Korupsi Merupakan Pelanggaran HAM Berat
Berita

Korupsi Merupakan Pelanggaran HAM Berat

Doktrin International Covenant Economic and Social Right menyatakan bahwa tindak pidana korupsi itu dapat dimasukkan dalam kriteria pelanggaran HAM berat.

Oleh:
Awi/APr
Bacaan 2 Menit
Korupsi Merupakan Pelanggaran HAM Berat
Hukumonline

Asas pembuktian terbalik lahir sejak lama di beberapa negara, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Hong Kong. Namun di Indonesia, hal ini justru menjadi perdebatan menyusul usulan Presiden Abdurrachman Wahid untuk memberlakukan asas pembuktian terbalik lewat Perpu guna menjerat para koruptor.

 

Lalu muncullah banyak pandangan, mulai dari kalangan praktisi hukum sampai dengan para akademisi menyikapi gagasan asas pembuktian terbalik ini. Bahkan, banyak pula pihak yang menyatakan bahwa asas pembuktian terbalik ini merupakan pelanggaran HAM.

 

Dr. Indriyanto Seno Adji, salah satu tim pakar yang menggodok perubahan UU No. 31 tahun 1999, tidak setuju jika dikatakan pemberlakuan asas pembuktian terbalik tersebut dianggap melanggar HAM. Indriyanto ketika ditemui hukumonline justru mengatakan bahwa korupsi lah yang merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

 

Praduga tak bersalah

Pasalnya, menurut Indriyanto, hal ini berkaitan dengan doktrin yang berkembang dari International Covenant Economic and Social Right. Doktrin ini menyatakan bahwa tindak pidana korupsi itu dapat dimasukkan dalam kriteria pelanggaran HAM berat dan termasuk dalam gross violation of human rights.

 

Namun, Indriyanto juga mengakui bahwa asas pembuktian terbalik yang diterapkan melalui RUU Perubahan UU Nomor 31/1999 sesungguhnya sudah melanggar asas hukum yang berlaku universal, yakni presumption of innocence atau praduga tidak bersalah.

 

Oleh sebab itu, Indriyanto menyarankan agar asas pembuktian terbalik itu tidak diberlakukan surut. Jika itu diberlakukan surut, berarti akan semakin banyak asas hukum universal yang dilanggarnya, seperti nonself incrimination (asas tidak boleh mempersalahkan diri sendiri). "Dan bukan tidak mungkin akan menjadikan upaya pemberantasan korupsi sebagai langkah pembalasan dendam," tegas Indriyanto.

 

Tidak keliru memang pandangan Indriyanto. Pasalnya dalam Perubahan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 28 huruf I  menjamin seseorang tidak bisa dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut. "Saya sepakat, korupsi harus diberantas. Tetapi, aturannya jangan melanggar prinsip hukum yang berlaku universal," tandas Indriyanto lagi.

Tags: