RUU Perdagangan Terancam Dikembalikan ke Pemerintah
Utama

RUU Perdagangan Terancam Dikembalikan ke Pemerintah

Dinilai liberalisasi, pemerintah diminta memperbaiki RUU tersebut.

FNH
Bacaan 2 Menit
Hendri Saparini. Foto: Sgp
Hendri Saparini. Foto: Sgp

Pakar Ekonomi Hendri Saparini menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Perdagangan terkesan liberal. Semangat liberalisasi secara eksplisit tertulis dalam draf akademik RUU Perdagangan yang menyatakan bahwa RUU disusun dengan meyakini bahwa mekanisme pasar adalah sistem terbaik. Ditambah lagi, pemerintah menyatakan tidak akan terlibat di dalamnya.

Jika dilihat tujuan ekonomi yang mengarah pada kepentingan nasional, menurut Hendri hal tersebut bertentangan. Belum lagi, dipastikan akan berseberangan dengan amanah konstitusi UUD 1945. Untuk itu, ia berpendapat draf RUU Perdagangan harus diperbaiki secara total dengan mengembalikan draf tersebut kepada pemerintah.

"Sebaiknya dikembalikan ke pemerintah," kata Hendri kepada hukumonline saat ditemui usai RDPU bersama Komisi VI di Komplek Senayan Jakarta, Selasa (19/2).

Menurut Hendri, semua pasal yang terdapat di dalam draf RUU Perdagangan harus dilakukan perombakan ulang. Pasalnya,  roh RUU tersebut sudah melenceng dari kepentingan nasional.

"Saya belum bisa lihat pasal per pasal tetapi pada umumnya pasal-pasal yang ada itu kental dengan rah roh liberalisasi," ujarnya.

Di sisi lain, Hendri menilai semangat RUU perdagangan hanya sekadar mendorong volume dan efisiensi perdagangan domestik maupun luar negeri. Lebih bersifat memfasilitasi kepentingan regional dan global Indonesia ketimbang menerjemahkan visi. Semestinya, draf RUU menyajikan semangat yang lebih karena strategi perdagangan merupakan bagian dari strategi untuk mendorong daya saing produk industri dalam negeri.

Beberapa pasal lainnya juga membuktikan tidak adanya ketegasan keberpihakan pemerintah terhadap pelaku usaha dalam negeri maupun UKM. Hal tersebut dilihat dari Pasal 1 dan Pasal 48. Pasal 1 pada ketentuan umum tentang perorangan dan koorporasi, tidak dibedakan antara pelaku domestik dan asing. Pasal 48 tentang UKM juga tidak ada ketegasan dukungan biaya produksi UKM dan penciptaan pasar.

"Bahkan, tidak ada pencadangan sektor+sektor strategis untuk pelaku pribumi dan itu dijelaskan di Pasal 56 tentang industri strategis," jelasnya.

Kentalnya aroma liberalisasi, lanjut Hendri, juga terlihat dalam pasal-pasal yang pada dasarnya tidak mengatur apapun karena hampir semua diserahkan kepada aturan Menteri.

Selain itu, RUU perdagangan juga mendorong liberalisasi lewat peraturan daerah, seperti yang tercantum dalam Pasal 11 yang menjelaskan pemerintah, Pemda dan/atau Pelaku Usaha secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat menegembangkan saranan perdagangan berupa pasar ramah dan segar, pusat perbelanjaan, toko swalayan, gudang, perkulakan atau sarana perdagangan lainnya.

Menurut Hendri, pasal ini jelas memberikan kesempatan luas kepada pemda untuk meliberalisasi sektor perdagangan ritel secara lebih luas tanpa harus mengacu pada peraturan nasional.

"Hal krusial lainnya, Pasal 52 tentang kerja sama perdagangan internasional tidak mengatur peran DPR dalam kerjasama luar negeri, sementara industrial policy yang akan menjadi acuan tidak ada," katanya.

Sebelumnya,  Anggota Komisi VI Hendrawan Supratikno mengaku tercengang ketika membaca naskah akademik RUU Perdagangan. Menurutnya, RUU tersebut lebih pantas jika disebut sebagai RUU Liberalisasi Perdagangan.

"Setelah saya baca draf RUU Perdagangan ini, saya bilang ini RUU celaka," katanya.

Hendrawan berpendapat, RUU Perdagangan mencerminkan negasi, deviasi bahkan distorsi terhadap cita-cita dan amanat pancasila serta UUD 1945. Bahkan, RUU Perdagangan dan Revisi UU Perindustrian seakan-akan melegalkan praktik-praktik deviasi.

Namun, rencana pengembalian draf RUU Perdagangan kepada pemerintah masih menjadi pembahasan Komisi VI. Sebagian anggota menilai, pengembalian kepada pemerintah akan menahan RUU Perdagangan kembali, karena sejak RUU ini diajukan, pemerintah menahan RUU Perdagangan selama 7 tahun.

Kendati demikian, Wakil Ketua Komisi VI Aria Bima mengatakan pihaknya akan memperjuangkan RUU Perdagangan menjadi RUU yang mengedepankan kepentingan nasional. Artinya, akan ada kajian-kajian lebih lanjut terhadap RUU ini.

"Dewan akan memperjuangkan RUU Perdagangan ini semangatnya kepentingan nasional," pungkasnya.

Tags: