Lima Bentuk Pelanggaran KUHAP yang Dominan
Berita

Lima Bentuk Pelanggaran KUHAP yang Dominan

Advokat yang ditunjuk memberi bantuan hukum sering bekerja tidak maksimal.

Mys
Bacaan 2 Menit
Komnas HAM telah menerima 6.437 pengaduan sepanjang tahun 2010. Foto: SGP
Komnas HAM telah menerima 6.437 pengaduan sepanjang tahun 2010. Foto: SGP

Komnas HAM telah menerima 6.437 pengaduan sepanjang tahun 2010. Pengaduan masyarakat tersebut berupa keluhan mengenai penahanan, penyidikan, penyiksaan, kekerasan, dan lain-lain. Dari jumlah tersebut, Komnas HAM mencatat lima bentuk pelanggaran HAM yang paling dominan.

 

Bentuk pelanggaran KUHAP yang paling banyak dikeluhkan adalah hak untuk memberikan keterangan secara bebas. Menurut Agus Suntoro, staf Divisi Pemantauan dan Penyidikan Komnas HAM, pelanggaran terjadi dalam bentuk intimidasi, penyiksaan, pemaksaan untuk mengakui perbuatan, dan rekonstruksi yang diarahkan. Kedua, adalah hak untuk bebas dari penyiksaan.

 

Dalam rangka mengumpulkan alat bukti dan meminta keterangan (Berita Acara Pemeriksaan/BAP), aparat penegak hukum sering melakukan kekerasan. Agus mencontohkan penyiksaan terhadap petugas satuan pengamanan (satpam) dalam kasus pembunuhan isteri perwira Polda Kepulauan Riau, Agustus lalu. Supriyanto, satpam dimaksud, disiksa agar memberi pengakuan terlibat dalam pembunuhan Putri Mega Umboh, isteri Kasat Krimsus Polda Kepulauan Riau.

 

Pelangaran ketiga mencakup hak atas bantuan hukum. Berdasarkan pengaduan ke Komnas HAM, penyidik sering melarang tersangka menggunakan pengacara sendiri. Kali lain, polisi tidak menyediakan pengacara bagi tersangka meskipun ancaman hukuman lebih dari lima tahun. Tetapi yang tak kalah memprihatinkan adalah tingkah laku pengacara yang ditunjuk. Dikatakan Agus, polisi sudah menunjuk pengacara, tetapi pengacara tersebut tidak memberikan bantuan hukum secara maksimal.

 

Dalam seminar Undang-Undang Bantuan Hukum di Bandung, 24 November lalu, Otto Hasibuan, sempat mengkhawatirkan kualitas pemberian bantuan hukum. Ketua Umum DPN Peradi ini khawatir pemberi bantuan hukum tidak bekerja maksimal. Bantuan hukum probono sekalipun, kata Otto, seharusnya diberikan dengan pelayanan prima. “Jangan pelayanan kelas tiga,” tegasnya.

 

Kekhawatiran Otto sejalan dengan temuan Komnas HAM. Seringkali pengacara yang ditunjuk polisi pada tingkat penyidikan tidak bekerja maksimal membantu kliennya. Sekretaris Badan Pengurus Nasional PBHI, Suryadi Radjab, juga mengingatkan bahwa hak atas bantuan hukum itu pada hakikatnya berlaku untuk semua orang, bukan hanya tersangka yang diancam hukuman lima tahun ke atas dan hukuman mati. “Jadi, semua tersangka berhak didampingi penasihat hukum,” ujarnya di sela-sela diskusi “Mendorong Lahirnya KUHAP yang Berbasis Hak Asasi Manusia” di Jakarta, Rabu (14/12).

 

Bentuk pelanggaran keempat berkaitan dengan hak untuk memperoleh penerjemah. Seorang warga negara Jepang di Bali, misalnya, mengeluhkan pemeriksaan yang dilakukan polisi setempat, tanpa disediakan penerjemah. Warga Jepang yang tak disebutkan namanya itu dituduh melakukan kejahatan.

Halaman Selanjutnya:
Tags: