Kampanye Aji Mumpung Ala Harmoko versi UU Pemilu Baru
Fokus

Kampanye Aji Mumpung Ala Harmoko versi UU Pemilu Baru

Sekitar pukul 22.30 malam (18/02), Rapat Paripurna DPR akhirnya mengesahkan RUU tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD menjadi undang-undang. Keputusan tersebut diambil setelah melalui mekanisme pemungutan suara yang berlangsung selama dua jam lebih untuk mencari keputusan atas sejumlah pasal yang sempat tertunda penyelesaiannya.

Amr
Bacaan 2 Menit
Kampanye Aji Mumpung <I>Ala</I> Harmoko versi UU Pemilu Baru
Hukumonline

Pemungutan suara (voting) untuk pengambilan keputusan ini berlangsung cukup lancar, meskipun sempat diwarnai adanya sejumlah interupsi dari anggota dewan. Khususnya, ketika hendak memutuskan Pasal 75 tentang larangan pejabat publik untuk melakukan kampanye. Pemungutan suara untuk keputusan atas pasal ini kemudian digeser ke belakang setelah pasal-pasal lain diputuskan.

Ada 11 pasal yang harus diputuskan oleh dewan dalam pemungutan suara yang dimulai pukul 20.00 itu. Sembilan pasal berkenaan dengan rumusan isinya dan dua pasal tentang rumusan penjelasannya. Kesembilan pasal itu adalah Pasal 15, 60, 65, 75, 84, 93, 107, 143, dan 144, sedangkan 2 pasal yang lain adalah Pasal 48 dan 74. Khusus untuk Pasal 15 bahkan sudah selesai pada forum lobi yang dilakukan setelah penyampaian pandangan akhir fraksi-fraksi.

Sebagaimana ditulis hukumonline, sebelum rapat untuk pengambilan keputusan dilakukan, atas persetujuan anggota pimpinan sidang menskors rapat untuk melakukan lobi atas pasal-pasal yang akan dicarikan kesepakatannya. Rapat paripurna dewan kemarin dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Soetardjo Soerjogoeritno.

Mengenai Pasal 75, pemungutan suara atas pasal ini dilakukan belakangan karena ada rumusan yang masih perlu diperbaiki. Dari dua alternatif yang ada, akhirnya suara terbanyak (295) jatuh pada alternatif kedua yang telah mengalami perbaikan, sedang sisanya (99) memilih alternatif pertama.

Ketentuan Pasal 75 pada intinya mengatur bahwa pejabat publik yang menjadi pimpinan lembaga eksekutif maupun legislatif tidak dilarang berkampanye. Dengan demikian, Presiden, Wakil Presiden, Ketua dan wakil Ketua MPR, serta Ketua dan Wakil Ketua DPR dibebaskan untuk melakukan kampanye. Tidak terkecuali, para menteri di kabinet Gotong-royong.

Pejabat publik yang dilarang kampanye hanya meliputi ketua/wakil ketua/ketua muda/hakim agung pada Mahkamah Agung, hakim Mahkamah Konstitusi, serta ketua/wakil ketua dan hakim pada semua badan peradilan, ketua/wakil ketua, dan anggota BPK, Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur BI.

Selain itu, larangan untuk berkampanye juga berlaku terhadap gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota, pejabat BUMN/BUMD, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa.

Tags: