MK Cabut Aturan Quick Count Pemilu
Berita

MK Cabut Aturan Quick Count Pemilu

Putusan MK ini membuktikan adanya perkembangan demokrasi di Indonesia.

ASH
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pengumuman hasil penghitungan cepat (quick count) pemilihan umum oleh lembaga survei bisa dilakukan kapan saja tanpa dibatasi waktu. Tak hanya itu, MK menghapus larangan pengumuman hasil survei atau jajak pendapat saat masa tenang dalam pemilu, sehingga bukan dianggap pelanggaran yang diancam pidana.

“Menyatakan Pasal 247 ayat (2), ayat (5), ayat (6), Pasal 291, dan Pasal 317 ayat (1), ayat (2) UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar Ketua MK, Hamdan Zoelva saat membacakan putusan bernomor 24/PUU-XII/2014 di ruang sidang pleno MK, Kamis (3/4).

Sebelumnya, PT Indikator Politik Indonesia, PT Saiful Mujani, PT Pedoman Global Utama, PT Indonesia Consultant Mandiri memohon pengujian Pasal 247 ayat (2), (5), (6), Pasal 291, dan Pasal 317 ayat (1) dan (2) UU Pemilu Legislatif yang melarang pengumuman hasil penghitungan cepat (quick count) dalam Pemilu saat masa tenang oleh lembaga survei.

Menurut pemohon sistem penghitungan cepat merupakan kewajiban menyampaikan hasil penghitungan cepat secepat-cepatnya yang seharusnya tidak dibatasi oleh waktu. Terlebih, berdasarkan putusan MK No. 09/PUU-VII/2009 menyebutkan pembatasan waktu pengumuman penghitungan cepat tidak relevan karena penghitungan cepat tidak akan mempengaruhi kebebasan pemilih untuk menjatuhkan pilihannya.

Demikian pula, adanya pemberian sanksi pidana dalam Pasal 247 ayat (6), Pasal 291, dan Pasal 317 ayat (1) dan ayat (2) yang dinilai tidak relevan karena persoalan tersebut merupakan persoalan administrasi. Dia beralasan kriminalisasi lembaga survei/quick counttindakan berlebihan. Hal ini juga sudah dipertimbangkan MK yang menyatakan sanksi pidana harus sebagai ultimum remedium (upaya terakhir).   

MK menilai terdapat persamaan prinsip dalam pengujiannya walaupun redaksional pasalnya berbeda. Maka, pertimbangan putusan MK bernomor 9/PUU-VII/2009 bertanggal 30 maret berlaku mutatis mutandis (otomatis).

Dalam pertimbangan putusan itu disebutkan jajak pendapat atau survei maupun perhitungan cepat hasil pemungutan suara dengan menggunakan metode ilmiah adalah suatu bentuk pendidikan pengawasan dan penyeimbang dalam proses penyelenggaraan negara termasuk pemilihan umum.

“Sejauh dilakukam sesuai dengan prinsip metodologis-ilmiah dan tidak tendensi mempengaruhi pemilih pada masa tenang, maka pengumuman hasil survei tidak dapat dilarang,” kata Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati saat membacakan pertimbangan itu.  

Terkait perhitungan cepat, MK menilai hingga saat ini tidak ada yang menunjukkan hasil quick count menimbulkan keresahan maupun mengganggu ketertiban umum.Meski perhitungan cepat bukanlah hasil resmi, tetapi perlu diketahui masyarakat. Lagipula, banyak masyarakat yang mengetahui kalau hasil resmi hanya dikeluarkan KPU sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.

Karenanya,  baik pengumuman hasil survei pada masa tenang maupun pengumuman perhitungan cepat adalah sesuai dengan hak konstitusional bahkan sejalan dengan UUD pasal 28F. Namun, Mahkamah mengingatkan obyektivitas lembaga survei dan penghitungan cepat harus independen atau tidak memihak salah satu peserta pemilu.

“Lembaga survei yang mengumumkan hasil survei dan penghitungan cepat harus tetap bertanggung jawab baik secara ilmiah dan hukum.”

Ditemui usai persidangan, kuasa hukum pemohon Andi Syafrani menilai adanya putusan MK membuktikan adanya perkembangan demokrasi di Indonesia. Baginya, apa yang dilakukan lembaga survei merupakan bagian untuk menjaga dan membangun kualitas demokrasi yang baik.

“Patut kita syukuri MK mendengarkan suara demokrasi, jadi adanya putusan ini prinsipnya publik berhak mendapatkan informasi hasil survei dan hitung cepat (quick count) tanpa adanya batasan waktu,” kata Andi Syafrani.

Ketua Bidang Hukum dan Etik Persepsi ini menekankan adanya putusan MK bukan berarti membatalkan secara keseluruhan Peraturan KPU terkait partisipasi masyarakat. Sehingga, peraturan KPU yang ikut batal hanya yang mengatur mengenai norma yang telah dibatalkan MK saja.

Sementara anggota Persepsi, Fadjroel Rahman menyatakan putusan MK telah memberikan sumbangan pengetahuan bagi perkembangan demokrasi. “Kita anggotanya sekitar 36 lembaga survei. Artinya ke depannya kita tidak akan lagi dipidana jika melakukan survei di masa tenang maupun mengeluarkan pengumuman hitung cepat,” ujar Fadjroel menambahkan.
Tags:

Berita Terkait