Tyasno Sudarto Diminta Hadir dalam Kasus Uang Palsu
Berita

Tyasno Sudarto Diminta Hadir dalam Kasus Uang Palsu

Jakarta, hukumonline. Nama Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jendral Tyasno Sudarto kembali disebut-sebut dalam sidang perkara kasus uang palsu. Untuk membuktikannya, kuasa hukum terdakwa meminta orang nomor satu di Angkatan Darat ini untuk hadir di persidangan sebagai saksi.

Ari/APr
Bacaan 2 Menit
Tyasno Sudarto Diminta Hadir dalam Kasus Uang Palsu
Hukumonline

 Dua sidang perkara pemalsuan uang senilai Rp19, 2 miliar digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada 22 Agustus 2000. Sidang tersebut menghadirkan terdakwa masing-masing Yustinus Kasminto, Ardhy Sukarman, dan Junie, serta Ismail Putera dan Edi Kereh. Pemalsuan uang tersebut diduga melibatkan Jendral TNI Tyasno Sudarto.

Dalam persidangan terhadap terdakwa Justinus Kasminto, Ardhy Sukarman, dan Junie, dihadirkan saksi Ismail Putera dan Edi Kereh. Namun, Edi Kereh tidak dapat dimintai keterangannya karena waktu yang tidak mencukupi.

Sementara itu dalam kesaksiannya, Ismail Putera (64 tahun) menyebut nama Kasad Jenderal  Tyasno Sudarto ikut terlibat dalam kasus pemalsuan uang palsu. Ismail menyatakan Tyasno terlibat sebagai pihak  pemesan uang palsu tersebut.

Kesaksian Ismail

Dalam kesaksiannya Ismail menceritakan, ia berhubungan dengan Ardhy Sukarman sebelum bertemu dengan orang yang mengaku bernama Tyasno di Hotel Central, Jakarta Pusat. Ismail menambahkan bahwa Ardhy yang mengaku mendapat rekomendasi dari Bank Indonesia (BI) untuk mencetak uang itu tengah mencari kertas untuk mencetak uang.

Setelah  menolak permintaan Ardhy, Ismail didatangi Sujono yang meminta Ismail untuk datang ke Hotel Central pada Juli 1999. Dalam pertemuan itu, Ismail mengaku bertemu dengan orang yang bernama Tyasno Sudarto dan mengaku sebagai Kepala Badan Intelijen ABRI (BIA).

Saat itu, Ismail yakin yang ditemui adalah Tyasno karena orang itu menguraikan secara lengkap identitas dirinya sebagai mantan intel APRI (Combat Intelligence Resimen 5). Ismail berpikir, kalau bukan orang BIA mana mungkin bisa tahu rahasia pribadinya yang bekas intel.

Menurut Ismail, Tyasno membutuhkan uang segera untuk kepentingan Angkatan Darat dalam mengatasi kerusuhan di Timor Timur. Akan tetapi, Bank Indonesia (BI) tidak memiliki persediaan uang untuk itu. Sementara Perusahaan Uang RI (Peruri) menyatakan tidak mampu mencetak uang lebih banyak pada saat itu.

Tags: