PP KEN Genjot Pertumbuhan Energi Baru Terbarukan
Berita

PP KEN Genjot Pertumbuhan Energi Baru Terbarukan

Dari angka enam persen, menjadi 23 persen di tahun 2025.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
PP KEN Genjot Pertumbuhan Energi Baru Terbarukan
Hukumonline
Baru saja DPR menyetujui Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). Dalam RPP KEN itu, pemerintah menggenjot pertumbuhan sejumlah energi dan mengurangi ketergantungan terhadap energi lain secara bertahap. Salah satu energi yang digenjot pertumbuhannya adalah energi baru dan energi terbarukan.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan, energi baru dan energi terbarukan menjadi energi yang pertumbuhannya diharapkan paling besar. “Yang paling besar pertumbuhannya dalam kebijakan energi nasional adalah energi baru dan energi terbarukan, sekarang enam persen akan menjadi 23 persen pada tahun 2025,” katanya di Komplek Parlemen di Jakarta, selasa (28/1).

Atas dasar itu, Jero berharap, sejumlah komponen energi baru terbarukan seperti geothermal, tenaga surya, pembangkit tenaga air, mini dan mikro hydro, penggunaan sampah atau biomasa, biofuel, energi angin dan energi laut harus dimanfaatkan sebesar-besarnya. Atas dasar itu, target pemanfaatan energi baru terbarukan pada tahun 2025 minimal sebesar 23 persen dapat tercapai. Sedangkan pada tahun 2050, energi baru dan energi terbarukan dapat tercapai minimal sebesar 31 persen.

Selain energi baru terbarukan, lanjut Jero, sejumlah energi lain diharapkan dapat tumbuh. Misalnya energi gas bumi. Hingga pada tahun 2025, energi gas bumi diharapkan dapat tumbuh menjadi 22 persen dari angka sebelumnya sebesar 20 persen. Sedangkan pada tahun 2050, energi gas bumi dapat tumbuh minimal 24 persen. Energi lain yang diharapkan bertumbuh adalah batubara. Untuk energi batubara, diharapkan dapat tumbuh dari sebelumnya sebesar 20 persen, menjadi 30 persen.

Ia mengapresiasi persetujuan yang diberikan DPR terkait RPP ini. Menurut Jero, keberadaan PP KEN ini dapat mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap minyak. Di mana selama ini subsidi minyak selalu menjadi bahan perdebatan di publik. Menurutnya, keberadaan PP ini sekaligus menjadi dasar bagi pemerintah dalam melaksanakan program di bidang energi.

“Dengan demikian maka nanti seluruh program di bdiang energi harus mengacu dan berpenjuru kepada kebijakan energi nasional,” kata Jero yang juga menjabat sebagai Ketua Harian Dewan Energi Nasional ini.

Jero mengatakan, setelah PP disetujui, maka pemerintah akan menyiapkan rencana umum yang disebut dengan roadmap. Rencananya, roadmap ini tak hanya dilaksanakan oleh pemerintah pusat saja. Ia mengatakan, roadmap bagi daerah juga akan disiapkan. Menurutnya, roadmap yang berupa rencana umum yang lebih detil itu akan dititikberatkan bagi kepentingan daerah-daerah penghasil energi.

“Jangan sampai daerah penghasil energi kekurangan tenaga listrik,” kata Jero.

Anggota Komisi VII DPR, Alimin Abdullah mengatakan, pengurangan ketergantungan minyak dalam PP ini penting untuk mensejahterakan rakyat. Alasannya karena selama ini subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), listrik dan subsidi lain sebesar Rp300 triliun banyak diminati oleh kalangan menengah ke atas atau orang yang tinggal di kota, bukan masyarakat bawah yang tinggal di desa.

Menurutnya, subsidi energi selama ini diberikan tapi tak dinikmati secara rata oleh masyarakat luas. Terlebih lagi subsidi listrik. Ia mengatakan, banyak masyarakat di pelosok yang belum memiliki listrik. Otomatis, masyarakat tersebut tak menikmati subsidi yang diberikan pemerintah.

“Selama ini enggak merata, 35 persen rakyat kita tidak punya listrik, artinya 35 persen tidak menerima subsidi itu,” kata anggota DPR dari Fraksi PAN ini.

Sejalan dengan itu, ia berharap, pemerintah dapat mengalokasikan dana untuk pembangunan infrastruktur untuk menunjang pertumbuhan energi baru dan energi terbarukan. Pembangunan ini diharapkan dapat menunjang pemanfaatan energi hingga dirasakan hingga ke pelosok daerah.

Salah satu energi baru dan energi terbarukan yang bisa dimanfaatkan pemerintah adalah yang paling memungkinan untuk dibangun. Namun, sebelum dibangun harus ada riset terlebih dahulu mengenai energi apa yang pantas untuk kondisi wilayah tersebut. “Harus ada riset terlebih dahulu,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait