Fathanah Divonis 14 Tahun Penjara
Aktual

Fathanah Divonis 14 Tahun Penjara

NOV
Bacaan 2 Menit
Fathanah Divonis 14 Tahun Penjara
Hukumonline

Majelis hakim yang diketuai Nawawi Pomolango mengukum Ahmad Fathanah dengan pidana penjara selama lima tahun. "Terdakwa juga dihukum membayar denda Rp1 miliar subsidair enam bulan kurungan," katanya saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (4/11).

Fathanah dianggap terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan kesatu primair, Pasal 12 huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Fathanah terbukti menerima fee Rp1,3 miliar dari Dirut PT Indoguna Utama untuk pengurusan kuota impor daging sapi. Uang itu untuk kepentingan Luthfi Hasan Ishaaq.

Kemudian, Fathanah dianggap terbukti melakukan TPPU sebagaimana dakwaan kedua, Pasal 3 UU No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Fathanah terbukti menransferkan, membayarkan, menempatkan, dan mengubah bentuk harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga berasal dari korupsi.

Walau begitu, majelis menilai Fathanah  tidak terbukti melakukan TPPU sebagaimana dakwaan ketiga, Pasal 5 UU TPPU jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Menurut Nawawi, sumber uang yang ditransferkan dan dibayarkan Yudi Setiawan kepada Fathanah bukan berasal dari korupsi, melainkan kredit BJB dan penghasilan Yudi sebagai pengusaha.

Selain itu, uang yang diterima Fathanah dari calon Gubernur Sulawesi, Ilham Arif Siraudin tidak terbukti berasal dari tindak pidana korupsi. Uang-uang itu berasal dari simpatisan, teman, dan keluarga Arif. Nawawi menyatakan tidak ada bukti di persidangan yang menunjukan bahwa uang-uang itu bersumber dari penghasilan yang tidak legal.

Namun, putusan tersebut tidak diambil secara bulat. Hakim anggota tiga, I Made Hendra dan hakim anggota empat, Djoko Subagyo menyatakan berbeda pendapat (dissenting opinion). Keduanya menganggap dakwaan tidak dapat diterima karena jaksa KPK tidak berwenang melakukan penuntutan TPPU.

Dalam UU No.8 Tahun 2010, kewenangan pemblokiran dan penuntutan TPPU merupakan kewenangan jaksa yang berada di bawah Jaksa Agung. Sementara jaksa KPK diangkat dan diberhentikan pimpinan KPK. "Jadi perkara ini harus dilimpahkan kepada JPU pada Kejaksaan Negeri," ujar Hendra.

Ia melanjutkan, kewenangan KPK menuntut perkara TPPU tidak datang dari langit. KPK tidak boleh menginterpretasikan kewenangannya jika tidak diatur dalam UU No.8 Tahun 2010. Kewenangan tersebut harus jelas diatur sebagai legitimasi penuntutan TPPU yang dilakukan jaksa KPK.

Berdasarkan hal itu, Hendra dan Djoko berpendapat dakwaan tidak dapat diterima. Atas putusan majelis, penuntut umum menyatakan akan pikir-pikir mengajukan banding. Sama halnya dengan Fathanah. Meski demikian, Fathanah menilai putusan majelis sangat berat.

Tags: