Pengusaha Minta Aturan Pengampunan Pajak
Berita

Pengusaha Minta Aturan Pengampunan Pajak

Pernah diterapkan Pemerintah pada 1984.

FNH
Bacaan 2 Menit
Pengusaha Minta Aturan Pengampunan Pajak
Hukumonline

Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) meminta Pemerintah membuat aturan pengampunan pajak terhadap Wajib Pajak (WP) yang menunggak membayar pajak atau belum melaporkan kewajiban pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Aturan pengampunan pajak ini dimaksudkan untuk mendongkrak penerimaan negara dari sektor pajak yang selama ini dinilai tidak optimal.

Permintaan itu disampaikan Wakil Ketua Komite Tetap Pajak Kadin, Antonius Prijo Handojo Kristanto dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (09/10). “Lebih baik diberikan pengampunan pajak agar semua yang menunggak pajak mau membayar pajak. Sehingga mendongkrak penerimaan pajak,” kata Prijo.

Prijo berpendapat pengampunan pajak dapat mendorong WP untuk segera membayar pajak tunggakan, atau yang belum melaporkan sama sekali. Pasalnya, melalui pengampunan pajak, WP hanya diwajibkan membayar pokok pajak terutang tahun terakhir tanpa disertai denda tunggakan dan utang pajak tahun sebelumnya. Bahkan, dapat meningkatkan perilaku WP untuk lebih jujur dan tepat waktu dalam membayar pajak. Kebijakan pengampunan pajak diharapkan dapat dilakukan 5 tahun sekali.

Permintaan senada pernah disampaikan Kadin kepada Pemerintah dan DPR. Sayang, DPR dan Pemerintah menolak usulan tersebut dengan alasan moral hazard, terutama untuk tersangka korupsi. Pengusaha yang menjadi tersangka korupsi tak selayaknya mendapat pengampunan pajak karena jika tetap diberikan akan mendapat cibiran masyarakat.

Meniadakan pengampunan pajak juga dimungkinkan jika WP sudah mematuhi untuk membayar pajak. “Tetapi, tetap harus dberikan sanksi pidana bagi yang terbukti melakukan tindak pidana perpajakan,” jelas Prijo.

Ia menambahkan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak masih rendah, sehingga mempengaruhi pendapatan negara. Sistem self assessment yang diterapkan Pemerintah selama ini terbukti tak maksimal. Prijo menilai, Indonesia tak cocok mengadopsi sistem tersebut. Ia berpendapat, akan lebih tepat jika sistem perpajakan di Indonesia menggunakan official assessment.

Untuk itu, diperlukan regulasi baru sebagai landasan hukum kebijakan pengampunan pajak, disamping pemerintah juga harus menyasar pajak di sektor-sektor potensial seperti sektor perkebunan, pertambangan dan lain sebagainya. “Sektor-sektor perkebunan, pertambangan dan yang besar-besar itu masih 30 persen yang membayar pajak,” ujarnya.

Tags: