HKHPM Kecewa Pungutan OJK
Utama

HKHPM Kecewa Pungutan OJK

Lantaran pungutan berlaku secara lembaga dan perseorangan.

FATHAN QORIB
Bacaan 2 Menit
Ketua HKHPM Indra Safitri (tengah). Foto: SGP
Ketua HKHPM Indra Safitri (tengah). Foto: SGP
Peraturan Pemerintah (PP) No. 11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menuai kecaman. Salah satunya datang dari Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM). Kecaman tersebut dilayangkan bukan tanpa alasan. Ketua HKHPM Indra Safitri menilai, pungutan tersebut bisa ‘menghabisi’ profesi penunjang, khususnya pasar modal.

The worst scenario, teman-teman (konsultan hukum pasar modal, red) akan keluar mencari profesi lain, karena tak mampu bayar,” katanya kepada hukumonline, Rabu (26/2).

Hal itu dikarenakan pungutan OJK bukan hanya ditujukan kepada kantor konsultan hukum saja, melainkan kepada profesi konsultan hukum secara perorangan. Terlebih lagi biaya perorangan untuk profesi penunjang terlampau besar dari usulan HKHPM sebelumnya.

“Kami awalnya mengusulkan Rp1,5 juta untuk profesi penunjang dan diterapkan secara bertahap, tapi sekarang Rp5 juta. Kami sangat kecewa karena usulan kami tak ditanggapi,” tuturnya.

Menurut Indra, selama ini profesi konsultan hukum pasar modal sudah memperoleh beragam pungutan. Misalnya untuk menaikan standar profesi, konsultan hukum pasar modal wajib mengeluarkan biaya pendidikan lanjutan. Belum lagi iuran kepada organisasi.

“Profesi penunjang yang seharusnya bisa membantu kegiatan OJK, menjadi tidak sehat,” katanya.

Kekecewaan HKHPM yang lain, lanjut Indra, adalah adanya biaya yang diambil dari fee kantor konsultan hukum pasar modal. Menurutnya, tidak semua kantor konsultan hukum pasar modal memperoleh pekerjaan. Meski ada pekerjaan, tak semua kantor konsultan hukum pasar modal sudah kuat secara industri. Menurutnya, pungutan ini sama saja meruntuhkan profesi penunjang di pasar modal.

Sebagaimana diketahui, dalam PP Pungutan OJK terdapat pungutan bagi profesi penunjang secara individu maupun lembaga atau kantor. Pungutan OJK terdapat dua jenis. Pertama, jenis pungutan biaya untuk perizinan dan pendaftaran. Untuk jenis pungutan ini, tiap profesi penunjang pasar modal seperti akuntan, konsultan hukum, penilai dan notaris wajib menyetor uang ke OJK sebesar Rp5 juta per orang.

Biaya ini termasuk untuk profesi penunjang perbankan seperti akuntan dan penilai sertaprofesi penunjang Industri Keuangan Non Bank (IKNB) taitu akuntan, konsultan hukum, penilai dan konsultan aktuaria. Dalam Pasal 8 PP Pungutan OJK disebutkan bahwa biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran dan pengesahan tersebut wajib dibayar sebelum pengajuan dilakukan.

Sedangkan untuk jenis pungutan kedua adalah biaya tahunan yang diperuntukkan pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penelitian. Untuk jenis pungutan ini, kantor konsultan hukum, kantor akuntan publik, kantor jasa penilai publik, kantor notaris dan perusahaan konsultan aktuaria sepanjang memiliki izin, persetujuan, pengesahan atau pendaftaran dari OJK wajib memberikan iuran sebesar 1,2 persen dari nilai kontrak kegiatan di sektor jasa keuangan.

Biaya tahunan tersebut wajib dibayar dalam empat tahap tiap tahunnya. Pembayaran paling lambat dilakukan pada tanggal 15 setiap bulan April, Juli, Oktober dan tanggal 31 Desember pada tahun berjalan.

Jenis pungutan biaya tahunan ini juga berlaku bagi profesi penunjang pasar modal yaitu akuntan, konsultan hukum, penilai dan notaris serta profesi penunjang perbankan yaitu akuntan dan penilai. Tiap profesi penunjang, wajib membayar iuran ke OJK sebesar Rp5 juta tiap tahunnya. Biaya tahunan tersebut wajib dibayar paling lambat setiap tanggal 15 Juni pada tahun berjalan.

Wakil Ketua Komisi XI DPR Andi Rahmat menilai, pungutan OJK tersebut merupakan amanat dari UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK. Atas dasar itu, semua industri jasa keuangan yang berkaitan dengan OJK wajib membayar iurannya. Untuk profesi penunjang yang kena pungutan, menurutnya sah-sah saja karena dalam sektor jasa keuangan terdapat profesi yang tidak melekat pada perusahaan atau jabatan yang ada lebih melekat kepada individu. Misalnya agen asuransi, wakil manajer investasi, ataupun konsultan hukum.

“Seperti pengacara, pengacara itu punya kantor, tapi pengacaranya sendiri itu merupakan subjek pajak,” katanya.

Menurut Andi, pungutan tersebut merupakan jalan keluar yang terbaik bagi industri maupun OJK. Terlebih lagi, lanjutnya, ada industri yang dilibatkan dalam penyusunan besaran pungutan ini. “Kalau ada yang puas atau tidak puas, namanya juga pungutan,” kata politisi dari PKS ini.

Ia yakin independensi OJK tetap terjaga meski lembaga itu memungut biaya dari pelaku jasa keuangan. Menurut Andi, tiap pelaksanaan kerja yang dilakukan oleh OJK diatur dalam UU. Maka dari itu, OJK tidak bisa sembarangan.

“OJK ini sebetulnya jembatan antara negara dnegan pelaku bisnis dan masyarakat secara umum. Jadi dia ada di tengah, dia tidak terlalu heavy kepada negara, tapi juga tidak terlalu pro bisnis,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait