Pemerintah Berkelit di Sidang Sipol PBB
Berita

Pemerintah Berkelit di Sidang Sipol PBB

Tidak mengungkapkan fakta yang terjadi di lapangan dengan jelas dan detail.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Pemerintah Berkelit di Sidang Sipol PBB
Hukumonline

Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang melakukan pemantauan sidang Sipol PBB terhadap pemerintah Indonesia yang berlangsung 10-11 Juli 2013 di Jenewa, Swiss, menilai pemerintah berkelit menghadapi komite HAM Sipol.

Menurut Direktur Eksekutif Human Right Working Groups (HRWG), Rafendi Djamin, hal itu dilihat dari tanggapan yang dilontarkan berbagai perwakilan pemerintah ketika menjawab pertanyaan atau permintaan klarifikasi dari komite. Di antaranya, kebebasan dan diskriminasi beragama, berekspresi di Papua, hukuman mati, UU Ormas serta LGBT.

Dalam sidang itu Rafendi melihat komite menanyakan perihal PNPS No.1/PNPS/1965 yang sampai sekarang belum direvisi. Padahal, pemerintah sudah diimbau untuk merevisi regulasi itu oleh Mahkamah Konstitusi, Komite CERD dan Dewan HAM PBB lewat sidang UPR tahun lalu. Begitu pula dengan SKB 2 menteri terkait perizinan tempat ibadah. Serta beberapa kasus terkait kebebasan beragama didesak untuk segera diselesaikan seperti GKI Yasmin, Ahmadiyah dan Syiah Sampang.

Soal RUU Ormas, Rafendi mengatakan hal itu menjadi pertanyaan pertama yang ditanyakan komite dalam sidang Sipol. Pasalnya, ketentuan dalam UU Ormas dianggap mengekang kebebasan berserikat dan berpikir karena ada pengekangan yang dilakukan secara administratif dan pembatasan ideologi. Ironisnya, dari berbagai pertanyaan yang diajukan komite terkait bermacam hal tersebut, HRWG menyebut pemerintah tidak menjawab sesuai fakta yang ada di lapangan.

Padahal, berbagai lembaga yang mewakili pemerintah untuk hadir di sidang Sipol seperti Kepolisian, Kejaksaan Agung dan berbagai kementerian, salah satunya Kementerian Agama, dirasa paham atas persoalan yang ada. “Kami menilai pemerintah hanya memberi tanggapan normatif, menghindari klarifikasi-klarifikasi. Ini fatal untuk Indonesia sebagai negara demokrasi,” katanya lewat komunikasi internet dalam jumpa pers di kantor HRWG Jakarta, Jumat (12/7).

Menurut Rafendi, rekomendasi akan diterbitkan setelah komite selesai menyidang berbagai negara yang hadir dalam sidang Sipol. Masa sidang dijadwalkan selesai pada 27 Juli 2013. Namun, Rafendi dapat melihat kecenderungan rekomendasi yang bakal diterbitkan komite. Yaitu berkisar di soal kebebasan agama, UU Ormas dan peradilan. Jumlah total rekomendasi yang akan diterbitkan diperkirakan antara 15-20, namun tiga atau empat dari rekomendasi itu akan ditekankan komite sebagai prioritas untuk dijalankan pemerintah dalam waktu setahun.

Untuk rekomendasi yang diprioritaskan itu menurut Rafendi akan dipantau dan diawasi perkembangannya oleh komite. Pasalnya, dalam jangka waktu berkala, komite akan melayangkan surat kepada pemerintah untuk menanyakan langkah yang sudah dilakukan untuk merealisasikan rekomendasi itu.

Tags: