Undang-Undang untuk Menjerat Pelanggar Seks
Berita

Undang-Undang untuk Menjerat Pelanggar Seks

Jakarta, hukumonline. Para pelanggar seks tidak dapat lagi bergentayangan mencari mangsa. Identitas mereka akan disebarluaskan ke masyarakat. Mahkamah Agung (MA) Illinois telah mempertahankan keberlakuan dua Undang-Undang (UU) bagi pelanggaran seksual.

Fat/APr
Bacaan 2 Menit
Undang-Undang untuk Menjerat Pelanggar Seks
Hukumonline

Law.com melaporkan bahwa di AS, tepatnya di negara bagian Illlinois, terdapat dua UU yang aplikasinya hampir sama dengan sistem "pengawasan" yang dibuat mantan Presiden Soeharto bagi anggota PKI dan keturunannya.

Kedua UU tersebut, yaitu Sex Offender Act dan Community Notification Law, telah lama menjadi bahan kontroversi di AS. Bagi yang menentang berlakunya kedua UU itu, aturan yang terdapat pada masing-masing UU dianggap melanggar prinsip dalam konstitusi AS yang melarang adanya ex pos facto laws serta hukuman yang kejam dan tidak lazim atau double jeopardy. Selain itu, kedua UU tersebut dianggap melanggar wilayah pribadi (privacy) para pelaku pelanggaran seksual.

Di lain pihak, kedua UU tersebut dianggap memberikan perlindungan pada masyarakat. Hakim S. Louis Rathje yang mewakili mayoritas majelis mengungkapkan: "Kami percaya bahwa kedua UU tersebut bertujuan untuk melindungi masyarakat. Kedua UU itu tidak memberikan kemajuan yang berarti dalam mempromosikan pencegahan atau ganti rugi."

Namun, Mahkamah Agung (MA) negara bagian Illinois telah mempertahankan keberlakuan kedua UU tersebut. Artinya, MA tidak mengganggap kedua UU tersebut melanggar prinsip dalam konstitusi AS. Aturan-aturan kedua UU itu tidak menghasilkan hukuman "tambahan bagi para pelaku pelanggaran seksual yang terpidana".

Melindungi masyarakat

Menurut MA, Notification Law tidak bermaksud untuk mencemari dan mempermalukan  para pelaku pelanggaran seksual. Malah, UU tersebut direncanakan agar penyebaran informasi yang dilakukan begitu rupa, sehingga akan melindungi masyarakat.

MA  menyatakan bahwa nama, alamat, tangggal lahir, dan pelanggaran atau keputusan hakim mengenai para pelaku pelanggaran seksual itu akan diberikan kepada dewan sekolah dan tempat-tempat pelayanan pengurusan anak. Sebagai tambahan, informasi akan diberikan kepada siapa saja yang kemungkinan besar akan bertemu dengan para pelaku pelanggaran seksual itu.

Mayoritas anggota majelis tampaknya terpengaruh oleh fakta bahwa informasi yang dimaksud tidak akan disebarluaskan ke komunitas masyarakat secara keseluruhan. "Penyebarluasan informasi yang terbatas ini tidak dapat dianalogikan dengan pencemaran sebagai hukuman seperti penamaan, penahanan, pengikatan ke tiang, atau pembuangan," tulis Rathje.

Tags: