UU Hak Tanggungan Diuji ke MK
Berita

UU Hak Tanggungan Diuji ke MK

Uraian permohonan dinilai belum mencerminkan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, melainkan lebih mencerminkan menguji kasus konkret yang merupakan wewenang pengadilan lain.

Oleh:
ASh
Bacaan 2 Menit
Undang Undang hak tanggungan di uji MK. Foto: Sgp
Undang Undang hak tanggungan di uji MK. Foto: Sgp

Dinilai menghilangkan hak untuk memperoleh pekerjaaan, UU No 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan “digugat” di Mahkamah Konstitusi. Adalah Uung Gunawan, seorang advokat yang kerap menjadi kuasa hukum bank, merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 6 jo Pasal 15 ayat (1) huruf b UU Hak Tanggungan.

 

Uung menyatakan berlakunya pasal itu mengakibatkan hal-hal yang berhubungan eksekusi benda (tidak bergerak) yang dibebani hak tanggungan ketika akan dilelang tak bisa dikuasakan kepada advokat.   

 

Pasal 6 berbunyi, “Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.”

 

Sementara Pasal 15 ayat (1) “Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat dengan akta notaris atau akta PPAT dan memenuhi persyaratan sebagai berikut: a.tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada membebankan Hak Tanggungan; b. tidak memuat kuasa substitusi..   

 

Uung menuturkan awalnya ketika mewakili Bank Buana untuk mengajukan parate eksekusi di kantor lelang tidak pernah ditolak. Namun, saat mengajukan hal yang sama kantor lelang cabang Lampung menolak. Atas penolakan itu, pihaknya mengirimi surat keberatan ke Dirjen Kekayaan Negara.

 

Dalam suratnya, ia beralasan Pasal 15 ayat (1) UU Hak Tanggungan permohonan parate eksekusi harus ditafsirkan dilakukan oleh pihak bank sendiri (direksi) atau lewat pimpinan cabang yang memiliki piutang (tagihan) atas benda jaminan.     

 

“Kami sudah jelaskan, berarti seperti Bank Mandiri yang punya banyak kantor cabang, direksi harus datang ke kantor lelang seluruh Indonesia. Pemimpin cabang dianggap kuasa direksi, apa bedanya dengan kami? Sejak itu kami tidak bisa mewakili bank untuk ajukan parate eksekusi dimana-mana,” kata Uung mengeluh.   

 

Uung merasa hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya kedua pasal itu. Hal ini dianggap bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menjamin hak pekerjaan dan penghidupan yang layak. “Saya meminta Pasal 15 ayat (1) huruf b UU Hak Tanggungan dinyatakan bertentangan dengan Pasal 1 ayat (1) UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan UUD 1945 serta dua surat kantor lelang dan Dirjen Kekayaan Negara tak memiliki kekuatan mengikat,” tutur Uung dalam petitumnya.

 

Permohonan diperjelas

Ketua panel sidang majelis MK, Hamdan Zoelva meminta agar pemohon memperjelas bentuk pertentangan antara Pasal 6 jo Pasal 15 ayat (1) itu dan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945. “Bagaimana pertentangannya, apakah saudara betul-betul kehilangan pekerjaan? ini harus dijelaskan betul alasan-alasan konstitusionalnya,” katanya.    

 

Ia kritik soal petitum permohonan yang tak sesuai dengan ketentuan beracara di MK. Sebab, pertentangan antara undang-undang dan pembatalan surat Dirjen bukan kewenangan MK. “Harusnya petitum diawali dengan mengabulkan permohonan, pernyataan pasal yang diuji bertentangan dengan pasal dalam UUD 1945, dan pasal yang diuji tak memiliki kekuatan mengikat,” jelasnya.

 

Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi menilai uraian permohonan belum mencerminkan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, melainkan lebih mencerminkan menguji kasus konkret yang merupakan wewenang pengadilan lain.

 

“Saudara harus melihat lagi Pasal 56 dan 57 UU MK dan Pasal 5 PMK No. 6 Tahun 2005. Jadi dua surat kantor lelang dan Dirjen Kekayaan Negara hanya sekedar bukti saja, bukan produk UU,” kritiknya.

 

Selain itu, ia meminta pemohon merenungkan kembali permohonannya terkait kehilangan hak konstitusional berupa hak pekerjaan dengan berlakunya Pasal 15 ayat (1) UU Hak Tanggungan atau penerapan/penafsiran pasal itu dalam praktik. “Apa argumentasi pasal itu dianggap menghilangkan hak konstitusional Saudara karena Dirjen Kekayaan Negara hanya menafsirkan Pasal 15 ayat (1)?”

Tags: