Ini Penyebab Pemda Sulit Terbitkan Obligasi
Utama

Ini Penyebab Pemda Sulit Terbitkan Obligasi

Hingga kini belum ada Pemda yang menerbitkan obligasi sejak PMK diterbitkan pada Juni 2012.

Oleh:
FATHAN QORIB
Bacaan 2 Menit
Kepala Pengawas Eksekutif Pasar Modal OJK Nurhaida. Foto: SGP
Kepala Pengawas Eksekutif Pasar Modal OJK Nurhaida. Foto: SGP
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong Pemerintah Daerah (Pemda) untuk menerbitkan obligasi. Kepala Pengawas Eksekutif Pasar Modal OJK Nurhaida mengatakan, sejak diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.111/PMK.07/2012 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penerbitan dan Pertanggungjawaban Obligasi Daerah, hingga kini belum ada satupun Pemda yang menerbitkan obligasi.

“Ternyata pelaksanaannya belum ada satupun obligasi Pemda yang menerbitkan,” kata Nurhaida di Jakarta, Kamis (20/3).

Meski begitu, lanjut Nurhaida, terdapat beberapa Pemda yang berminat untuk menerbitkan obligasi. Namun, minat tersebut terpaksa belum dilakukan lantaran terdapat dua penyebab yang membayanginya. Penyebab-penyebab tersebut yang membuat Pemda hingga kini belum menerbitkan obligasi sejak peraturan diterbitkan pada juni 2012 silam.

Penyebab pertama, Nurhaida mengatakan, untuk menerbitkan obligasi sebelumnya Pemda harus memperoleh persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat. “Ketentuannya, untuk terbitkan obligasi Pemda harus dapat persetujuan dari DPRD, mungkin tidak mudah,” katanya.

Penyebab kedua, terkait prospektus. Dalam PMK, penerbitan obligasi daerah hanya dapat dilaksanakan oleh Pemda yang diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Audit laporan keuangan Pemda tersebut harus mendapat opini wajar dengan pengecualian atau wajar tanpa pengecualian.

Pasal 2 ayat (1) PMK Tata Cara Penerbitan dan Pertanggungjawaban Obligasi daerah menyebutkan bahwa penerbitan obligasi daerah hanya dapat dilaksanakan oleh Pemda yang audit terakhir atas laporan keuangan Pemda mendapat opini wajar dengan pengecualian atau wajar tanpa pengecualian.

Padahal, lanjut Nurhaida, menurut UU No. 8 Tahun 1985 tentang Pasar Modal disebutkan bahwa untuk menerbitkan obligasi laporan keuangan sebelumnya harus dilakukan oleh akuntan publik yang terdaftar di OJK. Ketentuan ini yang menyebabkan tak ada sinkronisasi antara substansi PMK dengan UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

Meski begitu, Nurhaida menilai, terdapat cara lain agar Pemda bisa menerbitkan obligasi. Caranya dengan BPK menunjuk akuntan publik yang terdaftar di OJK untuk melakukan audit laporan keuangan Pemda. Nurhaida percaya, cara ini bisa menjadi jalan keluar dari persoalan tersebut.

Menurutnya, dengan BPK menunjuk akuntan publik yang terdaftar di OJK itu, Pemda dapat leluasa menerbitkan obligasi. “Memang terbuka satu ruang, BPK bisa menunjuk akuntan publik yang terdaftar di OJK untuk melakukan audit laporan keuangan Pemda,” katanya.

Sebagaimana diketahui, pada Pasal 68 UU Pasar Modal disebutkan akuntan yang terdaftar pada Bapepam-LK (sekarang OJK) yang memeriksa laporan keuangan emiten, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian dan pihak lain yang melakukan kegiatan di bidang pasar modal wajib menyampaikan pemberitahuan yang sifatnya rahasia kepada Bapepam-LK selambat-lambatnya tiga hari kerja.

Ia mengatakan, pentingnya penerbitan obligasi sebagai bagian untuk pendanaan jangka panjang. Terlebih lagi, pendanaan pengembangan di sektor infrastruktur. Menurutnya, selama ini pendanaan didominasi oleh perbankan yang lebih investasinya mengarah ke jangka pendek.

“Kami dorong Pemda bisa terbitkan obligasi, ke depan agar bagaimana permasalahan bisa dicari jalan keluarnya,” ujarnya.

Tertinggi di Asia
Bank Pembangunan Asia (ADB) menyebutkan, pasar obligasi Indonesia mencatat pertumbuhan tertinggi di kawasan Asia Timur selama 2013 yaitu 20,1 persen dibanding 2012 atau senilai AS$108 miliar.

"Pasar obligasi Indonesia tumbuh 6,8 persen pada kuartal empat 2013, dan tumbuh 20,1 persen dibandingkan tahun lalu menjadi 108 miliar dolar AS," ujar Kepala Kantor Integrasi Ekonomi Regional ADB, Iwan Jaya Azis, di hari yang sama.

Iwan menjelaskan, obligasi Pemerintah Indonesia tumbuh 7,9 persen dalam triwulan IV tahun 2013 dan tumbuh 20,9 persen dibandingkan tahun 2012, menjadi AS$90 miliar. Sedangkan obligasi korporasi tumbuh 1,5 persen pada triwulan IV tahun 2013 dan tumbuh 16,4 persen dibandingkan tahun 2012 menjadi AS$18 miliar dolar AS.

Menurutnya, pertumbuhan obligasi pemerintah di Indonesia terutama didukung oleh obligasi pemerintah pusat, yang terdiri atas surat perbendaharaan negara dan obligasi yang dikeluarkan Kementerian Keuangan serta Sertifikat Bank Indonesia.

Sedangkan dari sektor korporasi, ia menambahkan, pertumbuhan obligasi Indonesia didukung oleh kenaikan obligasi korporasi konvensional, obligasi subordinasi maupun obligasi sukuk ijarah.
Tags:

Berita Terkait