Kantong Advokat
Jeda

Kantong Advokat

Tak banyak dari kita yang memperhatikan toga yang dikenakan oleh para advokat dalam praktek beracara di pengadilan. Bahkan, para advokat sendiri pun banyak yang kurang menyadari makna dari "pakaian kebesaran" mereka tersebut. Hal ini menyebabkan toga advokat kini nampaknya mengalami "depresiasi" makna dari yang seharusnya.

*****
Bacaan 2 Menit
Kantong Advokat
Hukumonline

Pada awal munculnya advokat di Inggris, advokat yang disebut dengan barrister biasanya merupakan anak kedua dari seorang bangsawan. Hal ini disebabkan karena anak pertama dari bangsawan itu menggantikan orang tuanya menjadi tuan tanah karena mendapat warisan. Sementara anak kedua yang tidak mendapat warisan menjadi barrister.

Pada masa itu pula, para advokat ini sudah mulai mengenakan toga pada saat beracara di pengadilan. Yang menarik dari toga tersebut ialah adanya sebuah kantong di bagian belakang toga tersebut. Mengapa ada kantong di bagian belakang toga?

Karena para advokat tersebut umumnya sudah kaya dan karena profesi advokat adalah profesi yang mulia atau officium nobile, advokat di Inggris pada saat itu tidak pernah membicarakan fee dan tidak sudi menerima upah. Mereka hanya mau menerima penghargaan yang akhirnya diwujudkan dalam bentuk honorarium, yang berasal dari kata honor atau penghargaan.

Karena itu pula, toga advokat mempunyai kantong di belakang yang menjadi simbol bahwa advokat tidak meminta uang pada kliennya. Namun klien dapat memberikan honor pada advokat tanpa advokat itu mengetahuinya atau peduli.

Makna dari simbol "kantong belakang" tersebut agaknya sudah tak dihayati lagi oleh para advokat masa kini. Para advokat kini nampaknya justru berlomba-lomba "memperbanyak" jumlah kantong pada pakaiannya.

Bahkan kalau mau dilihat secara guyon, sampai-sampai ada seorang pengacara terkenal yang seringkali menggunakan jas panjang dengan kantong yang sangat banyak. Sang pengacara dengan jumawa mengenakan baju kebesarannya, walaupun cuaca sangat terik. Mungkin kalau tak memakai jas berkantong banyak itu, si pengacara takut tidak 'pede' alias percaya diri.

Karena itu, patut dipertanyakan mengapa profesi yang sebelumnya dianggap mulia ini, kini malah dikenal sebagai profesi yang mau melakukan apa saja untuk mendapat upah.

Kalau dulu advokat anti duit, kini advokat malah mata duitan. Sampai-sampai, si pengacara mau menghalalkan berbagai cara untuk memenangkan perkaranya. Tidak peduli juga kliennya sudah habis-habisan duitnya.

Tags: