Kepala Daerah Tersandung Hukum Hambat Otda
Berita

Kepala Daerah Tersandung Hukum Hambat Otda

Otonomi daerah belum optimal mendorong kesejahteraan masyarakat.

Rfq
Bacaan 2 Menit
Dirjen Otonomi Daerah, Djohermansyah Djohan saat membuka diskusi mengenai otonomi daerah. Foto: Sgp
Dirjen Otonomi Daerah, Djohermansyah Djohan saat membuka diskusi mengenai otonomi daerah. Foto: Sgp

Banyaknya kepala daerah yang tersandung masalah hukum menghambat pembangunan dalam rangka otonomi daerah. Sebab, seorang kepala daerah banyak mencurahkan waktu dan perhatian pada masalah hukum yang sedang ia hadapi.

Kementerian Dalam Negeri mencatat ada 278 kepala daerah di seluruh Indonesia yang tersandung hukum, baik gubernur maupun bupati/walikota. Data KPK menunjukkan 8 orang gubernur dan 31 orang bupati/walikota tersangkut perkara korupsi dan sudah dihukum selama periode 2004-2012.

Dirjen Otonomi Daerah, Djohermansyah Djohan, mengatakan kasus-kasus kepala daerah itu sering muncul sebagai akibat pemilihan kepala daerah secara langsung.

Akibat kepala daerah tersandung hukum, banyak program tidak jalan bahkan kadang terbengkalai. Djohan mengakui otonomi daerah yang sudah puluhan tahun diterapkan belum optimal mendorong kesejahteraan masyarakat. Ia tak menjelaskan rinci bukti-bukti belum optimalnya otonomi daerah. “Desentralisasi belum signifikan dalam pembangunan manusia Indonesia,” ujarnya di Jakarta (29/10).

Untuk mengatasi hambatan itu, Pemerintah berusaha mengamandemen UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Salah satu yang ingin diperjelas lewat amandemen ini pembagian wewenang pusat dan daerah. Juga sinergi antar daerah.

Djohan yakin jika UU Pemerintah Daerah baru terbit, penataan daerah otonom akan lebih baik. Hingga saat ini, draf revisi UU Pemda masih dibahas pemerintah dan DPR.

Ironisnya, di tengah kesadaran bahwa otonomi daerah terhambat karena banyak hal, DPR dan Pemerintah malah membentuk daerah-daerah otonomi baru. Pekan lalu misalnya, DPR dan Pemerintah  setuju membentuk satu provinsi baru dan empat kabupaten.

Namun, pakar otonomi daerah M. Ryaas Rasyid mengatakan pembentukan daerah baru tetap dimungkinkan secara legal sesuai dengan kebutuhan.

Kalau ada daerah otonom yang belum bisa mengoptimalkan kesejahteraan rakyat, Ryaas menyarakan agar terus dilakukan pembenahan sistem.

Tags: