Pengadilan HAM: Tim Seleksi Tidak Miliki Parameter Jelas untuk Rekrut Hakim
Berita

Pengadilan HAM: Tim Seleksi Tidak Miliki Parameter Jelas untuk Rekrut Hakim

Seleksi hakim pengadilan HAM sudah mencapai babak akhir dan tinggal menunggu pengangkatan saja dari Presiden Megawati. Dari hasil proses seleksi selama tiga bulan itu, tim seleksi akhirnya memutuskan 30 hakim untuk pengadilan HAM. Sayangnya, parameter rekrutmen hakim tidak jelas.

Awi/APr
Bacaan 2 Menit
Pengadilan HAM: Tim Seleksi Tidak Miliki Parameter Jelas untuk Rekrut Hakim
Hukumonline

Komposisi hakim pengadilan HAM itu terdiri dari 8 hakim karier dan 12 hakim ad hoc di pengadilan tigkat I. Sementara tingkat II terdiri dari 4 hakim karier dan 6 hakim ad hoc.

Itu artinya, dari 60 calon hakim yang selama seminggu menjalani pembekalan dan seleksi, hanya separuhnya saja yang berhasil lolos sampai pada tingkat akhir. Hasil itu, menurut Benjamin Mangkoedilaga yang memimpin tim seleksi tersebut, telah disesuaikan dengan dana yang tersedia.

Benjamin berharap, hakim-hakim itu sudah bisa menangani perkara pada awal tahun depan. "Setelah mendapatkan surat keputusannya, secara otomatis para calon hakim tersebut diharapkan akan langsung dapat ikut menyidangkan perkara," kata Benjamin.

Proses seleksi ini sendiri sebenarnya sudah diawali pada September lalu melalui empat tahapan. Pertama, melalui proses pendaftaran. Tim yang terdiri dari Mahkamah Agung, Komnas HAM, dan Depkeh HAM ini mengirimkan surat terbukanya kepada beberapa universitas yang memiliki pusat kajian tentang HAM.

Beberapa universitas tersebut terutama universitas-universitas negeri yang terletak di mana pengadilan HAM itu nantinya berada. Universitas yang dihubungi, antara lain Universitas Hasanudin di Ujung Pandang, Universitas Sumatera Utara di Medan, dan lima universitas negeri lainnya di pulau Jawa. Selain itu, juga Universitas Surabaya yang memang terkenal reputasinya memiliki pusat kajian tentang HAM yang baik.

Hakim ad hoc

Hakim ad hoc diambil dari orang kampus karena memang dimungkinkan dengan adanya Keppres Nomor 13 tahun 1993. Seorang hakim diperbolehkan untuk merangkap pekerjaannya hanya sebagai tenaga pengajar saja. Jadi, tidak untuk profesi lainnya semacam pengacara atau notaris.  

"Maka itu, kemungkinan-kemungkinan seorang hakim ad hoc itu bisa diambil dari tenaga pengajar, bukan dari pengacara, bukan pula dari notaris," jelas Benjamin yang juga hakim agung dari unsur nonkarier ini.

Tags: