Terdakwa Pasrah Divonis Dua Tahun
Korupsi DKP Jabar:

Terdakwa Pasrah Divonis Dua Tahun

Putusan majelis hakim lebih rendah setahun dari tuntutan yang diajukan penuntut umum.

M-1
Bacaan 2 Menit
Terdakwa Pasrah Divonis Dua Tahun
Hukumonline

 

Dalam persidangan 12 November 2008 terungkap bahwa Asep dan Ade telah melakukan penyimpangan dalam proses lelang proyek tersebut. Menurut Keppres No. 80 Tahun 2003, lelang seharusnya minimal melibatkan tiga perusahaan, kalau tidak, pelelangan dinyatakan tidak sah dan harus diulang. Faktanya, pada proyek pengadaan mesin dan alat tangkap, pesertanya kurang dari tiga.

 

Sejak awal, Ade sebenarnya menyadari ada potensi masalah dalam proyek ditanganinya. Ia pun melaporkan hal ini kepada Kepala DKP Jawa Barat Sudarsono. Namun, anehnya, Sudarsono malah menyuruh Ade untuk melanjutkan proses lelang dan berkoordinasi dengan salah satu rekanan, yakni David K. Wiranata.

 

Hasil dari lelang yang keliru ini, tidak hanya memenangkan oleh PT Buntala Bersaudara Darmaja untuk proyek pengadaan bahan alat tangkap dan mesin. PT Karya Tajur Tangsi pimpinan Yendri Naskar Prima Putra juga mendapat proyek pengadaan perahu. Sementara, CV Pentaran Putra yang dipimpin Bestiadi Fatalatus mendapat proyek pengadaan rumpon. Berkat proyek-proyek itu, masing-masing rekanan menuai keuntungan cukup besar. Keuntungan yang diperoleh David mencapai Rp5 milyar, Bestiadi Rp400 juta, dan Yendri Rp2 milyar.  

 

Atas putusan ini, baik Asep maupun Ade memutuskan tidak mengajukan upaya hukum banding atas vonis majelis hakim. Kami telah berkonsultasi Yang Mulia, jadi atas putusan Yang Mulia, kami menerima putusan tersebut dengan segala penyesalan kami, saya menerimanya, ucap Asep lirih kepada majelis hakim.

 

Rasa puas tidak hanya ditunjukkan para terdakwa. Tim penasehat hukum pun mengekspresikan perasaan yang sama. Salah satunya Yosef E. Rochendi yang mengaku puas dengan putusan majelis. Yosef menilai hakim telah memutus cukup adil. Putusan majelis yang mempertimbangkan bahwa terdakwa telah melakukan kelalaian dalam proses lelang, cukup memberikan alasan bagi Yosef untuk memuji putusan tersebut. Selain itu, lumayan cukup rendah (hukuman penjara) karena batas hukuman satu tahun, ujarnya.

 

Kubu Ade dan Asep jelas diuntungkan oleh putusan ini. Pasalya, pada saat tuntutan, keduanya justru dibidik dengan pidana yang lebih berat, yakni tiga tahun penjara. Sementara, pidana denda persis sama dengan rumusan putusan majelis, Rp50 juta subsidair tiga bulan kurungan.

 

Jika kubu terdakwa menerima, penuntut umum justru belum memutuskan langkah hukum selanjutnya, apakah akan mengajukan banding atau tidak. Kami pikir-pikir, jawab Sarjono, salah seorang anggota tim penuntut umum ketika ditanya ketua majelis hakim.

Dua terdakwa kasus korupsi di Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Jawa Barat Ade Kusmana dan Asep Hartiyoman tampaknya pasrah menerima vonis dari majelis hakim yang diketuai oleh Moefri. Pada persidangan di Pengadilan Tipikor, Rabu (10/12), keduanya dijatuhi hukuman masing-masing dua tahun penjara serta denda Rp50 juta dan uang pengganti sebesar Rp570 juta yang dikompensasi dengan uang yang telah disita KPK.

 

Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan kedua terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 yang merupakan dakwaan subsidair. Sementara, dakwaan primair yakni Pasal 2 tidak bisa dikenakan pada Ade dan Asep, karena unsur setiap orang dinilai majelis tidak terbukti.

 

Angka Rp570 juta yang tercantum sebagai pidana uang pengganti, diuraikan majelis, adalah jumlah uang yang diterima kedua terdakwa dari David K. Wiranata, Direktur PT Buntala Bersaudara Darmaja, rekanan DKP dalam proyek pengadaan alat bantuan Tsunami. Uang itu digelontorkan secara bertahap yakni Rp20 juta pada 10 Oktober 2006, Rp100 juta pada sekitar Desember 2006, dan Rp450 juta pada sekitar Januari 2007.

 

Asep yang menjabat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran dan Ade sebagai Ketua Panitia Pengadaan dianggap telah melakukan kegiatan yang bertentangan dengan Keppres No. 80 Tahun 2003. keduanya juga dinilai telah mengabaikan prinsip-prinsip pengadaan barang/jasa di lingkungan instansi pemerintah, dalam melaksanakan kegiatan bantuan Tsunami dan pengembangan sarana perikanan.

Tags: