Tentang Fenomena Runner Lawyers
After Office

Tentang Fenomena Runner Lawyers

Awalnya hanya iseng-iseng, tetapi kemudian menjadi gaya hidup sehat.

Oleh:
CR-16/RZK
Bacaan 2 Menit
Beberapa Runner Lawyers dalam sebuah ajang lomba lari. Dari kiri ke kanan: Johannes C. Sahetapy-Engel, Yeni Fatmawati, Soenardi Pardi dan Ahmad Fikri Assegaf. Foto: Istimewa
Beberapa Runner Lawyers dalam sebuah ajang lomba lari. Dari kiri ke kanan: Johannes C. Sahetapy-Engel, Yeni Fatmawati, Soenardi Pardi dan Ahmad Fikri Assegaf. Foto: Istimewa
Olahraga lari tengah populer di Indonesia. Di Jakarta, khususnya di kawasan Thamrin-Sudirman, nyaris setiap akhir pekan lomba lari digelar. Pesertanya, sebagian atlit lari profesional, sebagian lagi kalangan non atlit yang sekadar hobi lari. Di antara mereka yang bukan dari kalangan atlit, ‘terselip’ beberapa advokat yang hukumonline sebut sebagai Runner Lawyers.

Runner Lawyers semakin hari semakin banyak bermunculan, walaupun sejauh ini, memang belum ada data pasti tentang berapa banyak jumlah mereka. Namun, yang pasti ‘virus lari’ telah mewabah di kalangan advokat Indonesia, dari berbagai level.

Di level senior, terdapat nama Ibrahim Senen (DNC), Ahmad Fikri Assegaf (Assegaf Hamzah & Partners), Johannes C. Sahetapy-Engel (AKSET), Genio Atyanto (Nasoetion dan Atyanto) dan Yeni Fatmawati (PT. Unilever). Tidak mau kalah dengan para senior, advokat level junior yang juga pernah mengikuti lomba lari antara lain Mohammad Renaldi Zulkarnain, Indira Yustikania (Assegaf Hamzah & Partners), dan Dea Tuggaesti (OC Kaligis & Associates).

Ada beragam alasan dan motivasi yang dikemukakan beberapa Runner Lawyers. Ahmad Fikri Assegaf mengaku menggemari olahraga lari karena olahraga ini, khususnya di saat lomba, dapat dijadikan ajang untuk mengasah dan mengelola mental. Baginya, esensi dari olahraga lari adalah bagaimana kita mengalahkan diri sendiri untuk menjadi lebih baik.

Berbeda, Ibrahim Senen melihat olahraga lari sebenarnya berkaitan dengan filosofi profesi advokat. Menurut Partner DNC ini, filosofi profesi advokat seperti olahraga lari membutuhkan stamina dan daya tahan. Dua faktor ini, kata Baim –sapaan akrabnya-, dibutuhkan seorang advokat ketika menangani suatu permasalahan hukum.

“Bukan memberikan nasihat hukum dalam waktu singkat, namun pada akhirnya kehilangan arah, dikarenakan panjangnya kasus yang harus dihadapi,” ujar Baim menjabarkan filosofi profesi advokat.

Sementara, Yeni Fatmawati mengaku menggemari olahraga lari karena pada dasarnya memang suka olahraga. Segala macam olahraga pernah dicoba Yeni. Mulai dari bola basket, bola voli, tenis meja, aerobik, dan yoga. Dari beragam jenis olahraga itu, Yeni akhirnya menetapkan hati pada olahraga lari karena ini adalah olahraga yang mudah sekali dijalani meskipun dalam keadaan sibuk.

“Jadi sebelum lari menjadi tren, saya dari dulu kalau pergi kemana, business trip, training atau holiday, sering menyempatkan untuk lari,” kata Yeni.

Advokat Buta Pelari
Fenomena advokat yang menggemari olahraga lari tidak hanya terjadi di Indonesia. Di Amerika Serikat, kisah Runner Lawyer bernama Richard Howard Bernstein bahkan lebih fenomenal. Dikutip dari laman Wikipedia, Bernstein bukanlah seorang Runner Lawyer biasa. Pria kelahiran Detroit, Michigan ini memiliki keterbatasan fisik yang justru menjadikan dirinya sebagai Runner Lawyer hebat. Ya, sejak lahir, Bernstein memang ditakdirkan Tuhan tidak bisa melihat.

Jika merujuk kondisi fisik, Anda mungkin tidak akan percaya atas prestasi seorang Bernstein. Pendiri Sam Bernstein Law Offices ini sudah pernah mengikuti 18 ajang maraton. Terakhir, setahun lalu, Bernstein berpartisipasi dalam ajang maraton di New York dengan catatan waktu yang mengagumkan, 5 jam 51 menit 22 detik.

Harap dicatat, ketika itu, Richard dalam keadaan belum pulih total setelah mengalami kecelakaan ditabrak pengemudi sepeda di sebuah taman. Uniknya pasca kecelakaan itu, sebagaimana diwartakan laman www.abajournal.com, Bernstein melayangkan gugatan dengan tujuan agar otoritas kota New York memperbaiki keamanan dan kenyamanan taman. Bernstein berharap kecelakaan yang dia alami tidak terjadi lagi.

Dalam sebuah video yang diunggah laman www.youtube.com, Bernstein mengatakan berlari dengan kondisi tuna netra memang tidak mudah. Bayangkan, seorang tuna netra seperti Bernstein harus berlari tetapi dia sendiri tidak tahu sedang berada dimana, berapa jarak yang sudah dan akan dia tempuh untuk mencapai garis finish, dan apa yang terjadi di sekelilingnya ketika dia berlari. Bernstein menyebut perasaan yang dia alami adalah “perasaan yang menakutkan”.

‘Untungnya’, Bernstein setiap berlari dipandu oleh seorang relawan dari Achilles International, sebuah LSM dengan misi memandu orang-orang disabilitas agar mampu melakukan kegiatan atletik.

“Kegiatan atletik itu memberikan pelajaran kepada kita semua, khususnya bagi penyandang disabilitas, bahwa terlepas dari susah dan menantangnya sebuah maraton, pada akhirnya Anda akan mendapatkan apa yang Anda mau, tidak kurang dan tidak lebih,” papar Bernstein dalam video.
Tags: