Sejumlah Advokat Dukung Penghapusan Larangan Beriklan
Berita

Sejumlah Advokat Dukung Penghapusan Larangan Beriklan

Sejumlah advokat menilai mengiklankan diri atau kantor hukum tidak dapat diartikan mengkomersialisasikan jasa hukum. Lebih dari itu, meski ada larangan beriklan dalam aturan kode etik, banyak advokat toh mengiklankan diri atau kantornya dengan samar-samar ataupun terang-terangan.

Amr
Bacaan 2 Menit
Sejumlah Advokat Dukung Penghapusan Larangan Beriklan
Hukumonline

Meski begitu, Dwi tetap berpendapat penghapusan larangan beriklan haruslah diikuti dengan sejumlah kewajiban tertentu. Salah satunya adalah mempertegas kewajiban untuk memberikan jasa atau bantuan hukum secara cuma-cuma bagi masyarakat yang tidak mampu. Ia menyarankan agar ada sanksi yang lebih tegas bagi advokat maupun kantor yang melanggar kewajiban tersebut.

Pendapat senada juga dikemukakan oleh Hamdan Zoelva dari firma Hamdan Sudjana Januardi. Sebagai profesional pemberi jasa hukum, kata Hamdan, pentingnya promosi bagi advokat sudah tidak bisa dihindari lagi di era persaingan seperti sekarang ini.

Dilarang menjanjikan

Kendati demikian, Hamdan tetap melihat bahwa harus ada pembatasan dalam kode etik mengenai substansi iklan atau promosi yang dilakukan oleh advokat atau kantornya. "Mereka tidak boleh menjanjikan bahwa mereka pasti bisa memenangkan perkara," cetus politisi Partai Bulan Bintang tersebut.

Wacana soal penghapusan larangan bagi advokat untuk memasang iklan kembali mencuat setelah ada pernyataan Ketua Umum Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Otto Hasibuan bahwa larangan semacam itu tidak realisitis karena advokat kini sudah menjadi bisnis jasa.

Pasal 8 huruf b Kode Etik Advokat Indonesia menyebutkan, "Pemasangan iklan semata-mata untuk menarik perhatian orang adalah dilarang termasuk pemasangan papan nama dengan ukuran dan/atau bentuk yang berlebih-lebihan".

Di pihak lain, Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Abdul Gani Abdullah berpendapat bahwa advokat tidak seharusnya diperbolehkan untuk mempromosikan diri. Pasalnya, kata Gani, advokat adalah profesi pemberi jasa hukum dan bukan penjual jasa hukum.

"Mengiklankan diri sama dengan mengkomersialkan profesi advokat dan itu bukanlah semangat dari Undang-undang Advokat (Undang-undang No.18/2003, red)," ungkap Gani.

Demikian kesimpulan yang dapat ditarik dari Dwi Ria Latifa dan Hamdan Zoelva –anggota DPR yang juga advokat-- mengenai wacana penghapusan larangan advokat memasang iklan dari kode etik. Keduanya sepakat bahwa pelarangan advokat untuk memasan iklan sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman.

Dwi Ria Latifa mengatakan seharusnya rekan-rekan advokat yang lain tidak usah munafik dengan mempertahankan larangan advokat mempromosikan diri. Pasalnya, ujar anggota Komisi II DPR ini, banyak advokat yang tidak mengindahkan larangan tersebut dan beriklan baik dengan cara yang samar-samar atau terang-terangan melalui media massa.

Dwi yang juga pendiri sekaligus pengurus Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pengacara Indonesia (SPI) tersebut mengatakan bahwa persaingan antar advokat sebagai pemberi jasa hukum adalah hal yang wajar. Apalagi, kata politisi PDI Perjuangan itu, mengiklankan diri bukan berarti mengkomersialkan jasa hukum.

Lebih jauh, Dwi memandang ia tidak khawatir penghapusan larangan advokat beriklan akan merusak citra advokat sebagai profesi yang mulia dan terhormat (officium nobile). "Masyarakat kita tidak bodoh dan mereka bisa menilai mana advokat yang benar-benar profesional dan mana yang tidak. Advokat-advokat yang tidak profesional itu akan tersaring dengan sendirinya," tegas Dwi.

Halaman Selanjutnya:
Tags: