Jerat Hukum Manajemen Lippo
Kolom

Jerat Hukum Manajemen Lippo

Kasus dual report (DR) Bank Lippo (BL) yang berbeda drastis dari laba bersih Rp98 miliar disampaikan ke publik menjadi rugi bersih Rp1,8 triliun--disampaikan ke BEJ-- menyebabkan turunnya Capital Adequacy Ratio (CAR) Kasus ini dibongkar oleh analis pasar modal Lin Che Wei dalam beberapa artikel dan komentarnya di Harian Kompas pada medio Februari lalu dan hingga kini belum tuntas. Kasus ini dapat membuat terdilusinya saham pemerintah yang notabene adalah saham rakyat itu sendiri.

Bacaan 2 Menit
Jerat Hukum Manajemen Lippo
Hukumonline

Logika awam saja dapat menangkap bahwa DR tersebut berindikasi terjadinya penyimpangan hukum. Beberapa pekan terakhir ini, muncul gejala untuk mendilusi kasus ini dengan tameng sanksi administratif oleh Badan pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan pergantian manajemen (komisaris dan direksi) Bank Lippo oleh negara selaku pemiliki saham mayoritas (59%) melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). Padahal meskipun hal tersebut dilakukan, persoalan yuridisnya (pidana dan perdata) tidak serta merta terdilusi.

Individu  yang terlibat melakukan kejahatan dalam prinsip hukum pidana dengan lepasnya jabatan tidak serta merta gugurnya tanggung jawab pidana itu sendiri. Dan akibat kejahatan yang menimbulkan kerugian, juga tidak serta merta menghilangkan tangungjawabnya. Begitu pula dalam ranah hukum perdata bahwa setiap orang bertanggung jawab bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya. Selanjutnya, disebutkan bahwa seseorang tidak hanya bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya (Pasal 1366& 1367 KUHPerdata-Burgerlijk Wetboek)

Setidaknya, ada beberapa indikasi kejahatan yang dilakukan manajemen Bank Lipo. Pertama, DR yang sangat berbeda berindikasi sebagai kejahatan, bukan sebatas  pelanggaran dalam hukum pasar modal. Secara kasat bahwa laporan ke publik yang unaudited dan dicantumkan audited ke publik bertekstur well performance, sedangkan ke BEJ bad performance.  Maka, hal tersebut telah merupakan pembohongan publik dan atau penyesatan informasi.

Kewajiban hukum suatu perusahaan adalah memberikan informasi yang jujur kepada Bapepam dan masyarakat. Bahkan, informasi material yang mempengaruhi harga efek juga harus disampaikan secepatnya.  Manajemen Bank Lippo dapat terjerat pasal penipuan dan manipulasi pasar dengan memberikan keterangan secara material tidak benar atau menyesatkan, menipu atau mengelabui, dan membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material diancam dengan pidana penjara  maksimal 10 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar  (Pasal 104 UU No. 8/1995 tentang Pasar Modal-UUPM).

Kedua, kejahatan di bidang perbankan--yaitu  membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha; menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha; mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut--diancam dengan pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar. (Pasal 49 UU  No. 7/1992 tentang Perbankan)

Ketiga, kejahatan korupsi dalam UU No.31 Tahun 1999 yang memiliki ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.  Seharusnya, pemerintah sebagai komisaris dan pemegang saham mayoritas mengajukan gugatan ke pengadilan terhadap anggota Direksi Bank Lippo. Karena kesalahan atau kelalaian Direksi Bank Lippo, menimbulkan kerugian bagi perusahaan yang terlihat pada second report Bank Lippo (Pasal 85 UU No.1/1995 tentang Perseroan Terbatas-UUPT), tetapi hal tersebut tidak dilakukannya. Hal ini berindikasi telah terjadi "perselingkuhan" guna menguras keuangan negara tersebut sebagai pemilik saham mayoritas.

Kerugian negara

Secara kasat, second report yang tersungkur itu telah memberikan gambaran jelas bahwa pemerintah sebaga pemilik saham mayoritas tentunya merugi. Kerugian itu adalah kerugian negara karena saham mayoritas itu adalah saham pemarintah (baca: negara, rakyat). Bahwa korupsi tidaklah dipersyaratkan bahwa negara harus ada fakta telah mengalami kerugian, melainkan perbuatan atau tindakan seseorang yang "dapat" merugikan keuangan negara juga sudah tergolong korupsi. Apa yang disinyalir bahwa potensi terdilusinya saham pemerintah kemudian terjadi buy back oleh pemilik lama, yang dilakukan secara lihai, adalah indikasi korupsi itu sendiri.

Tags: