Terbukti Beriktikad Buruk, Budi Mulya Divonis 10 Tahun Penjara
Utama

Terbukti Beriktikad Buruk, Budi Mulya Divonis 10 Tahun Penjara

Budi Mulya langsung menyatakan banding.

Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya menjalani sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (16/7). Foto: RES.
Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya menjalani sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (16/7). Foto: RES.
Majelis hakim yang diketuai Afiantara menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 10 tahun terhadap mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Bidang IV Pengelolaan Moneter dan Devisa Budi Mulya. Selain itu, majelis menghukum Budi dengan pidana denda sebesar Rp500 juta subsidair lima bulan kurungan.

“Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan primair, Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP,” kata Afiantara saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (16/7).

Namun, Afiantara terlebih dahulu mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan. Beberapa hal yang memberatkan adalah perbuatan Budi merusak citra BI sebagai bank sentral, Budi selaku pejabat BI tidak memberikan contoh yang baik, serta nilai kerugian negara yang ditimbulkan sangat besar.

Afiantara menolak argumentasi tim penasihat hukum Budi yang menyatakan bahwa sesuai Pasal 45 UU No.23 Tahun 1999 tentang BI seorang Deputi BI tidak dapat dihukum karena telah mengambil keputusan atau kebijakan yang sejalan dengan tugas dan wewenangnya sepanjang dilakukan dengan iktikad baik.

Ia menjelaskan, perbuatan Budi yang ikut serta menyetujui pemberian FPJP kepada Century dengan mengubah Peraturan Bank Indonesia (PBI), serta perbuatan Budi yang ikut menetapkan Century sebagai bank gagal ditengarai berdampak sistemik tidak dilakukan dengan itikad baik sebagaimana penjelasan Pasal 45 UU BI.

Dalam penjelasan Pasal 45 UU BI, suatu kebijakan diambil dengan itikad baik apabila dilakukan dengan maksud tidak mencari keuntungan bagi diri sendiri, keluarga, kelompok, dan/atau tindakan-tindakan lain yang berindikasikan korupsi, kolusi dan nepotisme, serta dilakukan berdasarkan analisis mendalam dan berdampak positif.

Akan tetapi, menurut Afiantara, sesuai fakta-fakta di persidangan, pemberian FPJP dan penetapan Century sebagai bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik tidak dilakukan dengan itikad baik. Pertama, karena perbuatan tersebut dilakukan secara melawan hukum. Kedua, karena Budi dianggap memiliki konflik kepentingan.

Hal ini bermula ketika Budi menemui pemegang saham Century, Robert Tantular. Budi meminjam Rp1 miliar kepada Robert. Pinjaman itu sudah dikembalikan Budi pada 2009, saat Robert berada di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Mabes Polri melalui Sekretaris Perusahaan PT Sinar Mas Grup Sulistianto.

Padahal, sejak 2005, Century diketahui mengalami permasalahan struktural, sehingga BI menetapkan Century dalam pengawasan khusus. Setelah menerima pinjaman, Century yang mengalami permasalahan likuiditas, mengajukan permohonann repo aset. Permohonan repo aset tersebut tidak ditanggapi oleh BI.

Selanjutnya, Century mengajukan permohonan FPJP. Mengingat Capital Adequancy Ratio (CAR) Century tidak memenuhi syarat, Budi bersama anggota Dewan Gubernur BI lainnya menggelar rapat untuk membahas perubahan Peraturan BI (PBI). Akhirnya, Budi bersama Dewan Gubernur BI lainnya menyetujui perubahan PBI.

Namun, Afiantara berpendapat, perubahan PBI itu dilakukan agar Century memenuhi syarat untuk mendapatkan FPJP. Pasalnya, pemberian FPJP dilakukan tidak sesuai ketentuan. Sebelum Century melengkapi dokumen, Budi menyetujui pencairan FPJP tahap dua, bahkan tambahan FPJP, sehingga seluruhnya berjumlah Rp689,394 miliar.

Selain itu, Afiantara berpendapat, Budi mempunyai konflik kepentingan karena Budi memiliki utang Rp1 miliar dengan Robert. Konflik kepentingan lain, yaitu karena ada dana deposito milik Yayasan Kesejahteraan Karyawan BI (YKKBI), Yayasan Pensiunan BRI, serta sejumlah nasabah-nasabah yang jumlahnya cukup besar di Century.

“Apabila Bank Century ditutup, dana itu tidak akan dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) karena LPS hanya menjamin dana Rp2 miliar. Oleh karena itu, pemberian dan persetujuan FPJP dilakukan terdakwa dengan itikad tidak baik karena untuk penyelamatan dana YKKBI yang ada di Bank Century,” ujarnya.

Kemudian, meski BI beralasan perubahan PBI juga berlaku untuk bank-bank lain, nyatanya Bank IFI yang mengalami permasalahan serupa dengan Century, justru ditutup oleh BI, sedangkan FPJP Century malah diperpanjang. Padahal, saat penutupan Bank IFI, PBI No.10/30/PBI/2008 PBI FPJP masih berlaku.

Mengenai alasan krisis pada 2008, Afiantara tidak sependapat. Sesuai bukti dokumen rapat kabinet yang berkesesuaian dengan keterangan saksi Jusuf Kalla dan sejumlah ahli, seperti Faisal Basri dan Ichsanurdin Noorsy, pada 2008, Indonesia tidak mengalami krisis. Malahan, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup baik.

Dengan demikian, Afiantara menganggap seluruh proses, mulai dari perubahan PBI hingga pencairan FPJP dilakukan secara melawan hukum untuk memperkaya orang lain dan korporasi Bank Century. Begitu pula dengan proses persetujuan penetapan Century sebagai bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik.

Budi bersama anggota Dewan Gubernur BI, termasuk Gubernur BI Boediono ikut menyetujui penetapan tersebut. Saat usulan diteruskan ke Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Sekretaris KSSK Raden Pardede mengubah isi lampiran analisis yang akan disampaikan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Raden mengubah isi lampiran dari semula mencantumkan, “untuk mencapai CAR 8 persen dibutuhkan tambahan modal Rp1,77 trilun”, menjadi “untuk mencapai CAR 8 persen dibutuhkan tambahan modal Rp632 miliar dana akan terus bertambah seiring dengan pemburukan kondisi Century selama November 2008”.

Sekretaris KSSK ini beralasan, jika analisis tidak diubah, usulan BI tidak akan disetujui Ketua KSSK Sri Mulyani. Setelah KSSK menetapkan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, ternyata dana yang dibutuhkan LPS untuk penyertaan modal sementara (PMS) di Century membengkak menjadi Rp6,7 triliun.

Bahkan, LPS harus menambah lagi dana PMS, sehingga seluruhnya berjumlah lebih dari Rp8 triliun. Atas pembengkakan itu, Sri Mulyani sempat meminta pertanggungjawaban profesional BI karena BI tidak menyerahkan data akurat mengenai Century. Sri Mulyani juga sempat ingin meninjau ulang keputusan KSSK.

“Akan tetapi, dihalang-halangi Raden pardede yang mengatakan tidak ada peraturannya untuk meninjau ulang dan Boediono yang mengatakan pemerintah telah memutuskan pengambilan Bank Century, sehingga diharapkan tidak lagi mengambil policy lain yang dapat menjadi blunder dan berdampak lebih buruk,” tutur Afiantara.

Oleh karena itu, majelis berkesimpulan, Budi telah ikut serta dalam suatu tindak pidana korupsi bersama-sama anggota Dewan Gubernur BI lainnya, yaitu Boediono, Miranda  Swaray Gultom, Siti Chalimah Fadjriah, Budi Rochadi, Muliaman Darmansyah Hadad, Hartadi Agus Sarwono, Ardhayadi Mitroatmodjo, dan Raden Pardede.

Walau begitu, majelis tidak sependapat dengan tuntutan uang pengganti Rp1 miliar karena uang itu merupakan pinjaman dan sudah dikembalikan Budi kepada Robert. Majelis juga tidak sependapat dengan tuntutan uang pengganti kepada Hesham Al Warraq, Robert, dan Bank Century yang sekarang berubah nama menjadi Bank Mutiara.

Tuntutan uang pengganti sebesar Rp3,115 triliun kepada Hesham, Rp2,753 triliun kepada Robert, dan Rp1,581 triliun kepada Bank Mutiara dinilai tidak relevan. Majelis berpendapat sebagaimana ketentuan Pasal 18 UU Tipikor, uang pengganti tidak dapat dibebankan kepada pihak yang tidak dijadikan sebagai terdakwa.

Namun, putusan ini tidak diambil secara bulat. Hakim anggota II Anas Mustaqim menyatakan perbedaan pendapat (dissenting opinion). Ia menganggap dakwaan penuntut umum kabur karena tidak menguraikan secara lengkap, cermat, dan jelas mengenai pihak lain yang turut serta melakukan tindak pidana.

Pihak turut serta yang dimaksud Anas adalah Sri Mulyani. Selaku Ketua KSSK, Sri Mulyani dinilai memiliki kewenangan untuk memutuskan penetapan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Mengingat dakwaan dinyatakan kabur, Anas berpendapat dakwaan dan tuntutan penuntut umum batal demi hukum.

Banding
Tidak terima dengan putusan majelis, Budi langsung menyatakan banding. Usai sidang, Budi yang nampak sedikit emosi, menyatakan dirinya merasa sedih dan kecewa dengan putusan majelis. Ia tidak mengetahui mengapa majelis tetap keras kepala seolah-olah BI dan KSSK telah mengeluarkan kebijakan yang salah.

Budi mempertanyakan cara berpikir majelis yang menganggap BI dan KSSK menjadikan alasan krisis untuk menyelamatkan Century. Ia menerangkan, pada 2008, memang belum terjadi krisis seperti tahun 1997-1998. Namun, BI telah berupaya melakukan pencegahan agar tidak terjadi krisis yang berkelanjutan.

Selaku Deputi Gubernur BI Bidang IV Pengelolaan Moneter dan Devisa, Budi telah mengeluarkan 10 PBI untuk memberikan fasilitas akses likuiditas kepada perbankan. Perubahan PBI FPJP hanya salah satu rangkaian dalam upaya BI untuk mengantisipasi agar tidak terjadi krisis yang berkelanjutan.

Menurut Budi, BI telah melakukan kewenangan sesuai dengan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu) yang diterbitkan Presiden. “Jadi, BI dan pemerintah telah bekerja sesuai mandat UU. Ini adalah bagaimana kami mengantisipasi krisis di perbankan dan keuangan, supaya tidak terulang seperti tahun 1997-1998,” katanya.

Pengacara Budi, Luhut MP Pangaribuan menambahkan, pinjaman Rp1 miliar tidak menjadikan Budi memiliki itikad buruk dalam pemberian FPJP dan penetapan Century sebagai bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik. Ia menilai pendapat itu sangat tidak berlebihan, tidak relevan, dan sengaja dihubung-hubungkan.

“Andaikata itu uang Rp1 miliar itu jadi conflict of interest (konflik kepentingan), dia akan lebih aktif daripada yang lain ketika rapat-rapat. Nyatanya kan tidak ada yang mengatakan dia lebih aktif, misalnya dia melobi agar disetujui. Jadi, sama sekali tidak ada konflik kepentingan. Itu apes aja sebenarnya,” ujarnya.

Sementara, penuntut umum KMS A Roni masih pikir-pikir untuk mengajukan banding. Ia menyatakan ada beberapa pertimbangan untuk mengajukan banding. Pertama, berat hukuman yang kurang dari dua pertiga tuntutan. Kedua, dissenting opinon hakim. Ketiga, tuntutan uang pengganti yang tidak dikabulkan majelis.

Roni tidak sependapat dengan majelis yang membebaskan Budi dari uang pengganti. Pasalnya, uang Rp1 miliar yang diperoleh Budi bukan pinjaman, melainkan pemberian dari Robert kepada Budi. Ia menganggap uang itu menjadi salah satu alasan Budi memiliki konflik kepentingan untuk menyelamatkan Century.

Kemudian, mengenai uang pengganti kepada Hesham, Robert, dan Bank Mutiara, Roni menjelaskan ada alasan tersendiri. “Karena kepada siapa kita membebankan uang pengganti yang sudah merugikan negara Rp6,7 triliun. Kalau semuanya lepas kan hilang duit negara. Siapa yang bertanggung jawab,” ujarnya.

Lalu, mengenai dissenting opinion, Roni mempertanyakan, mengapa hakim anggota dua tidak menyampaikan saat putusan sela. Ia berpendapat, jika dakwaan penuntut umum dianggap kabur, seharusnya dalam putusan akhir, hakim anggota dua menyatakan tuntutan tidak dapat diterima, bukan dakwaan batal demi hukum.

Terkait pelaku turut serta yang disebutkan majelis dalam putusan, Roni mengaku akan segera melaporkan kepada pimpinan KPK. Ia mengatakan, pihak-pihak itu tidak boleh dibiarkan. Majelis dalam putusannya telah menyatakan pihak-pihak tersebut turut serta melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama Budi.
Tags:

Berita Terkait