Onheelbare Tweespalt dalam Doktrin dan Yurisprudensi
Bahasa Hukum:

Onheelbare Tweespalt dalam Doktrin dan Yurisprudensi

Ketika perkawinan sudah tidak bisa dipertahankan lagi, onheelbare tweespalt menjadi salah satu dasar untuk mencari jalan keluar.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pernikahan. Foto: Sgp
Ilustrasi pernikahan. Foto: Sgp

Institusi perkawinan di Indonesia mendapat tempat dan penghormatan di mata konstitusi dan hukum. Pasal 28 B ayat (1) UUD 1945 merumuskan: “Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah”.

Perkawinan, oleh Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, diposisikan sebagai ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk mencapai keluarga yang bahagia dan kekal butuh kesepahaman dan kesepakatan dua pihak, suami dengan isteri. Jika salah satu atau kedua belah pihak sudah tidak sepakat lagi, maka rumah tangga itu bisa bubar melalui perceraian. Istilah yang dipakai KUH Perdata adalah pembubaran perkawinan (ontbinding des huwelijk).

Pasal 39 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan merumuskan perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan. Pertama-tama, pengadilan wajib berusaha mendamaikan para pihak. Kalau sudah didamaikan tetapi  tidak berhasil, maka pengadilan harus menemukan alasan yang logis untuk mengabulkan perceraian. Dengan kata lain, untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa suami dan isteri itu tidak akan dapat hidup rukun lagi.

Pasal 209 BW menyebutkan alasan perceraian yaitu (a) zina, (b) meninggalkan tempat tinggal bersama dengan iktikad jahat, (c) salah satu pihak dihukum lima tahun penjara atau lebih; atau (d) melukai berat atau menganiaya sehingga membahayakan jiwa atau mengakibatkan luka-luka yang membahayakan.

Penjelasan pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan, dan dijabarkan lebih lanjut pasal 116 Kompilasi Hukum Islam (KHI), memuat uraian lebih detil alasan-alasan perceraian, yaitu:

a.     Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

b.    Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: