu almarhum menulis.

 

Pada buku lain, almarhum juga mengguratkan kegelisahan sekaligus harapan tentang warisan karya-karyanya bagi kepentingan generasi muda. Kami merasa amat sayang jika tidak dihimpun pula untuk kalangan generasi sarjana hukum Indonesia mendatang.

 

Sebuah ungkapan kecintaan pada Tanah Air yang selama bertahun-tahun ditinggalkan almarhum. Kecintaan yang tak akan lekang diterpa sinar matahari atau mengelupas karena air hujan. Meskipun jarak antara Jakarta dan Perth begitu jauh, karya-karya almarhum Prof. Sudargo Gautama akan tetap dikenang. Dari tempat tinggalnya di Kingspark Avenue, Crowly, Perth, kabar duka itu bertiup ke Indonesia. Dan di Indonesia, dunia hukum baru saja kehilangan salah seorang putra terbaiknya.

 

Selamat jalan, Prof. !

 

Perth, Australia Barat, menjadi pelabuhan terakhir bagi Prof. Mr. Sudargo Gautama alias Gouw Giok Siong. Menurut rencana, Mahaguru Hukum Perdata Internasional itu akan dimakamkan di sana pada Kamis (11/9) ini. Ia memang sudah bertahun-tahun tinggal di sana, bersama isterinya Yvonne E. Clark.

 

Kabar kematian Prof. Sudargo kami peroleh pada Senin (08/9) kemarin. Sumber hukumonline, (sebelumnya tertulis cucu--red),  Dana Susthira Wimardhana, juga membenarkan kepergian sang Mahaguru. Melalui pesan singkat, Dana menyebutkan Prof. Sudargo meninggal karena kanker hati. Kepastian wafatnya Prof. Sudargo juga kami peroleh dari Denni Kailimang, advokat yang menangani salah satu perkara almarhum di Pengadilan Jakarta Selatan.

 

1 Maret lalu, Prof. Sudargo baru saja memperingati 80 tahun usianya. Ia lahir di Jakarta pada tahun 1928. Semasa hidupnya, almarhum dikenal sebagai akademisi dan praktisi hukum yang handal. Selama puluhan tahun ia berkecimpung di dunia hukum, khususnya Hukum Perdata Internasional (HPI). Mata kuliah hukum antar tata hukum atau hukum antar golongan nyaris tidak bisa dilepaskan dari kiprah almarhum. Kemampuan akademisnya luar biasa. Dalam usia belum genap 30 tahun tahun, Sudargo muda sudah menyandang gelar profesor, menjadikannya sebagai guru besar termuda di bidang ilmu hukum hingga kini. Rekor guru besar termuda itu, kata advokat Binoto Nadapdap, tampaknya sulit terpecahkan dalam waktu dekat.

 

Buku Pedoman Fakultas Hukum Universitas Indonesia edisi 1969, yang menjadi koleksi Indonesianis almarhum Daniel S. Lev, mengabadikan kemahaguruan almarhum. Dalam deretan guru besar, Prof. Sudargo tercatat pada nomor urut lima setelah Prof. R. Soekardono, Prof. R.S. Kartanegara, Prof. G.J. Resink, dan Prof. Hazairin dalam daftar Dewan Guru Besar Fakultas Hukum UI.

Tags: