JE. Sahetapy: Tindak Pidana Korupsi Bisa Berlaku Surut
Berita

JE. Sahetapy: Tindak Pidana Korupsi Bisa Berlaku Surut

Jakarta, hukumonline. Statuta Roma mengatur, seseorang tidak bisa dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut. Namun, pakar pidana J.E. Sahetapy berpendapat, tindak pidana korupsi dapat diberlakukan surut (asas retroaktif) karena prinsip perkecualian.

Oleh:
AWi/APr
Bacaan 2 Menit
JE. Sahetapy: Tindak Pidana Korupsi Bisa Berlaku Surut
Hukumonline

Gagasan untuk menerapkan asas pembuktian terbalik dalam rangka melaksanakan UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih KKN terus menjadi sebuah perdebatan wacana yang menarik. Walaupun, perdebatan seperti sekarang ini bukan yang pertama terjadi.

Sebenarnya lebih kurang tiga tahun yang lalu, problematik beban pembuktian terbalik sudah menjadi wacana di lingkungan para praktisi dan akademisi hukum saat itu. Perdebatan dengan berbagai argumentasi saat itu pun tidak jauh berbeda secara substansial dengan apa yang disuarakan dewasa ini.

Problematika yang mencuat adalah adanya usulan untuk memberlakukannya asas pembuktian terbalik itu secara retroaktif atau berlaku surut. Padahal hal tersebut sebenarnya secara universal telah bertentangan dengan prinsip-prinsip umum hukum pidana yang termuat dalam Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional.

Statuta Roma disahkan oleh Konferensi Diplomatik Perserikatan Bangsa-Bangsa  tentang pembentukan Mahkamah Pidana Internasional pada 17 Juli 1998 di Roma. Dan pada salah satu pasalnya, Statuta Roma memuat mengenai prinsip Ratione Personae Non-Retroaktif.

Prinsip tersebut seperti yang termuat pada pasal 24 ayat 1-nya dinyatakan bahwa tidak seorang pun bertanggung jawab secara pidana berdasarkan Statuta ini atas perbuatan yang dilakukan sebelum diberlakukannya Statuta ini. Artinya, seseorang tidak bisa dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.

Namun, JE Sahetapy, Gurubesar Emeritus Universitas Airlangga yang juga anggota Komisi II DPR dari PDI-P, tidak sependapat pada pandangan ini.  Sahetapy berpendapat bahwa tindak pidana korupsi tersebut dapat diberlakukan surut. Hal ini penting, menurutnya, untuk mengungkap korupsi yang banyak dilakukan para pejabat dan kroninya pada masa Orde Baru.

Prinsip perkecualian

Selain itu, Sahetapy melihat bahwa tindak pidana korupsi sekarang ini dapat dikatakan sebagai suatu pelanggaran HAM. "Bukankah banyak LSM dan para politisi ingin sekali menerapkan asas retroaktif itu bertalian dengan gross violation of human rights," tegas Sahetapy.

Tags: