Kalau Pengadilan Agama Bisa, Mengapa yang Lain Tidak?
Resensi

Kalau Pengadilan Agama Bisa, Mengapa yang Lain Tidak?

Sistim pembuktian dalam hukum acara perdata sudah ketinggalan zaman. Mau tidak mau harus mengakomodir perkembangan teknologi. Tapi RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata terkesan masih malu-malu mengakui?

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Bukti Elektronik dalam Sistem Pembuktian Perdata.
Bukti Elektronik dalam Sistem Pembuktian Perdata.

Ketika Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)  disahkan tak sedikit perdebatan muncul. Ada yang gagap menghadapi kemungkinan problematika hukum yang timbul jika sistim elektronik dibawa ke ranah hukum. Kontroversi atas penerapan Undang-Undang ini menemukan momen ketika Prita Mulyasari, seorang pasien, mempersoalkan layanan rumah sakit melalui email.

 

Perdebatan demi perdebatan menghiasi ruang sidang jika sudah tiba pada pembuktian secara elektronik. Kita lantas mendengar pandangan pengacara Antasari Azhar yang tegas-tegas menolak alat bukti elektronik diterapkan dalam kasus pembunuhan. Dalam kasus terorisme, pencucian uang, perbankan, dan korupsi, bukti elektronik bisa saja diterima karena Undang-Undang yang menaunginya jelas mengakomodir. Tapi bagaimana dalam hukum acara perdata? Inilah yang coba dibahas Efa Laela Fakhriah dalam bukunya Bukti Elektronik dalam Sistem Pembuktian Perdata.

 

Hukum acara perdata yang berlaku selama ini, yakni HIR dan RBg, menganut prinsip bahwa hakim terikat pada alat bukti yang sah. Artinya, hakim hanya boleh mengambil keputusan berdasarkan alat-alat bukti yang ditentukan dalam Undang-Undang. Kondisi ini dalam praktik menyulitkan proses penyelesaian sengketa, khususnya berkaitan dengan transaksi e-commerce (hal. 11).

 

Faktanya, model transaksi dengan menggunakan jalur elektronik sudah lazim digunakan orang. Pemesanan barang seperti baju, sepatu, dan buku melalui email sudah jamak. Tak ada pertemuan fisik antara pembeli dan penjual. Calon pembeli juga tak bisa memastikan langsung apakah ada cacat tersembunyi dalam barang atau tidak. Nyatanya, transaksi bisa berjalan. Transaksi perbankan melalui ATM atau e-banking bukan sesuatu yang baru bagi masyarakat, khususnya di perkotaan. Di sidang-sidang Mahkamah Konstitusi, penggunaan telekonferensi untuk mendengar keterangan saksi atau ahli sudah jamak dilakukan.

 

BUKTI ELEKTRONIK DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PERDATA

DR. Hj. Efa Laela Fakhriah, SH. MH

 

Penerbit: PT Alumni, Bandung

Tahun terbit: 2009

Halaman: xiv + 220 (termasuk indeks)

 

 

Dalam hukum positif Indonesia, hukum pembuktian memang telah mengalami perubahan, baik beban pembuktian maupun alat-alat bukti. Sayangnya, perubahan itu dilakukan secara parsial sehingga berpotensi tumpang tindih dan inkonsisten. Perkembangan dan perubahan sistim pembuktian banyak didorong oleh kasus-kasus yang masuk ke meja hijau. Demikian pula yang terjadi dalam hukum acara perdata. Walhasil, validitas pembuktian secara elektronik dalam ranah perdata sangat tergantung pada hakim. Kekuatan pembuktiannya menjadi bebas (hal. 204).

Halaman Selanjutnya:
Tags: