Terobosan APBN Bagi Pemerintahan Baru
Berita

Terobosan APBN Bagi Pemerintahan Baru

Efisiensi dalam penggunaan anggaran harus ditingkatkan.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Terobosan APBN Bagi Pemerintahan Baru
Hukumonline
Penggunaa Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) kerap menuai kritik dari berbagai pihak. Banyak yang menilai, alokasi APBN tidak tepat sasaran karena masih terbebani oleh belanja pegawai yang semakin besar, subsidi BBM yang tidak terkendali serta minimnya alokasi subsidi bagi masyarakat menengah ke bawah seperti petani, nelayan dan lain sebagainya.

Memang sudah seharusnya APBN menyejahterakan rakyat. Tetapi, tetap saja pemerintah belum berhasil mengatasi kemiskinan. Kendati pertumbuhan ekonomi meningkat, namun angka-angka tersebut justru berbanding terbalik dengan fakta yang terjadi. Angka kemiskinan tidak turun seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat.

Mengingat tak lama lagi akan ada pemerintahan baru, Peneliti Senior Institute For Development Of Economic and Finance (Indef), Fadhil Hasan, menilai perlu adanya terobosan terhadap APBN yang harus dilakukan oleh pemerintahan 2014-2019 nanti. Jika tidak, ia khawatir angka kemiskinan akan sulit untuk turun secara signifikan.

“Pemerintahan periode 2014-2015 nanti perlu membuat terobosan terhadap APBN. Jika tidak, maka angka kemiskinan akan sulit turun secara signifikan,” kata Fadhil dalam diskusi yang diadakan Indef di Jakarta, Selasa (20/5).

Menurut Fadhil, setidaknya ada tiga terobosan APBN yang harus dilakukan oleh pemerintahan baru nanti. Pertama, melakukan peningkatan modal infrastruktur. Adapun sumber dananya berasal dari pengurangan subsidi energi yang kian membengkak tiap tahun. Pandangan Fadhil, sejauh ini alokasi anggarann untuk infrastrukur mengalami peningkatan, namun ratio belanja infrastruktur terhadap Product Domestic Bruto (PDB) berada di bawah 3 persen. “Idealnya 5 persen,” ungkapnya.

Kedua, meningkatkan anggaran pengentasan kemiskinan. Peningkatan anggaran, lanjutnya, harus dilakukan secara efektif di setiap Kementerian dan lembaga yang menangani persoalan kemiskinan. Ia menilai, alokasi anggaran kemiskinan saat ini hanya digunakan sepertiga saja dari alokasi, sementara sisanya diserap oleh birokrasi melalui kegiatan pendamping dan monitoring.

Sedangkan untuk yang ketiga, perlunya kembali melakukan efisiensi birokrat dengan program zero growth. Ketiga terobosan ini, lanjut Fadhil, memang tidak populis. Untuk itu, diperlukan pemerintahan yang kuat.

Peneliti Indef lainnya, Ahmad Heri Firdaus menilai peran APBN 2014 terhadap infrasrtuktur tidak maksimal. Hal tersebut terlihat dari perkembangan infrastruktur di Indonesia yang relative lambat. Buruknya infrastruktur juga terlihat pada infrastruktur energi, dimana pengembangan energi alternatif dan eneergi non-BBM seperti gas bumi, panas bumi dan sebagaiinya, belum terlihat karena terbentur masalah infrastruktur.

“Selain itu, realokasi anggaran dari kenaikan harga BBM tidak pernah dimanfaatkan untuk mendorong tumbuhnya energi alternatif melalui pembangunan berbagai infrastruktur energi,” pungkasnya.

Dengan kondisi ini, biaya transportasi menjadi tinggi, mahalnya harga barang sehingga mengakibatkan daya saing yang rendah. Dampak lain dari buruknya infrastruktur adalah ketimpangan kesejahteraan. “Pembahasan APBN-P 2014 jangan hanya menyangkut penyesuaian subsidi BBM dan asumsi-asumsi makro saja, karena tidak akan membantu memecahkan persoalan yang ada,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait