Tidak Terima Gaji ke-13, Hakim Adhoc Tipikor Persoalkan Status
Berita

Tidak Terima Gaji ke-13, Hakim Adhoc Tipikor Persoalkan Status

Merasa diperlakukan seolah-olah sebagai pegawai swasta, hakim adhoc meminta seluruh putusan Pengadilan Tipikor dibatalkan, karena swasta tidak berwenang periksa perkara korupsi.

Oleh:
M-8/M-7/Ali
Bacaan 2 Menit
Tidak Terima Gaji ke-13, Hakim Adhoc Tipikor Persoalkan Status
Hukumonline

 

Rabu siang (26/8), Andi Bachtiar, salah seorang hakim adhoc menggelar jumpa pers, suatu hal yang langka terjadi di Pengadilan Tipikor. Andi menyampaikan kondisi memprihatinkan yang tengah dialami para hakim adhoc Pengadilan Tipikor. Kontras dengan kolega mereka dari unsur hakim karir yang tengah menanti gaji ke-13, hakim adhoc hanya gigit jari. Andi dkk tidak termasuk kategori penerima gaji ke-13.

 

Sepanjang berkarir sebagai hakim adhoc, Andi sebenarnya pernah merasakan nikmatnya gaji ke-13. Namun, ‘kenikmatan' itu ternyata hanya bertahan tiga tahun. Setelah itu, termasuk tahun ini, gaji ke-13 kembali tidak diberikan kepada hakim adhoc. Khusus hakim adhoc alasan Menteri Keuangan katanya kami ini (hakim adhoc) bukan pejabat negara, ujar Andi.

 

Andi mengaku tidak habis pikir mendengar dalih Departemen Keuangan. Pasalnya, menurut Andi, gaji ke-13 sebenarnya sama dengan gaji bulanan yang selama ini hakim terima. Hanya saja, pemerintah mengeluarkan kebijakan khusus untuk memberi gaji ke-13. Dengan pemahaman itu, ia berpendapat kalau hakim adhoc dianggap pejabat negara maka logikanya gaji bulanan juga tidak usah diberikan. Sekalian tidak usah gaji mulai dari Januari sampai Desember juga, ujarnya dengan nada agak kesal.

 

Andi justru mempertanyakan status hakim adhoc. Ia mengakui hakim adhoc memang jelas bukan pegawai negeri sipil. Namun, mengingat hakim adhoc diangkat, dilantik, dan diberhentikan oleh presiden, maka status hakim adhoc seharusnya pejabat negara. Andi merasa Menteri Keuangan memperlakukan hakim adhoc seolah-olah sebagai pegawai swasta. Jika memang dianggap swasta, maka Andi berpendapat dirinya tidak berwenang memeriksa perkara korupsi.

 

Kalau kami orang swasta maka konsekuensinya adalah seluruh putusan Pengadilan Tipikor batal demi hukum. Itu sekarang sekalian kita buka-bukaan lah, tukasnya. Tidak hanya itu, menurut Andi, semua perkara yang tengah diselidik atau disidik oleh KPK harus dihentikan. Karena perkara-perkara KPK nantinya akan bermuara di Pengadilan Tipikor.

 

Andi menuding Depkeu menerapkan standar ganda. Ia menceritakan pengalamannya ketika berjuang menolak potongan pajak terhadap gaji. Ketika itu, Andi bersama hakim adhoc lainnya mengemukakan dalil bahwa hakim adhoc adalah pejabat negera. Perjuangan Andi pun berhasil, yang artinya status hakim adhoc sebagai pejabat negara diakui. Saya mempergunakan dasar itu, sehingga keluar surat dari Dirjen Pajak mengatakan bahwa  betul bahwa hakim adhoc tipikor itu termasuk pejabat negara, tuturnya.

 

Bicara tentang status, Andi membandingkan dengan lembaga hukum lainnya seperti Mahkamah Konstitusi atau Komisi Yudisial. Dua lembaga itu, menurutnya, juga bersifat adhoc karena masa jabatannya terbatas. Makanya, Andi mengatakan jika Hakim MK atau Komisioner KY pejabat negara, maka hakim adhoc juga harus diberi status sama.  

 

Dalam jumpa pers, Andi sebenarnya menyebut hakim karir juga tidak menerima gaji ke-13. Namun, sumber hukumonline, seorang hakim karir yang tidak berkenan disebutkan namanya, meluruskan informasi yang dituturkan Andi. Kami menerima (gaji ke-13), hanya saja tidak utuh, ujar hakim tersebut. Ia menjelaskan gaji ke-13 sebenarnya terdiri dari dua elemen yakni gaji pokok dan tunjangan kehormatan. Tahun ini, hakim karir di Pengadilan Tipikor hanya menerima gaji pokok, sedangkan tunjangan kehormatan sebesar Rp10 juta tidak.

 

Andi Bachtiar dkk sebenarnya tidak sendiri. Tahun lalu, hukumonline pernah memberitakan nasib para hakim adhoc Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) yang juga memprihatinkan. Para hakim adhoc yang sehari-harinya memeriksa perkara perburuhan itu mengeluhkan kerap terlambatnya pembayaran gaji atau tunjangan kehormatan, diskriminasi tunjangan kinerja dan gaji ke-13, hingga potongan pajak yang tidak merata antara satu daerah dengan daerah lainnya.

 

Ketika itu, masalah kesejahteraan hakim adhoc, dijawab oleh Mahkamah Agung (MA) dengan pengakuan bahwa perbedaan perlakuan antara yang karir dan adhoc memang ada. Namun, Djoko Sarwoko, Juru Bicara MA saat itu, berdalih urusan penggajian bukan urusan MA, tetapi pemerintah. MA, tegas Djoko, tidak ada niat sama sekali ingin menelantarkan hakim adhoc.

 

Pada suatu kesempatan, Ketua MA Harifin Tumpa juga mengaku telah memperjuangkan agar hakim adhoc diberi gaji ke-13. Namun, kata Harifin, gagasan itu ditolak. Departemen Keuangan beralasan hakim adhoc bukanlah pejabat negara sehingga tidak berhak memperoleh gaji ke-13.

 

Ditemui dalam acara pembahasan penurunan suku bunga deposito, Rabu (26/8), Menkeu Sri Mulyani hanya berujar singkat, Nanti saya cek lagi.

Saat ini, kalangan penggiat anti korupsi sedang berharap-harap cemas menanti kabar dari gedung MPR/DPR. Di gedung megah yang terletak di bilangan Gatot Subroto itulah tengah dibahas RUU Pengadilan Tipikor. Mereka, penggiat anti korupsi, was-was jika pembahasan tidak kunjung rampung, maka tamat sudah eksistensi Pengadilan Tipikor. Kekhawatiran juga tengah berhembus di gedung Pengadilan Tipikor, namun dalam konteks berbeda.

Halaman Selanjutnya:
Tags: