Polisi Bantah Ada Pemukulan Demonstran
Demo Pansus Century:

Polisi Bantah Ada Pemukulan Demonstran

Akibat bentrok sembilan orang luka-luka, lima orang diperiksa Bareskrim Mabes Polri karena mengganggu ketertiban dan keamanan unjuk rasa di depan gedung DPR. Satu orang dikabarkan meninggal, tapi Mabes Polri menyatakan itu hanya isu belaka dan berniat akan menyelidiki siapa penyebar kebohongan itu.

Nov/Ali
Bacaan 2 Menit
Polisi Bantah Ada Pemukulan Demonstran
Hukumonline

Menjelang pembacaan hasil paripurna DPR terkait kasus dana talangan (bail out) Bank Century, berbagai elemen masyarakat berunjuk rasa di depan gedung DPR/MPR dan beberapa wilayah lain di Indonesia. Seperti, Kalimantan Timur, Semarang, dan Makassar. Sudah dua hari aksi unjuk rasa itu digelar, dan ketegangan antara pengunjuk rasa dengan aparat Kepolisian tak terelakan.

 

Tengok saja, peristiwa bentrok yang terjadi kemarin (3/3) di depan gedung DPR/MPR. Akibat sidang paripurna DPR yang diskors terlalu lama, pengunjuk rasa memaksa masuk ke dalam gedung DPR/MPR. Namun, upaya itu dihalau aparat Kepolisian, sehingga terjadi bentrok yang menyebabkan sembilan orang luka-luka. Empat diantaranya adalah pengunjuk rasa, sementara sisanya, lima orang adalah aparat Kepolisian.

 

Empat pengunjuk rasa yang luka-luka itu langsung dibawa ke Rumah Sakit Angkatan Laut Mintoharjo. Sedangkan, lima orang aparat Kepolisian yang juga mengalami luka-luka langsung dibawa ke Rumah Sakit Polri. Memang ada satu orang pengunjuk rasa berinisial DS yang dibawa dengan ambulan, tapi setelah mendapat perawatan dari rumah sakit, kondisinya dinyatakan Kadiv Humas Mabes Polri Edward Aritongan sudah membaik. Begitu juga dengan tiga pengunjuk rasa lainnya yang masing-masing berisnisial I, N, dan A.

 

Dari dua pengunjuk rasa yang terluka diakui Ketua Umum PB Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Arip Musthopa sebagai anggotanya. Arip mengemukakan hal ini ketika bertandang ke Bareskrim Mabes Polri untuk mengetahui kondisi satu anggotanya bernama Luthan Daulai yang ditangkap aparat. “Dua orang luka-luka, satu dimatanya kena benda keras, ini mungkin sepatu atau apa kita nggak tahu. Satu lagi (luka) di bagian tubuh lain, saya tidak tahu persis. Tapi, mereka masih di ruang UGD rumah sakit Mintoharjo”. Menurutnya, luka-luka itu didapat anggotanya karena bentrok dengan aparat, ketika sedang menunggu proses lobi anggota dewan yang tidak berkesudahan. “Sebenarnya kan gini, ini rapat (paripurna DPR) di-pending dari sekitar jam satu, jam dua. Padahal, teman-teman sudah tahu kondisinya bakal menang Opsi C kalau divoting. Tapi, malah di-pending, lobi, sampai dengan jam setengah enam. Teman-teman sudah kelelahan nunggu, sampai akhirnya muncul reaksi, ekspresi seperti itu yang kemudian bentrok dengan aparat”.

 

Mereka, lanjut Arip, “bentrok gara-gara proses lobi di dalam (DPR) yang nggak berkesudahan, sehingga akhirnya emosi terpancing. Sementara apa yang kita perjuangkan sudah hampir sampai, kalau Opsi C itu jadi dimenangkan divoting”. Dan benar saja, sebagian besar fraksi di sidang paripurna memilih Opsi C, yaitu menindaklanjuti kebijakan dan proses bail out dengan proses hukum karena diduga terdapat penyimpangan. Dua tokoh center yang diminta ditindaklanjuti adalah Mantan Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Sri Mulyani Indrawati dan Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono.

 

Itu kronologis bentrok menurut versi HMI. Menurut Edward Aritonang dan Kabid Humas Polda Metro Jaya Boy Rafli insiden itu terjadi karena pengunjuk rasa memaksa masuk ke dalam gedung DPR/MPR. Padahal, sebelumnya pengunjuk rasa dan aparat sudah mengadakan konsolidasi untuk mengakomodir lima orang perwakilan pengunjuk rasa untuk masuk menemui Humas DPR menyerahkan pernyataan sikap. Namun, pengunjuk rasa lainnya memaksa masuk, sehingga terpaksa dihalau aparat dengan menyemprotkan water canon dan melemparkan gas air mata. “Walau sudah dihalau, tapi lemparan semakin keras. Tapi, tidak pernah ada penembakan dengan peluru karet atau peluru tajam, dan pemukulan dari aparat. Hanya water canon dan gas air mata. Sebagian besar terkena gas air mata, lari kemudian lecet. Lagipula, aparat nggak membawa alat pemukul kok,” ujar Edward. Pengunjuk rasa yang kembali memaksa masuk, kembali dihalau aparat dengan water canon. Penghalauan ini semata-mata dilakukan untuk membubarkan konsentrasi pengunjuk rasa, “karena, sebenarnya kan kesepakatannya (aksi unjuk rasa) berakhir pukul 18.00 WIB, tapi setelah ada konsolidasi lagi baru mereka bubar pukul 18.20 WIB”.

Tags: