Nasionalisme Teror
Kolom

Nasionalisme Teror

Akhir Mei 2003 terjadi aksi kekerasan terhadap kantor Kontras dan PBHI. Dari berbagai media, kantor Kontras diacak-acak, kaca jendela kantor dipecahkan. Tidak sampai di situ, terjadi kekerasan terhadap pekerja HAM Kontras, Ori Rahman. Koordinator Kontras ini diuji nasionalismenya dengan lafadz lagu Indonesia Raya.

Bacaan 2 Menit
Nasionalisme Teror
Hukumonline

Tidak ada satu landasan hukum dan moral pada bangsa-bangsa beradab yang dapat melegitimasi aksi kekerasan seperti  ini. Niccolo Machiavelli (Il Principe-The Prince, 1532) mengatakam "there are two methods of fighting, the one by law, the other by force; the first method is that of men, the second of beasts".

 

Perbuatan main hakim sendiri (eigenrichting) terhadap kantor dan pekerja HAM tersebut sudah termasuk kategori pelanggaran HAM serius. Salah satu HAM yang sifatnya tak dapat dikurangi (non derogable rights) dalam suatu pertautan sosial adalah hak untuk tidak disiksa (no torture).

 

Aksi anarkis ini dapat terkategori sebagai teror dan juga termasuk tindak pidana, penganiayaan yang dilakukan bersama-sama, sengaja menimbulkan sakit atau luka  (Pasal 351-358 KUHPidana). Apapun motifnya bahwa ketika hukum masih dipercaya, maka kekerasan ini harus diselesaikan melalui mekanisme hukum.

 

Proses hukum dilakukan bukan untuk memenjarakan pelakunya, melainkan agar koban berikutnya tidak mendapat giliran yang dapat dilakukan oleh elemen lain terhadap elemen lain. Di sinilah hukum dapat menjalankan fungsi kontrol dan deterennya dalam kehidupan bernasion yang kita lakonkan.

 

Pekerja HAM anasionalis?

 

Motif aksi tersebut tesebut menjadi absurd jika dibedah dengan pisau nasionalisme seperti yang dituduhkan kepada pekerja HAM sebagai anasionalis karena menentang dan menyoroti Operasi Daerah Militer (ODM). Bagian paling fundamental bernasion tidak lain adalah berkemanusiaan. Terbentuknya Indonesia dari Sabang sampai Merauke semata alasannya berkemanusiaan -- bukan berkekuasaan -- akibat nasib ketidakmanusiaan yang dialami bersama dari kaum penjajah.

 

Oleh karenanya, pondasi nasionalisme berada pada altar horizontal, yaitu rakyat bukan pada kekuasaan. Kekuasaan hanyalah alat yang dikreasikan nasion untuk mengkonservasi dan memajukan kemanusiaan. Kalau kebijakan kekuasaan berpotensi merusak kemanusiaan, maka sangat sah adanya ketika seorang/kelompok  menentang kebijakan itu.    

 

Pekerja HAM yang menentang atau menyoroti ODM dengan berbagai kasus pelanggaran HAM yang bakal/terjadi tidak boleh serta merta distigma anasionalis. Justru kalau mereka acuh akan berbagai potensi/pelanggaran HAM di Aceh, maka patut dicurigai sebagai anasionalis atau "nasionalisme acuh bebek".

Tags: