Anton Medan: Daming Pantas Jadi Hakim di Neraka
Berita

Anton Medan: Daming Pantas Jadi Hakim di Neraka

ILUNI FHUI mendesak agar yang bersangkutan dijatuhi sanksi.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Ketua ILUNI FHUI Melli Darsa (kiri). Foto: Sgp
Ketua ILUNI FHUI Melli Darsa (kiri). Foto: Sgp

Satu persatu kritikan meluncur kepada calon Hakim Agung, Muhammad Daming Sunusi, atas ucapannya mengenai pemerkosa dan diperkosa sama-sama saling menikmati, sehingga harus dipikir dengan matang apabila akan dijatuhi hukuman mati. Kali ini, kritikan pedas datang dari seorang ulama, Anton Medan.

Anton mengatakan, ucapan tersebut tak pantas terlontar dari pejabat, apalagi seorang hakim. Anton mengatakan, pejabat seperti itu harus diperbaiki moralnya. Menurutnya, Daming tak pantas menjadi hakim agung melainkan menjadi hakim di neraka. "Pantas (jadi hakim, red) tapi di neraka," katanya sebelum mengisi siraman rohani ke pegawai KPK, Rabu (16/13).

Ucapan kontroversial Daming muncul saat menjawab pertanyaan yang diajukan Anggota Komisi III DPR Andi Azhar dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) saat uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) calon hakim agung. Akibat jawaban Daming itu, sejumlah kalangan menuntut Ketua Pengadilan Tinggi Banjarmasin itu untuk mundur dari pencalonan.

Sementara itu, Ikatan Alumni Fakultas Hukum Indonesia (ILUNI FHUI) menyatakan, menolak calon hakim manapun yang tidak memiliki rasa kemanusiaan, intelektualitas, dan kepekaan sosial untuk memahami masalah hukum yang bersentuhan dengan hak asasi manusia dan kesetaraan gender pada umumnya, dan tidak melakukan penegakan hukum atas kejahatan seksual (termasuk pemerkosaan) pada khususnya.

ILUNI FHUI juga mengecam wakil rakyat yang turut membiarkan dan bahkan berpartisipasi dalam ketidakpekaan dan ketidakmanusiaan yang diekspresikan dalam suatu proses sakral seperti fit and proper test hakim agung.

Ketua ILUNI FHUI Melli Darsa mengatakan, baik hakim maupun wakil rakyat mengemban tugas mulia untuk menegakkan rasa keadilan, melindungi kaum yang lemah dan terpinggirkan serta memastikan jaminan hak asasi mereka melalui proses yudikatif dan legislatif yang dijalankan.

“Karenanya tindakan mereka melalui proses fit and proper test dimaksud, kita nilai sebagai suatu pelecehan kepada korban perkosaan secara umum dan indikasi ketidaklayakan mereka menduduki jabatan penting yang mereka akan emban dan/atau tuju,” kata Melli dalam siaran pers yang diterima hukumonline.

Halaman Selanjutnya:
Tags: