David Abraham:
Pengacara Indonesia Keturunan Yahudi
Profil

David Abraham:
Pengacara Indonesia Keturunan Yahudi

Mengaku ber-KTP Islam.

Oleh:
ALI
Bacaan 2 Menit
David Abraham di kantornya. Foto: RES
David Abraham di kantornya. Foto: RES
Wajahnya sekilas mirip orang Arab. Kulitnya pun berwarna agak gelap. Khas pria yang berasal dari Arab. Namun, David Abraham yang sehari-hari bekerja sebagai pengacara tak pernah ragu menyebut darimana asal usul dan agama yang dipeluknya.

Ya, David Abraham adalah seorang pengacara Indonesia keturunan Yahudi. Bahkan, hingga saat ini, David tegas menyatakan dirinya masih memeluk dan mentaati ritual agama Yahudi.

“Kakek dan nenek saya, dua-duanya (dari ayah dan ibu,-red) berasal dari Baghdad, Irak. Yahudi ada dua, ada keturunan dari Baghdad, dan ada dari Eropa. Dari Eropa itu putih-putih, kalau dari Irak ya hitam kayak saya,” ujar David ketika ditemui di kantornya, Rabu (12/2).  

Kisahnya bermula ketika Kakek dan Neneknya hijrah ke Indonesia pada 1900-an. Lalu, lahir ayahnya di Surabaya. Sedangkan, ibunya lahir di Singapura. “Mereka nikah tahun 1954 di Surabaya, kemudian saya lahir pada 1955,” ungkapnya kepada hukumonline.

David mengungkapkan komunitas Yahudi Indonesia terbesar memang di Surabaya, yakni pada kurun waktu 1950-1955. “Ada kurang lebih 5.000 orang Yahudi di Surabaya. Terbesar dan pusatnya memang di Surabaya. Namun, kini tinggal 100 orang,” ujar pria yang menjadi pengacara komunitas Yahudi Surabaya terkait sengketa Synagogue (rumah ibadah Yahudi) di Surabaya.

Kebanyakan keturunan Yahudi itu, lanjut David, sudah membaur dan menikah dengan orang Indonesia dari beragam suku, termasuk dirinya sendiri yang menikahi perempuan muslimah asal Jawa.

Belajar Hukum
Di kota kelahirannya inilah, David mulai belajar hukum. Ia mengaku sempat mengenyam pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) selama dua tahun. Lalu, ia melanjutkan ke Amerika Serikat hingga kini memiliki gelar BSL. “Itu gelar S1 hukum di Amerika Serikat,” ujarnya.

David hijrah ke Jakarta dan memperoleh SK Praktik Pengacara pada 1986. Lalu, dua tahun kemudian, dia mulai membuka kantor hukum.

Di kalangan komunitas Yahudi di Indonesia, ungkap David, tak banyak yang menggeluti pekerjaan di bidang hukum. Ia menyebut ada seorang pengajar Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado yang juga keturunan Yahudi, dan berprofesi sebagai Rabbi (pemuka agama kalangan Yahudi). Namun, yang menggeluti profesi pengacara hanya dirinya.

“Ya, cuma saya,” ujarnya.

Sebagai pemeluk agama Yahudi yang taat, David mengaku tak hanya beribadah seperti halnya orang Yahudi lain setiap Jumat sore hingga Sabtu, tetapi dia juga mencoba mempraktikan nilai-nilai Yahudi ketika berpraktik sebagai pengacara. Ia menyebut beberapa nilai universal seperti jangan mengambil hak orang lain dan jangan menyakiti orang.

“Pokoknya kembali ke 10 Perintah Tuhan. Itu yang jadi ‘payung hukum’ saya dalam menjalankan praktik hukum,” ujarnya.

Tak Ada Diskriminasi
Sebagai pengacara, David juga mengaku sering diwawancarai oleh wartawan luar negeri seputar kebebasan beragama di Indonesia. Ia selalu menjawab bahwa tak pernah ada masalah terhadap kebebasan beragama di bumi pertiwi ini. “Nggak ada,” ujarnya.

David bahkan tak pernah sungkan mendeclare bahwa dirinya adalah pemeluk Yahudi kepada setiap temannya. Di kalangan pengacara, David bahkan berteman dekat dengan pengacara-pengacara beragama Islam. Ia menyebut beberapa advokat seperti Indra Sahnun Lubis, Luthfi Hakim, dan Munarman.

“Brothers-brothers saya itu kebanyakan Muslim. Lihat tuh si Indra. Munarman (pengacara yang aktif di FPI,-red) itu ‘begini sama saya’,” tuturnya sambil menjabat tangannya sendiri sebagai tanda keakraban. Dia bahkan mempersilakan hukumonline menanyakan kedekatan David dengan mereka. “Coba tanya Munarman,” ujarnya.

“Luthfi Hakim itu kan dari majelis mujahidin,” tambahnya lagi.

Apalagi, lanjut David, antara Islam dan Yahudi itu cukup dekat. Beberapa persamaan dua agama samawi ini adalah mewajibkan sunat, ‘berwudhu’ sebelum ibadah, tidak makan babi dan sebagainya. “Jadi, saya nggak pernah ada masalah,” tuturnya.

Bahkan, saking miripnya “pantangan” makanan Islam dan Yahudi, setiap David ke luar negeri bersama kawan-kawan muslimnya, mereka selalu menunggu David makan terlebih dahulu. “Kalau David sudah makan, berarti aman,” selorohnya meniru ucapan teman-temannya.

David menambahkan Yahudi juga memiliki sistem hukum yang mirip dengan Islam. “Contoh kita lihat di Singapura. Di sana, semua pernikahan Yahudi dilakukan oleh Rabbi, seperti kalau muslim nikah di hadapan penghulunya. Ada pengadilan agama juga. Yahudi juga mempunyai sistem hukum waris,” tambahnya.

Meski begitu, David tak menutup mata pernah ada kelompok Islam yang men-demo Synagogue di Surabaya, tempatnya beribadah. Namun, ia meluruskan pemberitaan sejumlah media internasional bahwa kelompok Islam itu menutup Synagogue. “Sebenarnya itu bukan ditutup. Itu nggak benar. Mereka demo ke situ, ya itu hak mereka dong,” ujarnya.

Sayangnya, tempat ibadah itu kemudian dijual oleh juru kunci Synagogue tanpa sepengetahuan jemaat. Karenanya, kini muncul sengketa antara jemaat Yahudi yang menunjuk dirinya sebagai pengacara dengan juru kunci Synagogue.

David juga mengaku ada sedikit ganjalan karena belum diakuinya Yahudi sebagai agama resmi di Indonesia. “Zaman Soeharto ada aturan Indonesia mengakui lima agama. Sesudah Gus Dur, bertambah dua. Jadi, tujuh. Sekarang yang belum diakui hanya Yahudi dan aliran kepercayaan,” ungkapnya.

“Kalau masalah ini, sebenarnya saya bisa mengajukan ke MA. Cuma belum sempat,” tuturnya.

“Ya, sekarang di KTP saya Islam. Tapi, Saya agamanya Yahudi dan masih mempraktikan itu,” tambahnya.

Hubungan Diplomatik Israel
Berbicara seputar dengan Yahudi tentu tak bisa dilepaskan dari Israel, negara yang dibentuk oleh kalangan Yahudi. David menegaskan bahwa konflik Israel-Palestina adalah murni konflik wilayah antara orang Yahudi dan Arab Palestina. “Ini bukan konflik agama,” tutur David yang sudah dua kali mengunjungi Yerusalem ini pada 2004 dan 2009.

Namun, terkait wacana membuka hubungan diplomatik Indonesia-Israel, David selaku ‘orang hukum’ merujuk ke pembukaan UUD 1945 sebagai dasar negara. “Kita anti segala bentuk penjajahan. Jadi, kesimpulannya, selama masih ada penjajahan, kita nggak boleh dong buka hubungan diplomatik,” jelasnya.

Di satu sisi, lanjut David, harus diakui bahwa tanah Kana’an diberikan untuk ummat Yahudi berdasarkan Taurat. “Kita akui juga itu. Tapi, sebaliknya juga, ini sudah jaman modern, kita tak bisa hanya bawa Taurat dipakai sebagai dasar hukum. Fakta di situ ada warga Palestina dan Israel,” ujrnya.

“Ya solusinya, two states solution (solusi dua negara,-red),” pungkas David.
Tags: