Urut Kacang atau Rekrutmen Baru, Tetap Harus Transparan
Pergantian Hakim Konstitusi:

Urut Kacang atau Rekrutmen Baru, Tetap Harus Transparan

Apapun cara dan gaya yang dilakukan dalam perekrutan hakim konstitusi, diharapkan tetap berpedoman pada pelaksanaan yang transparan dan partisipatif.

CRF/Mys
Bacaan 2 Menit
Urut Kacang atau Rekrutmen Baru, Tetap Harus Transparan
Hukumonline

 

Eva juga mengusulkan agar dibuat kontrak politik dengan calon pengganti Jimly. Kontrak itu berisi kesedian untuk tetap bersedia menjadi hakim sampai batas waktu yang ditentukan oleh undang-undang. Kontrak ini, kata dia, dibuat agar kejadian seperti pengunduran Jimly tidak terulang lagi. Sehingga tidak ada yang menjadi petualang untuk nyoba kesini dan jika ada yang lebih bagus akan lompat kesana, tegasnya.

 

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III, Aziz Syamsuddin mengatakan bahwa pengunduran diri Jimly sesuai dengan mekanisme undang-undang. Seseorang bisa tidak menjadi hakim MK jika meninggal dunia, mengundurkan diri, dan diberhentikan, ujar anggota DPR dari Fraksi Golkar ini.

 

Berbeda dengan Eva, Aziz justru menilai proses penggantian Jimly harus dilakukan melalui pemilihan ulang. Dilihat dari situasi dan kondisi yang ada, kita harus membuka peluang bagi elemen bangsa yang lain yang ingin mengabdikan diri di MK, jelasnya.

 

Hapus periode jabatan

Ketua Badan Pengurus Harian Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) Firmansyah Arifin menegaskan, pilihan urut kacang sama resikonya dengan membuka fit and proper test. Menurutnya, jika urut kacang yang dipilih, maka secara hukum bisa dipersoalkan. Pasalnya, proses terpilihnya tiga calon hakim konstitusi –Jimly Asshiddiqie, Moh. Mahfud MD dan M. Akil Mochtar– sudah selesai secara yuridis.

 

Sementara kalau fit and proper test yang dilaksanakan, prosesnya akan memakan waktu yang panjang. Oleh karena itu KRHN mengusulkan agar periodisasi masa jabatan hakim konstitusi dihapuskan.

 

Usulan itu memang baru bisa diakomodir dalam revisi UU MK. Jadi, apapun pilihan DPR, KRHN menekankan pentingnya memegang prinsip transparansi partisipasi, ujar Firmansyah saat konferensi pers KRHN di Jakarta, Kamis (09/10). 

 

Prinsip itu, lanjutnya, merupakan syarat pencalonan hakim MK yang dirumuskan dalam pasal 19 UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK: Pencalonan hakim konstitusi dilaksanakan secara transparan dan partisipatif.

 

Segera lakukan seleksi hakim konstitusi yang baru secara partisipatif, transparan, objektif, dan akuntabel, tegas Firmansyah.

 

Jika Komisi III DPR memegang teguh kedua prinsip ini, maka menurut undang-undang, ada kewajiban untuk mempublikasikan nama-nama kandidat hakim konstitusi di media cetak dan elektronik. Sehingga masyarakat mempunyai kesempatan yang cukup untuk menyampaikan masukan mengenai calon, tandas Firmansyah.

Banyak pertanyaan yang terlontar dari sejumlah pihak mengapa Jimly Asshiddiqie mengundurkan diri dari Mahkamah Konstitusi (MK). Ada pihak yang mendukung tindakan Jimly dan tidak sedikit pula yang kontra atas pengunduran diri Jimly. Namun, bagaimanapun juga, surat pengunduran diri sudah dikirim oleh Jimly. Sekarang tinggal bagaimana proses pemilihan untuk penggantian pria kelahiran Palembang, 17 April 1956 ini.

 

Anggota Komisi III DPR RI, Eva Kusuma Sundari mengatakan, Komisi III akan mengadakan rapat internal pada Kamis (16/10). Dalam rapat tersebut, komisi yang membidangi masalah hukum dan hak asasi manusia ini akan merespon pengunduran diri Jimly, serta membahas mekanisme pergantiannya.

 

Mengenai pengganti Jimly, Eva mengatakan bahwa urut kacang adalah cara yang pantas dilakukan oleh Komisi III.  Kalau PDI-P tetap mengusungkan pergantian ini dilakukan dengan cara urut kacang, tegas anggota DPR dari Fraksi PDI-P ini.

 

Eva juga mempersilahkan Harjono, mantan hakim konstitusi yang tidak terpilih dalam pencalonan hakim konstitusi baru-baru ini, untuk menggantikan posisi Jimly. Menurutnya, komisi III akan terkuras tenaganya jika uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) tetap dilaksanakan. Biarkan pak Haryono naik, capek dong kita ngurus ini (fit and proper test, red), tegasnya saat dihubungi hukumonline.

Halaman Selanjutnya:
Tags: