Vonis Bebas Kasus Korupsi Merpati Tak Bulat
Utama

Vonis Bebas Kasus Korupsi Merpati Tak Bulat

Salah satu hakim anggota dissenting opinion yang intinya menyatakan Hotasi bersalah melanggar Pasal 3 UU Pemberantasan Korupsi.

FATHAN QORIB
Bacaan 2 Menit
Hotasi Nababan tampak serius menyimak pembacaan vonis oleh majelis hakim. Foto: Sgp
Hotasi Nababan tampak serius menyimak pembacaan vonis oleh majelis hakim. Foto: Sgp

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis bebas terhadap dua terdakwa kasus korupsi penyewaan pesawat maskapai Merpati. Dua terdakwa itu adalah mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) Hotasi Nababan dan mantan General Manager Aircraft Procurement PT MNA, Tony Sudjiarto yang disidangkan secara terpisah.

Namun, vonis bebas ini tidak diputus secara bulat. Salah satu Hakim Anggota, Hendra Yospin menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion). Dalam pertimbangannya, Hendra menyatakan bahwa belum adanya pengembalian uang penyewaan dua pesawat dari Thirdtone Aircraft Leasing Group (TALG) merupakan kerugian negara.

Menurut Hendra, pengadaan dua pesawat tersebut tak tercantum dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun 2006 PT MNA. Bukan hanya itu, Hotasi selaku Dirut juga melakukan pembayaran security deposit sebesar AS$1 juta berdasarkan nota dinas dan due dilligence yang minimal. “Sependapat dengan penuntut umum dalam tuntutannya,” kata Hendra menegaskan.

Hendra menyimpulkan kedua terdakwa, Hotasi dan Tony telah bersalah melanggar Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Di luar Hendra, hakim lainnya berpendapat Hotasi dan Tony bebas dari segala dakwaan. Menurut majelis hakim, perbuatan kedua terdakwa tak memenuhi unsur-unsur pada dakwaan primair maupun dakwaan subsidair. Untuk dakwaan primair yakni Pasal 2 ayat (1) UU Pemberantasan Korupsi, unsur melawan hukum tak terbukti.

Menurut Hakim Anggota Alexander, security deposit sebesar AS$1 juta dari PT MNA ke TALG ini bersifat refundable. Dengan kata lain, uang tersebut sewaktu-waktu bisa dikembalikan jika pesawat tak pernah datang. Terlebih, keinginan PT MNA untuk menambah armada pesawatnya sudah ada sejak lama, hanya sayangnya keuangan PT MNA saat itu masih sulit. “Hal demikian tidak melanggar hukum,” katanya.

Majelis hakim menyatakan dalam dunia bisnis yang dinamis, kecepatan dan ketepatan harus ada dalam mengambil sebuah kebijakan. Namun, dalam mengambil sebuah kebijakan, prinsip kehati-hatian harus tetap ada. Meski begitu, majelis menilai pasti ada sebuah risiko dalam bisnis.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait