Draf KUHP Dinilai Sudah Basi
Utama

Draf KUHP Dinilai Sudah Basi

RUU yang akan diserahkan ke DPR adalah RUU yang diserahkan oleh Andi Hamzah cs pada 1992.

Oleh:
Ali Salmande
Bacaan 2 Menit
Guru Besar FH Unpad Romli Atmasasmita (kiri). Foto: SGP
Guru Besar FH Unpad Romli Atmasasmita (kiri). Foto: SGP

Rencana pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang ingin segera membahas rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) rupanya sampai ke telinga Andi Hamzah. Guru Besar Hukum Pidana Universitas Trisakti ini menilai bahwa draf yang akan dibahas itu adalah rancangan yang sudah usang, dan tak layak lagi dijadikan KUHP masa depan.

 

“Kita serahkan draf itu ke pemerintah pada 1992, tapi ditahan-tahan oleh mereka. Sekarang sudah basi!” tegas pria yang aktif terlibat menyusun rancangan revisi KUHP ini dalam sebuah seminar di Jakarta, Kamis (8/12).

 

Draf itu memang terus menerus dibahas oleh pemerintah, tetapi Andi menilai rancangan itu sudah banyak yang tak sesuai dengan perkembangan zaman sehingga lebih layak dirombak keseluruhannya. Misalnya, aturan yang mengatur penipuan dan penggelapan dalam rancangan yang masih sama dengan KUHP sekarang. “Itu jelas sudah basi,” tuturnya.

 

Andi menjelaskan di negara Belanda saja –negara dimana KUHP berasal- secara terus menerus merevisi KUHP hampir setiap tahun untuk mengikuti perkembangan zaman. Contohnya, delik penipuan. Bila KUHP Indonesia hanya mengatur penipuan berupa barang, di Belanda delik penipuan juga mencakup penipuan terhadap barang, data dan jasa. “Misalnya saya kasih Anda cek kosong. Itu termasuk penipuan. Ini yang perlu ditiru,” ujarnya.

 

Selain itu, delik perkosaan. Di Belanda, definisi perkosaan sudah diubah, bukan bersetubuh lagi, melainkan tindakan memasukan bagian tubuh ke tubuh orang lain. “Jadi mencium secara paksa dengan memasukan lidah ke mulut orang lain itu termasuk perkosaan. Karena ini masuk kategori memasukan anggota tubuh ke tubuh orang lain,” jelasnya.

 

“Definisi perkosaan di KUHP kita dan rancangan untuk merevisinya sudah basi!” tegasnya lagi.

 

Lebih lanjut, Andi menilai Indonesia memang perlu mengikuti pola negara-negara maju seperti Belanda, dalam memperbaharui hukumnya. “Kalau Desember kita ke Belanda beli buku, lalu tahun depannya kita kembali ke sana. Pasti buku yang sama itu sudah di-discount 50 persen karena sudah banyak pasal yang berubah,” jelasnya.

 

Guru Besar Hukum Pidana Internasional Universitas Padjadjaran (Unpad) Romli Atmasasmita juga sependapat dengan Andi. Meski begitu, ia menilai pemerintah dan DPR akan tetap membahas ‘barang’ basi itu. “Di Indonesia, makanan basi dimakan juga, prof,” selorohnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: