Aliansi Masyarakat Adat ‘Gugat’ UU Kehutanan
Berita

Aliansi Masyarakat Adat ‘Gugat’ UU Kehutanan

UU Kehutanan bertentangan dengan tujuan bernegara.

ASh
Bacaan 2 Menit
Aliansi Masyarakat Adat Gugat UU Kehutanan ke MK. Foto: SGP
Aliansi Masyarakat Adat Gugat UU Kehutanan ke MK. Foto: SGP

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bersama dua komunitas masyarakat adat, Kanegerian Kuntu dan Kasepuhan Cisitu (anggota AMAN) secara resmi telah mendaftarkan perrmohonan pengujian Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka meminta MK agar mengubah dan membatakan beberapa pasal dalam UU Kehutanan karena bertentangan UUD 1945.

“Uji materi ini sangat penting karena hingga kini belum berhasil memasukkan materi revisi dalam UU Kehutanan lewat DPR. Makanya, kita berharap MK dapat memastikan pulihnya hak-hak masyarakat adat di Indonesia,” kata Sekjen AMAN Abdon Nababan di Gedung MK, Senin (19/3).

Pasal-pasal yang hendak diuji konstitusionalitasnya yakni pasal 1 angka 6, pasal 4 ayat (3), pasal 5 ayat (1), (2), 3 dan (4), pasal 50 ayat (2), pasal 67, dan pasal 68 ayat (3) dan ayat (4). Spesifik, pasal-pasal itu yang dipersoalkan itu dinilai bertentangan dengan Pasal 18B ayat (2), Pasal 28I ayat (3), Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Sekitar puluhan perwakilan masyarakat adat yang merupakan anggota AMAN (1.696 komunitas masyarakat adat dengan anggota 15-17 juta orang) turut mengiringi pendaftaran permohonan pengujian UU Kehutanan ini. Diantaranya, perwakilan ketua masyarakat adat Luwu, Jambi, Kajang (Sulsel), Toraja, Tamimbar, Bolang Mongondo (Sulut), Dayak Meratus (Kalsel), Rakyat Penunggu (Sumut).

Abdon menilai sejak berlakunya UU Kehutanan telah terbukti sebagai alat negara untuk mengambil alih wilayah-wilayah adat. Hampir sebagian besar hutan yang dihuni masyarakat adat banyak yang terjadi pengusiran atau sengaja dipaksa meninggalkan hutan disertai tindakan kekerasan yang dilakukan aparat negara dan pihak swasta untuk dijadikan hutan negara.

“Negara dengan seenaknya menganggap hutan adat sebagai hutan negara yang kemudian dijadikan area pertambangan atau pembukaan lahan kepala sawit. Kami yang mendiami dan mengelola hutan adat sejak ratusan tahun, warisan nenek moyang diusir negara atau perusahaan yang diberi hak mengelola hutan gara-gara berlakunya UU Kehutanan,” keluh Abdon.

Dia menilai UU Kehutanan telah menyebabkan lahirnya ketidakpastian hak bagi masyarakat adat atas wilayah adat mereka yang pada akhirnya melahirkan kemiskinan bagi masyarakat adat itu sendiri lantaran hak pengelolaan diserahkan kepada pemilik modal. Padahal, hak masyarakat adat atas wilayah adat merupakan hak yang bersifat turun-temurun.

Halaman Selanjutnya:
Tags: