Hampir seratus pasal pidana siap mengancam siapapun yang melanggarnya. Penelusuran yang dilakukan terhadap 24 undang-undang yang dihasilkan Pemerintah dan DPR sepanjang tahun 2011, tercatat tidak kurang dari 95 pasal baru yang memuat ancaman pidana, baik ditujukan kepada subjek hukum perorangan maupun subjek hukum korporasi. Jumlahnya kemungkinan masih bertambah karena DPR dan Pemerintah juga telah menyetujui RUU Pengadaan Tanah untuk disahkan menjadi undang-undang.
Meskipun terdapat 95 pasal, norma pidananya dipastikan lebih banyak. Ada beberapa pasal yang terdiri dari dua atau lebih ayat. Pasal 73 D dan pasal 73 E UU No 10 Tahun 2011, yang mengatur Perdagangan Berjangka Komoditi, misalnya masing-masing memuat lima ayat. Ancaman terbanyak terdapat pada UU No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, yang memuat 24 pasal. Dalam aturan keimigrasian lama (UU No 9 Tahun 1992), hanya ada 14 pasal ancaman pidana.
Jumlah Pasal Ancaman Pidana dalam Undang-Undang Tahun 2011
Nomor UU | Tentang | Jumlah Pasal Pidana |
1. | Perumahan dan Kawasan Pemukiman | 13 pasal |
2. | Perubahan atas UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik | - |
3. | Transfer Dana | 8 pasal |
4. | Informasi Geospasial | 5 pasal |
5. | Akuntan Publik | 3 pasal |
6. | Keimigrasian | 24 pasal |
7. | Mata Uang | 8 pasal |
8. | Perubahan atas UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi | - |
9. | Perubahan atas Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Resi Gudang |
|
10. | Perubahan atas UU No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi. | 9 pasal |
11. | Perubahan atas Undang-Undang No. 10 Tahun 2010 tentang APBN Tahun Anggaran 2010 | - |
12. | Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan | - |
13. | Penanganan Fakir Miskin | 2 pasal |
14. | Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2010 | - |
15. | Penyelenggaraan Pemilihan Umum | - |
16. | Bantuan Hukum | 1 pasal |
17. | Intelijen Negara | 4 pasal |
18. | Perubahan atas UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial | - |
19. | Pengesahan Convention on the Rights of Persons With Disabilities | - |
20. | Rumah Susun | 8 pasal |
21. | Otoritas Jasa Keuangan | 3 pasal |
22. | APBN Tahun Anggaran 2012 | - |
23. | Pengelolaan Zakat | 3 pasal |
24. | Badan Penyelenggara Jaminan Sosial | 2 pasal |
T o t a l | 95 pasal |
Tidak semua Undang-Undang yang lahir 2011 memuat ancaman pidana. UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan misalnya tidak memuat satu pun ancaman pidana kepada legislator, meskipun ada potensi tindak pidana seperti munculnya kasus ayat tembakau. Undang-Undang Bantuan Hukum hanya memuat satu pasal pidana, yaitu pemberi bantuan hukum yang meminta bayaran dari penerima bantuan hukum secara cuma-cuma.
Dosen hukum pidana Universitas Widyagama Malang, Zulkarnain, mengatakan perumusan pidana acapkali dibutuhkan untuk mengakomodir perkembangan baru. Banyak perbuatan baru yang perlu diatur karena belum ada aturan yang bisa menjerat perbuatan tersebut, termasuk di KUHP. “Rumusan pidana dalam KUHP kan belum tentu komprehensif,” ujarnya.
Faktor lain yang mendorong perlunya perumusan pidana, kata Zulkarnain, karena perubahan paradigma. Jika dulu subjek hukum pidana itu hanya orang perseorangan, kini subjek hukum korporasi semakin banyak dikenal. Semakin banyak Undang-Undang yang mengenal pertanggungjawaban pidana korporasi.
Kebiasaan legislator membuat rumusan pidana nyaris dalam setiap Undang-Undang sebenarnya mengkhawatirkan. Akibat yang paling mungkin adalah potensi disharmoni dan perbedaan perumusan norma pidananya. Di satu Undang-Undang suatu tindak pidana bisa bersifat aduan, tetapi norma yang nyaris sama di Undang-Undang lain bukan delik aduan. “Disparitas hukuman pidananya juga mungkin berbeda,” kata Zulkarnain.