Menkumham: Perjanjian Berbahasa Inggris Tetap Sah
Utama

Menkumham: Perjanjian Berbahasa Inggris Tetap Sah

Perjanjian dalam bahasa Inggris tetap sah atau tidak batal demi hukum atau tidak dapat dibatalkan sampai dikeluarkannya Peraturan Presiden. Pendapat Menkumham itu dinilai tidak tepat.

Oleh:
Sut/Ali
Bacaan 2 Menit
Tanggapan Menkumham terhadap permohonan klarifikasi sejumlah <br> lawyer yang mempertanyakan bahasa kontrak. Foto: Sgp
Tanggapan Menkumham terhadap permohonan klarifikasi sejumlah <br> lawyer yang mempertanyakan bahasa kontrak. Foto: Sgp

“Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau perseorangan warga Negara Indonesia”. Itulah kutipan Pasal 31 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kembangsaan. Beleid itu menjadi fenomenal sejak Undang-Undang tersebut diberlakukan pada 9 Juli 2009. Sontak, sejumlah korporat, terutama perusahaan asing, mempertanyakan keabsahan kontrak berbahasa Inggris yang lazim mereka gunakan. Tak terkecuali para lawyer.

 

Pada 26 November 2009 lalu, sebelas lawyer yang sebagian besar merupakan partner di kantor hukum terkemuka, mengirimkan surat yang ditujukan kepada Menteri Hukum dan HAM. Isinya meminta penjelasan terkait pelaksanaan Pasal 31 UU No. 24/2009. Gayung pun bersambut. Tak sampai sebulan Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar, merespon surat tersebut. Melalui suratnya bernomor M.HH.UM.01.01-35 perihal “Permohonan Klarifikasi atas implikasi dan pelaksanaan UU No. 24 Tahun 2009”, Patrialis menyatakan perjanjian privat komersial (private commercial agreement) dalam bahasa Inggris tanpa disertai versi bahasa Indonesia tidak melanggar persyaratan kewajiban seperti ditentukan Undang-Undang tersebut.

 

Kata-kata “tidak melanggar persyaratan kewajiban” bahkan ditegaskan dengan menebalkan huruf dan diberi garis bawah. Dengan demikian, perjanjian yang dibuat dengan versi bahasa Inggris tetap sah atau tidak batal demi hukum atau tidak dapat dibatalkan. Patrialis beralasan, implementasi Pasal 31 tersebut menunggu sampai dikeluarkannya Peraturan Presiden. Memang, dalam Pasal 40 UU No. 24/2009 disebutkan, ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 39, diatur dalam Peraturan Presiden.

 

Bukan hanya itu, dalam suratnya Patrialis menjelaskan, sesuai dengan asas peraturan perundang-undangan yang berlaku, setiap peraturan yang disahkan atau ditetapkan dan diundangkan, maka peraturan tersebut berlaku setelah diundangkan sampai peraturan itu dicabut. Artinya, peraturan hanya berlaku ke depan dan tidak boleh berlaku surut. Sehingga semua perjanjian yang dibuat sebelum Peraturan Presiden diundangkan, tidak perlu disesuaikan atau menyesuaikan penggunaan bahasa Indonesia yang ditentukan di dalam Peraturan Presiden tersebut.

 

Patrialis menambahkan, terkait asas kebebasan berkontrak, para pihak pada dasarnya secara formal bebas menyatakan, apakah bahasa yang digunakan dalam kontrak adalah bahasa Indonesia atau bahasa Inggris atau keduanya. Jika Peraturan Presiden tentang Penggunaan Bahasa Indonesia (sebagai implementing regulation) ditetapkan dan diundangkan, maka para pihak secara formal nantinya terikat ketentuan dalam Peraturan Presiden tersebut, yakni selain menggunakan bahasa Inggris juga diwajibkan menggunakan bahasa Indonesia.

 

Jika hal itu wajib dilakukan (menggunakan dua versi bahasa), maka para pihak juga bebas menyatakan bahwa jika terhadap perbedaan penafsiran terhadap kata, frase, atau kalimat dalam perjanjian, maka para pihak bebas memilih bahasa mana yang dipilih untuk mengartikan kata, frase, atau kalimat yang menimbulkan penafsiran dimaksud. Klausula yang lazim digunakan dalam perjanjian, misalnya “dalam hal terjadi perbedaan penafsiran terhadap kata, frase, atau kalimat dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia dalam perjanjian ini, maka yang digunakan dalam menafsirkan kata, frase, atau kalimat dimaksd adalah versi bahasa Inggris”. Demikian penggalan kalimat yang tercantum dalam surat Patrialis kepada para lawyer tersebut.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait