Dari hasil investigasi lapangan yang dilakukan oleh ICW, ditemukan bahwa pada akhir Agustus tahun 2000 lalu tanpa diketahui oleh masyarakat luas, Menkeu menandatangani pinjaman untuk pembangunan transmisi gardu PLN dengan nilai total proyek AS$ 600 juta. Menurut ICW, apabila proyek yang sama tersebut ditenderkan dari dana multilateral, dapat dilakukan penghematan sebesar AS$400 juta.
Pembangunan transmisi gardu tersebut dimaksudkan karena akan adanya listrik swasta yang dayanya sangat besar. Apabila transmisi grardu tersebut tidak dibangun ataupun trasmisi gardu yang sudah ada diperbaiki, maka jaringan yang ada diperkirakan akan jebol.
Menurut Teten, proyek ini sebenarnya sudah pernah diajukan PLN pada ketiga menteri keuangan sebelumnya, tetapi ketiga menteri tersebut menolak untuk menjalankan proyek tersebut.
Ketika dikonfirmasikan kepada mantan Menkeu Bambang Sudibyo tentang alasan penolakan proyek tersebut pada saat ia menjabat Menteri Keuangan, Bambang menyatakan dirinya lupa. Namun, ia juga menegaskan bahwa memang ada kredit-kredit yang diperlukan dalam rangka restrukturisasi PLN.
Tidak tepat
Lebih lanjut, Teten mengemukakan bahwa kredit ekspor PLN ini pernah dilakukan pula KE-I pada 1994 dengan nilai proyek AS$400 juta yang dikerjakan oleh Arifin Panigiro. Sementara KE-II pada 1996 senilai AS$200 juta yang dikerjakan Djan Farid.
Teten merasa prihatin karena di satu sisi kita belum selesai dengan urusan listrik swasta, pemerintah membuat masalah baru dengan menyetujui pembangunan jaringan dengan kredit ekspor ini. "Ini tidak tepat. Sebaiknya dilakukan dengan tender dan dana multilateral," cetusnya.
Direktur PLN pernah menyatakan bahwa PLN memiliki kewajiban untuk membeli pasokan listrik dari 27 perusahaan swasta yang telah terikat sesuai dengan PPA (Power Purchase Agreement) senilai AS$133,5. PPA itu mengikat PLN untuk waktu 30 tahun. Bambang Sudibyo mennanggapi bahwa kalau ada kasus KKN terbesar di negeri ini, itu adalah BLBI dan PLN.