KPPU Hukum Belasan Importir Bawang
Berita

KPPU Hukum Belasan Importir Bawang

Terbukti melanggar pasal 19 huruf c UU No. 5 Tahun 1990.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Suasana persidangan perkara import bawang putih di KPPU. Foto: RES
Suasana persidangan perkara import bawang putih di KPPU. Foto: RES
Setelah melakukan penelusuran selama berbulan-bulan akhirnya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan bukti pelanggaran yang dilakukan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat (UU Antimonopoli).

Dalam putusan yang dibacakan pada Kamis (20/3) kemarin KPPU menyatakan 19 pihak terkait import bawang putih melanggar UU Antimonopoli. Ini berarti tak semua terlapor dinyatakan bersalah.

Berdasarkan catatan hukumonline ada 22 terlapor kasus ini, tiga diantaranya instansi pemerintah. Mereka adalah Terlapor XX (Kepala Dinas Badan Karantina Kementerian Pertanian), Terlapor XXI (Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag), dan Terlapor XXII (Menteri Perdagangan).

Terlapor (T) lain adalah CV Bintang (T-I), CV Karya Pratama (T-II), CV Mahkota Baru (T-III), CV Mekar Jaya (T-IV), PT Dakai Impex (T-V), PT Dwi Tunggal Buana (T-VI), PT Global Sarana Perkasa (T-VII), PT Lika Dayatama (T-VIII), PT Mulya Agung Dirgantara (T-IX),  PT Sumber Alam Jaya Perkasa (T-X), PT Sumber Roso Agromakmur (T-XI), PT Tritunggal Sukses (T-XII), PT Tunas Sumber Rezeki (T-XIII), CV Agro Nusa Permai (T-XIV), CV Kuda Mas (T-XV), CV Mulia Agro Lestari (T-XVI),  PT Lintas Buana Unggul (T-XVII), PT Prima Nusa Lentera Agung (T-XVIII), dan PT Tunas Utama Sari Perkasa (T-XIX). Menurut majelis Terlapor XX tidak terbukti melanggar pasal 24 UU No. 5 Tahun 1999.

Perkara importasi bawang putih mulai diperiksa KPPU sejak 2013 lalu. Dugaan pasal yang dilanggar adalah pasal 11, pasal 19 huruf c dan pasal 24. Dari tiga pasal tersebut, Majelis Komisi memutuskan hanya ada satu pasal yang terbukti dilanggar, yakni 19 huruf c. Pasal 11 dan 24 dinyatakan tidak terbukti.

"Berdasarkan alat bukti, fakta serta kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka Majelis Komisi memutuskan, Satu, menyatakan bahwa Terlapor I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, XI, XII, XIII, XIV, XV, XVI, XVII, XVIII dan XIX tidak terbukti melanggar pasal 11 UU No 5 Tahun 1999," kata Sukarmi saat pembacaan putusan.

Dalam putusan Majelis Komisi menyatakan bahwa Terlapor I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, XI, XII, XIII, XIV, XV, XVI, XVII, XVIII dan XIX terbukti melanggar Pasal 19 huruf c UU No. 5 Tahun 1999. Ketiga, Terlapor I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, XI, XII, XIII, XIV, XV, XVI, XVII, XVIII, XIX, XXI dan XXII terbukti secara sah melanggar pasal 24 UU No. 5 Tahun 1999.

Atas putusan tersebut, KPPU menjatuhkan hukuman denda yang beragam kepada 19 importir tersebut. Terlapor I membayar denda Rp921.815.235, T-II membayar denda sebesar Rp94.020.300, T-III membayar denda sebesar Rp838.012.500, T- IV membayar denda sebesar Rp838.012.400, T- V membayar denda sebesar Rp921.815.730. lalu, T-VI membayar denda sebesar Rp921.813.750, T-VII membayar denda sebesar Rp921.813.750, T-VIII membayar denda sebesar Rp704.286.000, T-IX membayar denda sebesar Rp518.733.450, T-X membayar denda sebesar Rp837.990.000, T-XI membayar denda sebesar Rp842.513.400, T-XII membayar denda sebesar Rp921.815.730, T-XIII membayar denda sebesar Rp838.013.850, T-XIV membayar denda sebesar Rp919.597.635, T-XV membayar denda sebesar Rp20.015.325, T-XVI membayar denda sebesar Rp433.267.200, T-XVII membayar denda sebesar Rp921.815.730, T-XVIII membayar denda sebesar Rp11.679.300. Selanjutnya, T-XIX membayar denda sebesar Rp921.815.253, dan menyatakan T-XX tidak terbukti melanggar pasal 24 UU No. 5 Tahun 1999.

Putusan tersebut diputuskan oleh Majelis Komisi betdasarkan fakta yang muncul di persidangan. Antara lain kebijakan kuota membuat jalur supply and demand tidak seimbang, terdapat bencana alam di negara asal yang membuat proses importasi dari negara asal sampai ke Indonesia membutuhkan waktu 26 hari, terdapat perpanjangan SPI yang diajukan oleh pelaku usaha dan disetujui oleh Kemendag walaupun tidak ada dasar hukum yang mendasari terbitnya SPI. Kemudian, Reomendasi Impor Produk Holtikultura (RIPH) baru diterima akhir Oktober 2012 oleh pelaku usaha serta tterdapat persekongkolan yang dilakukan pada saat pemasukan dokumen SPI maupun perpanjangan SPI.

Bagi Terlapor dari pihak pemerintah, KPPU memberikan rekomendasi bahwa setiap instansi pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan harus memperhatikan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat dalam perumusan kebijakannya; bahwa penetapan kebijakan impor khususnya yang menggunakan skema kuota harus berkoordinasi dengan instansi terkait.

Atas dasar putusan tersebut, Sukarmi mempersilahkan kepada pihak terlapor untuk mengajukan gugatan hukum ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. "Bagi yang keberatan dengan putusan ini, dipersilahkan mengajukan gugatan hukum ke PN Pusat," jelas Sukarmi.

Kuasa Hukum T-X dan T-XIII, Yudi Handoyo. Menyatakan keberatan atas putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Komisi kepada kliennya. Menurutnya, Majelis Komisi tidak mempertimbangkan fakta-fakta dipersidangan yang meringankan terlapor.

Salah satu fakta yang muncul dipersidangan dan tidak dipertimbangkan adalah bahwa antar terlapor tidak saling mengenal sehingga tidak mungkin terjadi persekongkolan. "Majelis Komisi tidak mempertimbangkan hal tersebut," kata Yudi.

Untuk mengajukan gugatan hukum selanjutnya ke PN Pusat, Yudi akan membicarakan kemungkinan itu dengan kliennya. "Masih harus dibicarakan terlebih dahulu," pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait