Keppres tentang Kewajiban Pelaporan Hutang Luar Negeri Swasta Dicabut
Berita

Keppres tentang Kewajiban Pelaporan Hutang Luar Negeri Swasta Dicabut

Jakarta, hukumonline. Keppres No. 56 Tahun 1998 tanggal 8 April 1998 mengenai kewajiban pelaporan utang luar negeri swasta telah dicabut pada 28 September 2000. Namun, hal itu bukan berarti tidak ada kewajiban untuk melapor utang-utang luar negeri oleh swasta kepada BI (Bank Indonesia). Pasalnya, BI saat ini sedang mempersiapkan peraturan pengganti Keppres tersebut dengan peraturan BI.

Ari/Zae/APr
Bacaan 2 Menit
Keppres tentang Kewajiban Pelaporan Hutang Luar Negeri Swasta Dicabut
Hukumonline

Peraturan BI tersebut pada intinya mengatur hal-hal yang sebelumnya telah diatur dalam surat keputusan direksi BI No. 31/5/KEP/DIR tanggal 8 April 1998 tentang kewajiban melaporkan pinjaman komersial luar negeri oleh perusahaan swasta.

Peraturan tersebut sesuai pula dengan SK Direksi BI No. 29/192/KEP/DIR tanggal 26 Maret 1997 tentang Pedoman Penerimaan Pinjaman Komersial Luar Negeri (PKLN) Bank dan Surat Edaran BI No. 31/1/ULN tanggal 17 April 1998 tentang Penyempurnaan Format Laporan PKLN yang diatur dalam SK Direktur BI di atas. Selain itu, peraturan ini juga sesuai dengan SK Direksi BI No. 29/193/KEP/DIR tanggal 26 Maret 1997 tentang Laporan PKLN oleh Badan Usaha Bukan Bank.

Kewajiban pelaporan utang luar negeri swasta tersebut merupakan implementasi dari dikeluarkannya UU No. 23 Tahun 1999 tentang BI dan UU No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar. Melalui kedua UU tersebut, pengawasan dan pengaturan lalu lintas devisa termasuk pinjaman luar negeri dilakukan oleh BI.

Hal tersebut ditegaskan oleh Nana Supriyana, Direktur Direktorat Luar Negeri BI pada Rabu (4/10) di Jakarta. Nana mengatakan, pencabutan Keppres yang dilanjutkan dengan mengeluarkannya peraturan BI tersebut bukan karena tidak adanya koordinasi antara BI dengan lembaga kepresidenan. "Justru karena kami selalu berkoordinasi dengan lembaga kepresidenan," tegas Nana.

Menurut Nana, BI mempertahankan adanya peraturan menganai pelaporan utang swasta karena berdasarkan pengalaman ketika terjadi krisis, BI kesulitan dalam mencari data utang swasta yang "akurat". Walapun telah ada Keppres yang mengatur sejak 1974, belum ada satu lembaga pun yang melaksanakan tugas tersebut. "Jumlah utang swasta yang akurat sangat diperlukan terutama dalam rangka perbaikan kebijakan-kebijakan yang akan diambil oleh BI," tambah Nana.

Nana juga menyebutkan, posisi utang luar negeri Indonesia saat ini mencapai AS$143,3 miliar, di mana utang pemerintah adalah AS$75,1 miliar dan sisanya sekitar  AS$68,2 miliar adalah utang swasta.

Pelarangan transaksi

Perihal pencabutan Keppres No. 56 tahun 1998 tersebut juga ditegaskan oleh Deputi Senior BI, Anwar Nasution, di sela-sela  seminar yang diselenggarakan oleh LPEM-UI di Jakarta pada Rabu (4/10). Anwar juga menegaskan bahwa perangkat peraturan yang baru nanti tidak saja berguna untuk kepentingan "krisis" seperti yang terjadi pada tahun lalu. "Kita memerlukan prangkat itu untuk mengetahui statistik transaksi luar negeri masyarakat kita", ujar Anwar.

Tags: